Fenomena penggunaan bahasa kasar di kalangan remaja saat ini semakin terlihat jelas dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, terutama di era digital dan media sosial. Bahasa kasar yang dulu dianggap tabu dan hanya digunakan dalam situasi tertentu, kini tampak lebih mudah diterima dan bahkan menjadi bagian dari cara komunikasi sehari-hari.Â
Banyak remaja yang secara terbuka menggunakan kata-kata kotor, baik dalam percakapan langsung maupun di dunia maya, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya.Â
Fenomena ini menimbulkan berbagai kekhawatiran, terutama terkait dengan bagaimana hal ini mempengaruhi perkembangan karakter, hubungan sosial, dan budaya masyarakat secara umum.
Salah satu penyebab utama meningkatnya penggunaan bahasa kasar di kalangan remaja adalah pengaruh lingkungan, terutama dari teman sebaya. Di usia remaja, pergaulan dan pengakuan dari teman-teman menjadi sangat penting.Â
Remaja cenderung meniru perilaku dan gaya bicara dari orang-orang di sekitarnya untuk merasa diterima dalam kelompok. Ketika dalam lingkungan tersebut bahasa kasar menjadi hal yang biasa, maka tidak mengherankan jika mereka juga mengadopsi kebiasaan yang sama.
Selain itu, media sosial juga memiliki peran besar dalam menyebarkan penggunaan bahasa kasar. Platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter kerap menjadi ruang di mana remaja saling berinteraksi, berdebat, atau bahkan membuat konten yang memuat kata-kata kasar. Algoritma media sosial yang sering memprioritaskan konten yang kontroversial atau ekstrem juga memperparah situasi ini.Â
Konten yang mengandung kata-kata kasar atau bersifat provokatif sering kali mendapatkan perhatian lebih besar, baik dalam bentuk like, komentar, atau share. Hal ini mendorong remaja untuk berpikir bahwa menggunakan bahasa kasar adalah cara yang efektif untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan di dunia maya.
Budaya pop, terutama melalui musik, film, dan konten video, juga turut memperkuat normalisasi bahasa kasar di kalangan remaja. Lirik lagu yang mengandung bahasa vulgar, dialog film, atau video kreator di platform seperti YouTube sering kali dipenuhi dengan kata-kata kasar.Â
Remaja yang terpapar secara terus-menerus oleh konten semacam ini, baik secara sadar atau tidak, akan menganggap penggunaan bahasa kasar sebagai sesuatu yang lumrah.
Dalam beberapa kasus, bahasa kasar bahkan digunakan sebagai bentuk ekspresi diri atau identitas. Beberapa remaja menggunakan bahasa kasar untuk menunjukkan "kebebasan" atau "pemberontakan" terhadap norma-norma sosial. Di sisi lain, ada yang menggunakannya sebagai cara untuk menunjukkan keberanian atau ketangguhan di depan teman-teman mereka.Â
Sayangnya, pemahaman ini sering kali salah arah dan tidak memperhitungkan dampak negatif yang lebih luas, baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang-orang di sekitar mereka.