Mohon tunggu...
M Mabrur L Banuna
M Mabrur L Banuna Mohon Tunggu... Pengajar -

Tinggal di Makassar | Dulu LAPAR sekarang Kenyang |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Agar Kita Tidak Kalah dengan Barang-barang Itu

21 April 2017   20:02 Diperbarui: 22 April 2017   06:00 2330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih menurut Nielsen, ada beberapa alasan sehingga masyarakat memilih belanja melalui jari-jemari mereka, yaitu:

Pertama, Melalui penelusuran maya, barang yang akan dibeli dicari tahu dahulu. Mulai spesifikasi, bentuk hingga harga. Dengan kata lain, pembelanja akan merasa terbantu dengan informasi yang didapatkan di dunia maya.

Kedua, Membaca review produk yang akan dibeli dari netizen lain yang pernah menggunakan barang yang sama.

Ketiga, Belanja online memudahkan untuk memperbandingkan barang yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat lebih memilih informasi dari dunia maya ketimbang dari penjaga toko.

Namun belanja online bukanlah tanpa cela. Ada satu hal yang banyak dikhawatirkan netizen sebelum membeli yaitu kepercayaan.

Ada kekhawatiran akan barang yang dipajang sama persis dengan yang dijajakan secara online. Sebab sejumlah kasus semacam ini sudah pernah terjadi, seperti memesan handphone  namun yang terkirim adalah sabun mandi.

Sehingga, transaksi  jual beli di dunia maya membutuhkan kepercayaan lebih ketimbang transaksi offline/dunia nyata.

Tak jarang pelapak di instagram secara tegas menekankan ke calon pembeli dengan mencantumkan istilah “No Tipu-tipu” demi memperkaya kepercayaan.

Fenomena seperti ini laiknya invasi. Jika dulu hendak berbelanja, kitalah yang harus menghampiri sesuatu yang hendak dibeli hingga mencium kaca toko namun sekarang perlahan segala sesuatu sedang dan bahkan telah berada didepan retina mata kita.

Selain butuh kepercayaan, kita juga harus punya pertahanan agar kita tidak “kalah” dengan deretan barang yang entah dari mana asalnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun