Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pembelajaran Kontekstual, Alternatif Model Pendidikan Karakater Anak

25 Juli 2022   13:10 Diperbarui: 25 Juli 2022   13:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Foto: Prawny dari Pixabay 

Karakter merupakan prinsip yang hendak dicapai dalam pendidikan nasional. Meski begitu pencapaiannya masih terus harus ditingkatkan. Fenomena tindakan perundungan, klithih, dan tawuran menjadi contoh kecil pentingnya menemukan pendidikan karakter yang efektif dan menyenangkan.

Dengan begitu, memerlukan strategi efektif dengan mengembangkan model pembelajaran yang lebih interaktif, mendorong partisipasi peserta didik, dan tentu saja menjadikan pembelajaran lebih membahagiakan. Banyak model pendekatan pembelajaran yang bisa dikembangkan dan diterapkan agar peserta didik bisa mencapai Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dari masing-masing mata pelajaran yang harus ditempuhnya.

Program Presisi

Sebagai upaya alternatif dalam pendidikan karakter anak Diretur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengembangkan program PRESISI (Pendidikan Karakter Siswa Mandiri Berbasis Seni).

Presisi menggunakan model pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang dalam pelaksanaan pembelajaran menyenangkan.  Menurut Susan Sears, dalam bukunya Introduction to Contextual Teaching and Learning (2003), pendidikan kontekstual merupakan proses yang setidaknya memenuhi beberapa standar; menggunakan keterampilan berpikir kritis dan pendekatan yang sistematis, dilaksanakan dalam berbagai tempat belajar, menjawab serangkaian pertanyaan  berbeda, menemukan pengetahuan dan keterampilan baru, menerapakan proses analisis, sintesa, transformasi, dan evaluasi terhadap keterampilan dan pengetahuan dalam cara baru.

Pembelajaran kontekstual dengan begitu akan menjadikan peserta didik mendapatkan pemahaman dan pengalaman nyata dari proses pembelajaran dalam buku ajar yang dikaitkan secara langsung dengan dunia nyata di sekelilingnya. Peserta didik tidak tercerabut dari kondisi sosial dan budaya di mana mereka belajar dan hidup dalam kesehariannya.

Peserta didik akan belajar, tidak hanya mengenai isi buku teks yang terkadang berada jauh dari pengalaman kesehariannya, tetapi menemukan strong why, kenapa materi-materi belajar itu penting bagi mereka. Bagaimana pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan akan memberi manfaat bagi diri mereka sendiri, bagi masyarakat sekitarnya, dan lingkungan hidupnya.

Dalam pembelajaran kontekstual ini lantas peserta didik akan membangun interaksi sosial dengan orang-orang di sekitar lingkungannya yang terkait dengan konten yang dipelajarinnya. Subyek pembelajaran dipilih sendiri subyek belajarnya, dan mereka akan membangun kerja-kerja kolaboratif sejak dini dalam menemukan atau memproduksi pengetahuan baru dari hasil-hasil temuannya selama menjalankan proses pembelajaran.

Kolaborasi ini bisa terbangun dengan teman sebayanya, dengan guru mata pelajaran, dan dengan masyarakatnya. Lebih dari itu, peserta didik juga melakukan kolaborasi berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan dengan subyek pembelajaran yang telah ditentukan. Sebut, misalnya, proses pembuatan slondok---bahan makanan dari singkong yang diolah dengan digoreng, maka akan melibatkan mata pelajaran ekonomi, matematikan, bahasa Indonesia, dan juga IPA.

Temuan hasil kulikan peserta didik, lantas diproduksi sebagai sebuah karya seni sesuai dengan pilihan masing-masing. Misalnya, peserta didik yang memilih subyek pembelajarannya mengenai peningkatan nilai tambah bagi peternak kelinci dengan produksi abon kelinci. Mereka bisa membuat video mengenai bahan-bahan pembuatan abon daging kelinci, proses pengolahannya, pemasarannya, dan keuntungan yang lebih bila kelimci hanya dijual dagingnya atau kelinci dalam kondisi hidup.

Media seni hasil produksi peserta didik ini akan ditonton bersama dengan ekosistem sekolah, dan masyarakat luas. Sehingga kemanfaatan temuan mereka akan semakin banyak juga penerima manfaatnya. Saat proses nonton bersama ini, mereka yang hadir boleh memberikan komentar dan catatan kritis terhadap hasil karya peserta didik. Selain tentu saja sebuah apresiasi atas keberhasilan peserta didik dalam memproduksi pengetahuan dan keterampilan baru.

Prasyarat

Pelaksanaan pendidikan kontekstual membutuhakan beberapa prasyarat utama sehingga akan bisa berhasil dengan baik. Pertama, perubahan paradigma pendidikan. Para penyelenggara pendidikan tidak bisa lagi melihat pedidikan sebagai proses transfer pengetahuan dari guru ke murid, dan menganggap murid sebagai indiidu yang kosong seperti kertas putih (teori tabula rasa). Paradigma itu harus digeser, seperti yang dikatakan Ki Hadjar Dewantara (Tentang Pendidikan, 1953), pendidikan merupakan proses pendampingan peserta didik untuk bisa tumbuh dan mencapai kodratnya dengan cara yang menyenangkan, metode yang menggembirakan.

Kedua, berkembangnya sumber-sumber pembelajaran baru. Dalam pendidikan kontekstual, sumber pembelajaran menjadi meluas tidak hanya buku teks dan guru, melainkan juga masyarakat sekitar tempat tinggal dan sekitar tempat belajar peserta didik. Sumber pembelaran juga bisa video, poster, seni panggung, cagar budaya (misalnya, candi dan bangunan bersejarah lainnya), dan juga alam semesta: flora dan fauna.

Ketiga, melakukan transformasi peran guru. Guru tidak lagi hanya berperan sebagai guru yang mengajardi depan kelas, keluar dari kelas sudah bebas tugas. Dengan pelaksanaan pendidikan konteksual, guru bisa berperan sebagai fasilitator, mentor, konsultan, teman belajar, dan bisa saja berperan sebagai coach. Guru harus benar-benar memahami perannya saat bersama peserta didik, kapan ia harus berperan sebagai konsultan, kapan berperan sebagai mentor, dan kapan harus berperan sebagai coach.

Keempat, pemanfaatan perkembangan teknologi sebagai bagian dari pelaksanaan atau praktik pendidikan. Guru-guru harus mulai memperlajari berbagai software dan aplikasi yang bisa mendukung pembalajaran, misalnya, memanfaatkan platform video sebagai sumber pengetahuan, menggunakan perpustaan online untuk menemukan referensi-referensi yang sesuai, dan juga dokumen lain, seperti infografis, poster, hasil temuan riset, dan kertas kerja.

Kelima, melakukan evaluasi 360o, yaitu sebuah proses evaluasi yang melibatkan semua stakeholder yang berada dalam ekosistem pendidikan, termasuk masyarakat di sekitar tempat tinggal dan tempat belajar peserta didik. Evaluasi ini, setiap aktor akan mengevaluasi semua orang, dan juga diealuasi oleh semua orang.

Begitulah, dengan pendekatan pembelajaran kontekstual seperti ini, peserta didik akan merasa bergembira dalam proses belajar, mendapatkan manfaat yang penuh dari pembelajarannya, mampu melakukan penelitian, mampu memproduksi pengetahuan baru, dan mempresentasikannya karyanya di depan publik.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun