Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Syahidlah Semuanya

21 November 2022   22:31 Diperbarui: 21 November 2022   22:37 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PUISI. Gambar oleh Angelo Giordano dari Pixabay 

Aku sedang memungut luka saat engkau mengabarkan tentang ledakan yang membauri udara, mengurapi begitu dalam pada setiap garis urat, tentang sakit, pedih, dan air mata

Aku lambaikan tangan ke arah langit yang membiru, tetapi kulihat ada mata tajam tak berkedip di sela-sela awan, tidak hitam, tetapi tak juga kelabu

Nyawa yang berbaris di kaki langit itu, sudah sering didengar pada negeri usang ini, sudah banyak terkabarkan dari setiap lempengan yang berhimpitan, tetapi air mata ini tetap saja mengalir, mengering, membeku berbias merah darah

Aku bersimpuh di tanah yang juga terasa rapuh,  larik rintihan, dan mungkin doa yang begitu lemah mengalir dari bibir kering membeku, ada seruan syahidlah semuanya, tak perlu kafan, tak perlu dimandikan, sejuk semerbak terasa dari alammi, menanti datangnya mahsyar, dan tak ada rintang menuju surganya dalam sekedip mata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun