Mohon tunggu...
M Lendri Julian
M Lendri Julian Mohon Tunggu... Penulis - Sedang ber-fiksi. Hubungi aku via do'a

Seorang lelaki dari Purwakarta. Datang untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Bunga

1 September 2019   12:11 Diperbarui: 4 September 2019   09:08 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selepas Salat Ashar Bunga terdiam, duduk bersila di atas sajadahnya. Neneknya sudah memanggil-manggilnya, menyuruhnya pergi berbelanja bermacam keperluan untuk dagang nasi uduk di hari esok. Namun Bunga masih terdiam. Mulutnya komat-kamit membacakan bacaan dzikir. Bunga berusaha khusyuk, agar jiwanya sampai kepada Sang Pencipta.

"Bunga cepet belanja. Udah mau Maghrib." Suruh Neneknya.

"Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah." Terdengar suara Bunga yang tetap fokus pada dzikir-nya. Neneknya tak dia sahut.

Neneknya terdiam, menganggap Bunga masih fokus terhadap dzikiran-nya. Sembari menunggu selesainya dzikir Bunga, Nenek menyalakan televisi. Begitu ternyalakan televisi itu, Nenek mendapati channel yang menyiarkan berita. Berita yang mewartakan berbagai peristiwa penting yang sedang dialami Indonesia.

Nenek mendapati berita tentang Pemindahan Ibu Kota Indonesia yang akan segera dilakukan oleh Pemerintah. "Presiden Jokowi  meresmikan Kaltim menjadi tempat tujuan Pemindahan Ibu Kota Indonesia." Baca Nenek pada judul topik yang sedang disiarkan channel berita tersebut.

"Alhamdullilah, Alhamdullilah, Alhamdullilah." Bunga masih melanjutkan dzikir-nya pada sore itu. Suara dzikir-nya mengeras. Dia mencoba menambahkan fokusnya, karena suara seorang penyiar berita di channel yang sedang ditonton Nenek, amat menganggunya dalam ber-dzikir. Suara dzikir Bunga dan suara seorang penyiar berita pun kini tengah saling mengadu suara pada sore itu.

Waktu sudah hampir menuju Maghrib. Belanja berbagai macam keperluan untuk dagang nasi uduk pun belum terlaksanakan oleh Bunga. Nenek pun semakin tak sabaran, sebab jika sudah malam, warung tempat berbelanja itu akan tutup. Berkali-kali Nenek melihat jam di dinding.

Dengan tak sabarnya, Nenek memanggil-manggil Bunga yang tengah asik ber-dzikir. Kali ini Nenek menggedor-gedor pintu kamar Bunga. Bunga masih tak menyahutnya. Pintu kamarnya masih tertutup rapat, terkunci, sehingga Nenek tidak bisa membuka pintu itu.

"Bunga cepet. Udah Mau Maghrib." Kata-kata itu terdengar lagi oleh Bunga.

"Iya, bentar lagi, Nek." Akhirnya Bunga menyahut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun