Siang itu, di bawah pohon kelapa, Kliwon dan Rajab asyik berbincang soal anak-anak mereka yang biasanya mendapat banyak uang di hari raya. Sebenarnya, Kliwon sendiri merasa tak nyaman anak-anak menerima banyak uang dari para tetangga di kampungnya. Pasalnya, pemberian itu terasa seperti meletakkan keluarganya dalam posisi miskin, dan layak dibelaskasihani.
"Tidak seperti itu, Kang," kata Rajab.
"Ketika mereka masih usia 7 tahunan, aku bisa mnerima pemberian itu. Sebagai upaya menghibur karena mereka suah kuat berpuasa."
"Menurutku sih nggak perlu dipikirkan secara serius seperti ini."
"Nggak dipikirkan bagaimana membiasakan pemberian uang kepada anak akan berdampak buruk di masa depannya. Menjadi tak mau berusaha, menjadi terbiasa mengharap pemberian, dan sifat buruk yang lain."
"Itu pemikiran dan cara pandang yang terlalu berlebihan."
"Maksudmu?"
"Nggak akan seperti itu. Nggak akan berdampak semengerikan itu. Itu namanya suapphobia, Kang."
"Meledek...."
"Bukan Kang. Buktinya banyak yang menunjukkan efek buruk itu tidak terjadi."
"Sok tahu, memang kamu sudah riset?"
'Tak hanya riset, Kang. Melihat fakta yang sebenar-benarnya."
Kliwon cemberut. Ia meminta Rajab menunjukkan bukti yang kuat yang bisa menggugurkan anggapannya mengenai dampak buruk pemberian uang kepada anak-anak di hari raya.
"Lho, bukti paling nyata ya diri sampean. Apa sampean lantas menjadi pengemis, selalu berharap atas pemberian orang ketika sekarang sudah dewasa? Tidak sama sekali, sampean sangat mandiri, meski waktu kecil dulu, apalagi kalau berada di rumah Kakekmu, oh, uang mengalir, sampai saku celana dan bajumu tak cukup lagi."
Kliwon menunduk dan mengangguk-angguk. Ia mengerti benar yang dimaksudkan Rajab. Ia menjadi khawatir, jangan-jangan pikirannya karena terlalu banyak dipenuhi dengan informasi korupsi yang luar biasa di negeri ini. Sehingga pemberian uang kepada bocah yang hanya mengerti senang dengan uang yang masih baru, sudah ditafsirkan menjadi pupuk bagi tindakan suap dan korupsi di masa depan yang masih entah.
Kliwon menepuk pundak Rajab sambil berkata, "terima kasih, sudah menyadarkan diriku."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H