Dalam Konferensi Ulama Internasional yang menghadirkan para ulama dan cendekiawan muslim dari berbagai negara, Presiden Jokowi mengatakan Islam wasatiyyat (Islam jalan tengah) bisa menjadi jawaban atas munculnya berbagai persoalan global (Kompas, 2/5/2018).
Pernyataan kritisnya, apa yang bisa diharapkan dari gagasan Islam jalan tengah dalam menjawab menguatnya berbagai gerakan Islam yang acap kali memercayai kebenaran kelompok sebagai kebenaran tunggal, mengatasi persoalan kemanusiaan---kemiskinan, keterbelakangan, dan juga berbagai gejolak internasional?
Melacak Gerakan
Gagasan Islam jalan tengah di Indonesia wacana Islam jalan tengah, mulai menguat dalam gerakan intelektual kaum muda NU melalui Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) di Yogyakarta. Di awal tahu 90-an. Gerakan mereka mengusung gagasan Islam Toleran, sebuah cara beragama yang ramah terthadap berbagai keragaman budaya dan tradisi. Penyebarannya dilakukan dengan penerjemahan buku-buku kritis, antara lain, Dekonstruksi Syariah karya Abdullah Ahmed An-Nai'im dan Kiri Islam Telaah Kritis Pemikiran Hassan Hanafi karya Kazuo Shimugaki. Pemikiran ini cepat berkembang dan mendapatkan minat dari  kalangan muda lintas kelompok yang haus terhadap perubahan-perubahan dan pemikiran kritis Islam.
Penyebutan Islam wasatiyyah---dalam kata Arab, memungkinkan diartikan sebagai Islam moderat yang memilih jalan tengah dalam menghadapi persoalan yang muncul. Meskipun dalam pandangan Gus Mus, tak perlu menyebut Islam moderrat, sebab Islam itu memang moderat, tidak suka kepada perilaku yang berlebih-lebihan (ishraf). Teladan dasarnyam, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW, sebaik-baik perkara diambil tengah-tengahnya. Dalam konteks seperti inilah Islam jalan tengah akan mampu mewujudkan misi terbesar Islam sebagai rahmatan lil 'Alamin, rahmat bagi semua alam semesta dan isinya.
Tiga Strategi
Dalam semangat Islam rahmatan lil 'Alamin, Islam jalan tengah bisa mewujud dengan menempuh tiga strategi persaudaraan yang harus dikembangkan dalam kehidupan beragama dan sosial. Pertama, Ukhuwah Islamiyah, tali persaudaraan yang diikaat dalam aturan-aturan agama Islam.Â
Persaudaraan ini dengan demikian mengacu pada ikatan sesama muslim, tidak mengikat orang-orang yang beragama beda. Dalam persaudaraan sesama muslim ini  digambarkan eratnya seperti sebuah bangunan yang satu bagian dengan bagian yang lain saling menguatkan (kalbunyani yasuddu ba'duhu ba'dhan).
Dalam konteks inilah tindakan-tindakan yang saling mengkafirkan mesti dihindari, dengan jalan tak melakukan klaim kebenaran tunggal dalam memahami Alquran dan Assunnah dan harus dipaksakan kepada umat Islam yang berbeda tafsir kebenarannya, tak mudah menghalalkan darah seiman, dan bisa menerima pemahaman-pemahaman yang berbeda dalam menegakkan Islam.Â
Perpecahan umat Isalm dan saling kecam antar umat Islam sendiri melalui semangat Ukhuwah Islamiyah tak akan terjadi lagi.
Kedua, Ukhuwah Basyariyah, tali persaudaraan antar manusia, yang dalam konteks Indonesia sering disebutkan dengan terma persaudaraan antar umat beragama dan antar suku bangsa.Â