Mohon tunggu...
Mukhotib MD
Mukhotib MD Mohon Tunggu... Penulis - consultant, writer, citizen journalist

Mendirikan Kantor Berita Swaranusa (2008) dan menerbitkan Tabloid PAUD (2015). Menulis Novel "Kliwon, Perjalanan Seorang Saya", "Air Mata Terakhir", dan "Prahara Cinta di Pesantren."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bom Surabaya, Saatnya Negara Bertindak

13 Mei 2018   11:26 Diperbarui: 13 Mei 2018   11:37 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ledakan bom yang terjadi di Surabaya, sungguh memancing kemarahan seluruh masyarakat Indonesia yang cinta damai.

Ledakan terjad di depan Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya. di depan Gereja Kristen Indonesia, Jalan Diponegoro, dan di depan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jemaat Sawahan, Jalan Arjuno.

Dalam update terakhir dari berbagai media, saat tulisan ini ditayangkan, ada 9 korban yang meninggal dunia dan 40 orang mengalami luka-luka dan dalam perawatan di rumah sakit.

Ledakan bom ini, menyusul peristiwa penyanderaan terhadap aparat keamanan di Mako Brimob, Jakarta. Dan menjadi gambaran serius dan menjadi pertanda masih hidup kelompok-kelompok di negeri ini yang ingin mencapai dan memenuhi kepentingannya dengan cara menebar rasa takut, menebar kecemasan, dengan membunuh dan melukai masyarakat sipil dengan meledakkan bom.

Peristiwa serangkaian tindakan ini, saatnya pemerintah melakukan startegi dalam menghadapi tindakan-tindakan teror yang diyakini masih akan terus terjadi. Tindakan terpenting bagi pemerintah mulai memastikan kelompok-kelompok yang bertanggung jawab atas peledakan bom itu.

Tindakan ini akan menjadi batu uji bagi badan intelejen nasional yang memiliki kapasitas dalam membongkar tindakan-tindakan terorisme yang membangun sistem jaringan kerjanya rapat, rumit dan tersembunyi.

Meski terorisme sudah bukan lagi sebagai potensi di negeri ini, melainkan sudah menjadi tindakan nyata, pemerintah tetap diharapkan tidak membentuk komando gabungan elit TNI dan Polri yang justru bisa menimbulkan persoalan baru.

***

Korban nyawa dan luka akibat tindakan terorisme hendaknya menjadi refleksi kesadaran bagi para ulama dan pimpinan agama di negeri ini, agar tak mudah membenarkan tindkaan-tindakan sewenang-wenang dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, tindkaan-tindakan seperti itu bisa menjadi bibit dari teoritis.e.

Pernyataan-pernyataan yang menyulut pembedaan dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk yang membangkitkan kebencian antar kelompok dalam masyarakat.

***

Bagi masyarakat tindakan paling penting saat ini adalah bersama-sama melawan seluruh tindakan terorisme di negeri ini. Gerakan-gerakan sipil seperti penggunaan  tagar #lawanterorie, *tiidaktakutteroris sebagai upaya menunjukkan semangat perlawanan terhadap aksi-aksi teror yang sama sekali bukan tradisi dalam kehidupan dan budaya di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun