Mohon tunggu...
MM NiningWijayanti
MM NiningWijayanti Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga dan pendidik

Seorang pendidik sekaligus seorang ibu bagi anak gadis kecil saya. Melalui wadah ini, saya mencoba menuangkan ide-ide, gagasan-gagasan, serta refleksi dan pengalaman saya bersama dengan anak-anak yang saya dampingi dan anak saya sendiri, kaitannya dengan perilaku, persahabatan, pendampingan, dan berbagai dinamika anak-anak.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

"Sebenarnya Anak-anak Mau Jadi Apa Sih?" Sebuah Refleksi Orang Tua Terhadap Perkembangan Anaknya

13 Desember 2024   11:50 Diperbarui: 13 Desember 2024   11:51 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Habis ngegolin. Sumber: Dokumen pribadi)

Mom and Dad, 

Apa yang akan mom and Dad lakukan untuk mengarahkan cita-cita anak-anak di usia mereka yang masih dini? Apakah ada dari antara kita yang mempunyai obsesi bahwa anak kita akan menjadi seperti diri kita saat ini? Mungkin karena kesuksesannya atau karirnya yang gemilang, sehingga anaknya harus sedemikian perfect seperti dirinya?   Ataukah ada di antara kita yang merasa "ya sudahlah, biarkan saja berproses mengikuti caranya sendiri-sendiri". 

Saya seorang ibu yang mempunyai anak gadis berusia 11 tahun di tahun 2024 ini. Saya tidak bisa meramalkan akan menajdi apakah dia di masa depan. Tetapi saya mempunyai keyakinan yang optimis bahwa dia akan mampu mewujudkan mimpinya. Anak saya sama seperti anak-anak pada umumnya, mempunyai banyak keinginan dan harapan di masa depan. 

Anak saya di usianya yang ke-11 ini selalu tertarik dengan apapun yang dia lihat dan dengar. Ketika dia berusia 6 tahun dia melihat temannya yang tinggal di dekat rumah mengikuti kegiatan silat. Akhirnya dia pun minta untuk didaftarkan silat. Sampai anak saya duduk di kelas 5 SD, dia masih terus mengikuti silat. Berbagai pertandingan dia ikuti dan meraih beberapa kejuaraan. Sampai suatu kali di sekolahnya dilaksanakan ekstrakurikuler sepakbola putri. Anak gadis saya yang sedikit tomboy ini pun meminta untuk bisa bergabung dengan tim sepakbola putri di sekolahnya. Sejak itu dia mulai konsen di sepakbola dan bercita-cita menjadi seorang pesepakbola putri.

Angan-angannya tidak berhenti di situ saja. Dia mengidolakan JKT 48. Ketika dia memasuki usia kelas 6 dan ditanya oleh teman atau guru-gurunya mau SMP di mana, dia selalu menjawab mau bersekolah di SMP Jakarta. Dalam pemikirannya ketika dia menjadi member JKT 48, dia harus bersekolah di Jakarta, karena asrama JKT 48 di kota itu. Sebagai seorang Ibu saya tidak pernah melarangnya untuk berangan-angan atau membangun harapannya di masa depan. Saya juga tidak pernah ngendo-ngendoni (mematahkan semangatnya). Saya suport semua mimpi besarnya agar menjadi kenyataan. Tetapi saya tetap memberikan masukan dan penguatan bahwa dia pun harus menyiapkan diri secara mental apabila cita-cita atau mimpinya itu nanti tidak terlaksana. 

Suatu kali saya ajak dia untuk nonton JKT 48 yang konser di Yogyakarta. Untuk pertama kalinya anak saya merasakan sungguh ground yang tercipta dari sebuah konser musik. Banyak yang berkomentar, "ngapain ngajak anak SD ke acara begituan". Ada juga yang bilang, "itu kan acara anak-anak muda, kalau anak-anak terlalu kecil mengikuti acara seperti itu". 

Masing-masing orang tua mempunyai cara sendiri-sendiri. Saya memahami bahwa ada kecemasan, ada ketakutan tersendiri dalam diri orang tua jika melakukan hal-hal berbeda bagi anaknya. Saya memang berusaha untuk mengeksplor semua pengalaman agar anak saya terbuka wawasannya. Anak saya perlu membuka mata bahwa ada begitu banyak kemungkinan untuk masa depannya. Bahwa tidak ada yang mustahil di dunia ini dengan tekat, usaha, dan doa yang kuat darinya. 

Setelah melihat konser tersebut, anak saya menjadi semakin bersemangat untuk menjadi member JKT 48. Dia melihat dunia begitu luas. Dia bisa menjadi apapun di dunia ini seperti yang dia lihat. 

Beberapa waktu berlalu di mana ada event turnamen sepakbola putri. Anak gadis saya begitu bersemangat mengikutinya. Turnamen satu berjalan dengan lancar dengan hasil kurang maksimal. Timnya hanya bisa masuk 8 besar. Tetapi turnamen kedua lebih luar biasa. Timnya bisa masuk 3 besar dan memperoleh juara 3. Sebuah pencapaian yang luar biasa baginya. Semenjak itu dia berangan-angan untuk menjadi seorang pemain sepakbola putri yang handal. Saya biarkan dia tetap mempunyai angan-angan di masa kecilnya. Saya biarkan dia terus memilih dan menyeleksi apapun yang dia alami dan dia inginkan. 

(Foto: Habis ngegolin. Sumber: Dokumen pribadi)
(Foto: Habis ngegolin. Sumber: Dokumen pribadi)

Pengalaman berikutnya yang lebih aneh lagi  adalah ketika dia mengikuti diskusi dan bedah film. Tentunya ini pengalaman yang berbeda dari yang sudah-sudah. Kali itu saya ajak dia mengikuti diskusi bersama dengan para Romo, Suster yang adalah kaum biarawan biarawati dan mahasiswa-mahasiswa dari beberapa universitas di kota Yogyakarta.  Ketika di akhir diskusi apa yang dia bilang? Dia pengen menjadi seorang pastor Serikat jesus (SJ). Jika sebelumnya dia bermimpi menjadi seorang pesilat, kemudian seorang singer member JKT 48  , kemudian menjadi seorang pemain sepakbola, tapi yang berikutnya adalah ide yang agak gila memang. Menjadi seorang pastor padahal dia adalah seorang gadis. Tetapi ketika ucapan anak saya itu saya sampaikan ke Frater dan Romo SJ, bukannya beliau mengatakan tidak mungkin, tetapi bisa saja terjadi seandainya aturan dalam Gereja Katolik berubah (nahhhhh ituuuu, ga tahu kapan).

Saya yakin jika anak saya menemukan pengalaman yang lain lagi, dia akan tertarik dan mengatakan ingin menjadi seperti ini atau itu. Bagi saya itu bukanlah hal yang salah. Saya tetap memotivasi apapun harapan dan mimpi-mimpinya.  Dengan bermimpi, dia menjadi mempunyai motivasi untuk belajar lebih dan meningkatkan potensi dirinya.

Anak-anak kita tumbuh dengan berbagai potensi. Inilah yang saya yakini. Jika anak saya tidak unggul di dalam satu atau dua hal, dia pasti mempunyai keungulan di hal yang lain. Keunggulan itu pasti berbeda dari teman atau anak-anak yang lain. Saya tidak perlu memaksakan mau menjadi seperti apakah dia kelak di kemudian hari. Sebagai orang tua peran saya mendampingi dan memotivasi agar dia semakin optimis terhadap masa depan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun