"Rajab, Rajab. Kamu sudah ketularan orang-orang yang tidak pernah memikirkan nasib orang-orang miskin. Coba bayangkan, kalau kamu yang disuruh tidak bekerja selama sebulan penuh, seperti apa nasibmu?"
Rajab hanya diam. Kliwon tak hanya sekali melihat gaya orang-orang seperti Rajab, berani berbicara, mengkritik sesuka-suka, mencaci semaunya, tetapi setelah dikenakan pada diri sendiri langsung terdiam tak bisa berbicara apa-apa.
Orang-orang seperti Rajab sedang berada dalam situasi lupa diri. Sedang menjadi orang-orang yang mengharapkan penghormatan karena sedang menjalankan puasa. "Kesucian puasa itu tidak akan pernah ternodai oleh warung yang buka lebar-lebar, tak akan rusak berkahnya hanya karena orang makan di warung siang hari," kata Kliwon.
"Tapi saya yakin apa yang kita lakukan untuk menegakkan perintah Alloh," jawab Rajab.
"Perintah yang mana? Apa dalilnya?"
"Kata ustadz-ustadz, dan juga pesan-pesan yang tersebar melalui pesan instans dan media sosial," kata Rajab lagi.
Dua sahabat itu terdiam. Dzul datang tergopoh-gopoh mendekati joglon di depan rumah Kliwon. Ia duduk di samping Kliwon, "Rajab segera kamu sembunyi di rumah Kliwon," kata Dzul.
"Kenapa harus sembunyi, saya tak salah apa-apa, saya menjalankan kewajiban seorang muslim untuk membela agama Alloh.'
"Ya, boleh saja kamu  bilang begitu. Tapi polisi sedang mencari orang-orang yang melakukan perusakan warung. Sudah ada sepuluh warga yang di bawa ke Polsesk Kecamatan Kulonkali," kata Dzul.
"Bagaimana, mau ditangkap atau bersembunyi?" Tanya Kliwon.
"Saya akan bersembunyi tapi tidak di rumah Kliwon," kata Rajab.