Mohon tunggu...
M Lendri Julian
M Lendri Julian Mohon Tunggu... Penulis - Sedang ber-fiksi. Hubungi aku via do'a

Seorang lelaki dari Purwakarta. Datang untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Bunga

1 September 2019   12:11 Diperbarui: 4 September 2019   09:08 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Cepet udah Maghrib ini."

"Iya iya."

"Bukan iya iya. Udah Maghrib. Nanti warungnya tutup."

"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar." Lanjut Bunga ber-dzikir.

Nenek kembali menonton televisi. Berita tentang Pemindahan Ibu Kota Indonesia masih disiarkan. Kali ini channel itu mengundang beberapa politisi sebagai narasumber terkait kebijakan pemerintah tersebut. Politisi yang pro pemerintah dan politisi yang kontra terhadap pemerintah, dipertemukan oleh channel tersebut. Dengan host duduk di tengah-tengah mereka, para politisi itu pun melontarkan argumennya. Nenek pun menontonnya.

"Dengan Pemindahan Ibu Kota ini, Negara Indonesia akan mendapati kemajuan. Daerah yang diresmikan sebagai Ibu Kota Baru pun sangat strategis, tidak rawan bencana, bersih dari polusi. Terlebih lagi, daerah tersebut berada tepat di tengah-tengah Negara Indonesia. Kaltim akan menjadi sentris yang baik bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia." Seorang politisi yang pro memulai melontarkan argumen.

"Jakarta adalah kota sejarah. Berbagai macam peristiwa penting terjadi di Jakarta. Jakarta adalah tempat para elite merumuskan dan memperbaiki keadaan Negara Indonesia. Lagi pula, pemindahan Ibu Kota akan memakan banyak biaya. Bukankah biaya itu lebih baik digunakan untuk keperluan rakyat?" Balas dari seorang politisi yang kontra.

Nenek menyaksikan acara perdebatan itu dengan seksama. Jam di dinding yang sudah menunjukan waktu hampir Maghrib pun tak lagi Nenek pandang. Namun suruhannya kepada Bunga untuk belanja belum dilupakannya. Akhirnya Nenek kembali memanggil-manggil Bunga, di sela-sela acara perdebatan yang sedang berlangsung.

"Bunga, gimana belanja teh? Kalau nggak mau, biar Nenek aja yang belanja."

"Iya Nek, iya. Bunga belanja sekarang." Sahut Bunga pada akhirnya. Dzikir-nya telah dia selesaikan. Pintu kamarnya terbuka, Bunga pun keluar dari kamarnya. Nenek memberinya uang belanja, dan akhirnya Bunga melangkahkan kakinya menuju warung untuk membeli bermacam keperluan nasi uduk yang akan dijual esok.

Langit memperlihatkan senja ketika Bunga sudah berada di luar rumah. Langkah demi langkah telah membuat Bunga hampir tiba ke warung tujuan. Sapaan demi sapaan tersampaikan oleh Bunga kepada orang-orang di sekellilingnya pada senja itu. Tak lama setelahnya, Bunga pun tiba di warung. Dia segera merapikan uang yang sedari tadi digenggamnya, lalu memesan belanjaan Neneknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun