Mohon tunggu...
Mir
Mir Mohon Tunggu... Penerjemah - author

Alumnus Sastra Arab|Minat Kajian Timur Tengah|Fakultas Ilmu Budaya|Universitas Sebelas Maret Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Esai-Deskriptif: Syiah Imamiyah

16 November 2013   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:05 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: MK. Wirawan*)

Indonesia memiliki ragam budaya termasuk di dalamnya kepercayaan, keyakinan dan agama. Tanpa perlu ditanya, lazimnya masyarakat sudah paham betul bahwa Islam merupakan agama dengan pemeluk terbanyak di bumi pertiwi. Bahkan dari Islam itu sendiri lahir dua mazhab besar yang telah dikenal oleh seluruh umat di dunia. Mazhab Sunni dan Syiah. Keduanya memiliki latar belakang historis yang kuat, penuh liku dan tentunya pro serta kontra. Masing-masing penganutnya merasa paling benar. Merasa sudah mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw sebelum beliau wafat. Pro dan kontra itu terus berdampingan hingga kini. Baik menuai kebaikan, tak jarang keburukan, saling curiga, main tuding, asal beri label, cap kafir, pendosa, pengkhianat dan sebagainya. Fenomena ini marak terjadi di Indonesia, hingga kita bisa merasakan sengitnya kasus Syiah di Sampang Madura dan berbagai gejolak masyarakat lainnya yang terpicu dari unsur pergerakan keagamaan yang di bawa dari Timur Tengah atau jika dipandang dari geografis Indonesia, merupakan Asia Barat.

Dari sekian banyak pemeluk Islam di tanah air, kebanyakan adalah penganut Islam bermazhab Sunni. Adalah mereka yang dalam pemahaman singkat masyarakat adalah mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar ibn Khattab, Usman ibn Affan dan terakhir Ali ibn Abi Thalib. Atau ringkasnya memilih pemimpin berdasarkan sistem demokrasi yang saat itu telah berlangsung demi mengganti kepemimpian Rasulullah Saw tanpa bermaksud menggeser posisi beliau dari sifat kenabian dan kerasulannya. Adapun yang menjadi minoritas di negara berkembang ini juga umum diketahui masyarakat adalah mereka para penganut Syiah. Keberadaan mereka di Indonesia seakan-akan seperti merangkak di bawah tanah. Tidak terpampang di media dengan bebas seperti Sunni, tidak terlihat dengan praktik dan perkumpulan besar. Sebab, baru sedikit saja ada perkumpulan Syiah di tengah masyarakat yang awam akan Syiah, pasti tercetus permasalahan. Seperti yang telah kita ketahui soal nasib para penganut Syiah di Sampang.

Sungguh ironis melihat tali persaudaraan sesama bangsa sendiri mesti tercerai beraikan sebab perbedaan ideologi. Bahkan agama. Bahkan sepertinya bukan sebuah masalah berbeda apa yang disembah. Hanyalah perbedaan berpikir, perbedaan cara sebab ijtihad yang diterima sangatlah lain, tidak sama. Tidak sedikit pertumpahan darah terjadi, juga kesenjangan sosial. Hal ini tidak melahirkan perbaikan apapun selain korban mati, luka-luka, ibu yang kehilangan anaknya, suami yang kehilangan istrinya. Keluarga yang terpisahkan sebab ancaman pihak luar, kehidupan yang tidak damai. Tidak membahagiakan.

Tidak hanya Syiah yang dipandang sebelah mata memang. Banyak sudah gerakan keagamaan lain yang dalam perspektif orang-orang tak paham sebenarnya, merupakan gerakan yang mesti dibasmi. Secara membabi buta dan tidak berpri-kemanusiaan. Demi tercapainya sebuah pemahaman yang baik, kehidupan bahagia antar umat beragama meski perbedaan itu jelas ada dan terlihat, penulis bermaksud memberikan serangkaian informasi mengenai Syiah. Serta bagaimana kita bisa memahami Syiah secara holistik tanpa perlu mengganti apa yang sudah kita yakini.

Pengertian Syiah

Naubakhti (wafat 310 H) menulis pengertian Syiah sebagai berikut: “Syiah merupakan istilah yang berkenaan dengan orang-orang yang di masa Nabi Allah Saw dan sesudahnya, menganggap Ali sebagai imam dan khalifah [yang abash] dengan melepaskan diri dari orang-orang selainnya dan menghubungkan diri dengannya.” Selain itu, Abu Al-Hasan Asy’ari mengatakan, “Alasan mengapa kelompok ini dinamakan Syiah adalah karena mereka merupakan para pengikut Ali, dengan memberikannya hak yang lebih tinggi di atas sahabat-sahabat lainnya.”

Istilah Syiah memiliki makna sebagai pengikut atau secara konvensional menunjukkan kelompok muslim yang selepas wafatnya Rasulullah Saw meyakini bahwa fungsi kepemimpinan dalam masyarakat Islam merupakan hak prerogratif Ali dan para penerusnya yang dianggap maksum. Dalam pembahasannya tentang Imamah, Ja’far Subhani juga menjelaskan bahwa kemunculan Syiah (Shi’ism) tidak dapat dipisahkan dari asal-usul agama Islam. Ia katakan bahwa Islam dan Shi’ism memanifestasikan dirinya secara bersamaan. Dengan landasan inilah dikatakan pula bahwa Shi’ism bukanlah akibat konspirasi orang-orang Saqifah; bukan muncul melalui peristiwa-peristiwa yang terkait dengan pembunuhan Usman; tidak berkaitan dengan fenomena seperti itu atau sebab imajiner-imajiner lainnya. Sebaliknya, Rasulullah Saw sendiri yang berdasarkan petunjuk Tuhan dan melalui deklarasinya berulang kali menanamkan benih Shi’ism dalam hati para sahabatnya, dan secara bertahap mengolah benih ini sedemikian hingga sekelompok sahabat utama, seperti Salman Al-Farisi dan Abu Dzar Ghifari menjadi Syiah Ali atau pendukung Ali.

Dalam Syiah, prinsip Imamah yang mereka pegang sebagai doktrin utama ajaran ini, merupakan prinsip yang menyatukan sekaligus membagi mereka dalam tiga cabang besar. Pembagian ini yang belum banyak dimengerti oleh khalayak. Kesungguhan untuk membaca runut sejarah pembagian tiga cabang besar Syiah ini yang menjadi kunci utama dalam pemahaman tentang mereka. Syiah terbagi menjadi Syiah Itsna-‘Asyariyah atau lebih dikenal dengan Syiah Dua Belas, kemudian Syiah Zaidiyah dan Syiah Ismailiyah.

Adapun ketiganya merupakan Syiah atau Syiah Imamiyah. Di sini harus dipahami betul bahwa istilah Syiah Imamiyah bukan merujuk pada Syiah Itsna-‘Asyariyah saja melainkan semua cabang tersebut adalah Syiah Imamiyah. Secara etimologi, Syiah Imamiyah berarti Syiah yang berhaluan pada keimaman. Syiah yang memiliki imam. Dan semua cabang besar itu memiliki imam yang mereka yakini.

Jadi, istilah Syiah Imamiyah merujuk pada semua Syiah secara umum. Adapun pembagiannya hanya menjadi tiga cabang besar. Dan masing-masing cabang tersebut memiliki imam sesuai yang diyakini penganutnya.

Syiah Itsna-‘Asyariyah

Penganut Syiah Itsna-‘Asyariyah berpedoman pada sebuah hadist yang menurut mereka, hadist ini ditemukan pula dalam sebagian besar koleksi hadist Sunni yang diakui sahih. Hadist ini berbunyi, “Agama (din) akan selalu berjaya melalui [berkat kehadiran] dua belas khalifah.” Kedua belas imam tersebut dijelaskan Subhani diantaranya:

1.Ali ibn Abi Thalib dengan gelar Amirul-Mukminin atau Pemimpin Kaum Beriman (lahir dua tahun sebelum awal misi kenabian. Wafat pada 40 Hijriyah atau 660 Masehi dan dimakamkan di Najaf).

2.Hasan ibn Ali dengan gelar Al-Mujtaba atau Yang Terpilih (3-50 H/624-670 M) dimakamkan di komplek pemakaman Baqi, Madinah.

3.Husain ibn Ali dengan gelar Sayyidusy Syuhada atau Pemimpin para Syuhada (4-61 H/625-679 M) dimakamkan di Karbala.

4.Ali ibn Husain dengan gelar Zainal Abidin atau Tiara Para Pesuluk (38-94 H/658-711 M) dimakamkan di komplek pemakaman Baqi, Madinah.

5.Muhammad ibn Ali dengan gelar Baqirul-‘Ilm atau Sang Pendedah Ilmu (57-114 H/675-732 M) dimakamkan di komplek pemakaman Baqi, Madinah.

6.Ja’far ibn Muhammad dengan gelar Al-Shadiq atau Yang Berkata Jujur (73-148 H/692-765 M) dimakamkan di komplek pemakaman Baqi, Madinah.

7.Musa ibn Ja’far dengan gelar Al-Kazhim atau Yang Menahan Amarah (128-183 H/744-799 M) dimakamkan di Kazhimain, Baghdad.

8.Ali ibn Musa dengan gelar Al-Ridha atau Yang Rida (148-203 H/765-817 M) dimakamkan di Masyhad.

9.Muhammad ibn Ali dengan gelar Al-Jawad atau Sang Dermawan (195-220 H/809-835 M) dimakamkan di Kazhimain, Baghdad.

10.Ali ibn Muhammad dengan gelar Al-Hadi atau Pemberi Petunjuk (212-254 H/827-868 M) dimakamkan di Samara.

11.Hasan ibn Ali dengan gelar Al-Askari atau Patriot Sejati (232-260 H/845-872 M) dimakamkan di Samara.

12.Muhammad ibn Hasan dengan gelar Al-Hujjah/Al-Mahdi atau Dalil Yang Kuat/Orang Yang Mendapat Petunjuk (255 H/869 M) yang dianggap para pengikut aliran ini sebagai Mahdi. Ia dipercaya masih hidup dalam keadaan gaib hingga saatnya Allah memerintahkan dirinya muncul untuk membangun otoritas Islam di seluruh penjuru dunia.

Menurut penganut Syiah Itsna-‘Asyariyah mengenai Mahdi yang gaib ini merupakan aksioma kepercayaan Islam. Itu artinya merupakan kesepakatan seluruh komunitas muslim. Subhani menjelaskan pula, bahwa hadist-hadist mengenai ini telah mencapai level tertinggi kesahihan dengan estimasi; 657 hadist dengan salah satunya yang ia kutip dari Musnad Ahmad ibn Hanbal, “Sekalipun usia dunia tinggal tersisa satu hari saja, Allah akan memanjangkan hari itu hingga seorang lelaki yang muncul dari keturunanku, yang akan memenuhi dunia dengan keadilan dan kesetaraan, sebagaimana sebelumnya dipenuhi kezaliman dan penindasan.” Subhani juga menjelaskan bahwa tidak ada perselisihan mengenai hal ini baik dari kalangan Syiah maupun Sunni. Namun satu hal yang menjadi perdebatan apakah sosok Mahdi ini dilahirkan di masa lalu dan masih hidup hingga kini ataukah baru akan datang ke dunia di waktu mendatang. Syiah dan beberapa kelompok Sunni memiliki keyakinan yang sama bahwa tokoh Mahdi ini dilahirkan pada tahun 255 Hijriyah dan masih hidup sampai hari ini. Namun, beberapa ulama Sunni lainnya meyakini bahwa tokoh ini akan lahir di waktu mendatang.

Syiah Zaidiyah

Syiah Zaidiyah tidak meyakini adanya Imam Mahdi seperti yang diyakini para penganut Syiah Dua Belas Imam. Dinamakan Zaidiyah sebab aliran ini merupakan pengikut Zaid, cucu Al-Husain atau putra pertama dari Imam Ali Zainal Abidin. Sekte ini yang dikatakan Hitti sebagai sekte yang paling dekat dengan Sunni dan dalam beberapa hal paling toleran. Selain tidak mengimani adanya Imam Mahdi, sekte ini tidak menerapkan nikah mut’ah serta tidak menerapkan prinsip Taqiyyah (sikap kewaspadaan). Kesamaannya dengan sekte Syiah lain hanyalah prinsip Imamah serta permusuhan dengan Tasawuf.

Syiah Ismailiyah

Syiah Ismailiyah bisa diketahui dari nama sekte ini merupakan pengikut Ismail, putra pertama Imam Ja’far Al-Shadiq. Awalnya, dalam urutan keimaman, Al-Shadiq berencana menjadikan Ismail sebagai imam selanjutnya. Namun, sebab perilaku Ismail yang gemar mabuk-mabukan dan serakah menjadikan Al-Shadiq merubah keputusannya dan menjadikan Musa Al-Kazhim, putra keduanya sebagai penggantinya. Meski demikian, penganut sekte Ismailiyah ini tetap berkeyakinan pada sosok Ismail. Bahkan sosok Ismail pun diimani sebagai Mahdi yang tersembunyi bagi sekte ini.

Dari sekte Ismailiyah, sesuai kronologis sejarahnya dalam History of The Arabs, Hitti mendeskripsikan bahwa sekte ini melahirkan banyak aliran gerakan keagamaan lain. Termasuk di dalamnya lahir Syiah garis keras, aliran batiniyah yang kemudian berganti nama menjadi aliran Qaramitah sebab merujuk pada sosok Hamdan Qarmath. Hitti juga mencatat bahwa aliran Qaramitah ini merupakan suatu gerakan yang paling jahat dalam sejarah tubuh politik Islam sebab menumpahkan darah musuh-musuhnya. Bahkan jika musuhnya yang terbunuh adalah muslim pun dianggap sah. Sesuai runtuhnya aliran Qaramitah, masih ada aliran lain yang juga berpedoman pada Ismailiyah seperti; aliran Druwis.

Dari sini lahir pula Neo-Ismailiyah atau kelompok Hasyasyin di Alamut dan Suriah, kelompok Nusairis di utara Suriah (diadopsi dari nama Muhammad ibn Nusair, seorang partisan Imam ‘Alawiyah kesebelas, Al-Hasan Al-Askari). Perlu dicatat pula bahwa dari sekte kelahiran aliran Ismailiyah banyak yang condong pada gerakan keagamaan berbau anarkis, para pembunuh. Hanya sebagai pemuasan hasrat untuk balas dendam pribadi dan berkedok agama. Bahkan dalam Mazhab Syiah Imamiyah secara global menilai bahwa kelompok seperti Qaramitah, Druwis, Hasyasyin dan Nusairis serta sekte-sekte anarkis lain dinilai sebagai kelompok ekstrim dan ghullah (sesat). Perspektif sesat ini berdasarkan bukti-bukti dari pemikiran para penganut kelompok ini diantara tidak mengakui Rasulullah Saw sebagai penutup para nabi, pendapat mereka kabur akan keagungan Allah Swt, dan menyatakan bahwa Jibril telah salah menyampaikan wahyu Allah kepada Rasulullah Saw yang seharusnya turun kepada Ali. Serta masih banyak sekte lainnya yang tidak memungkinkan untuk dibahas dalam pemaparan sederhana ini. Sekte-sekte inilah yang kemudian lebih banyak diperhatikan Kaum Sunni konservatif dan menjadikannya sebagai titik utama penilaian terhadap Syiah Imamiyah secara holistik.

Sebagai konklusi, dengan menyimak pengertian Syiah secara umum berikut pembagiannya, penulis berharap pembaca dapat mengerti arti Syiah sebenarnya. Kemudian selanjutnya penulis akan menyerukan sebuah ajakan untuk meningkatkan perdamaian. Perdamaian antara siapa? Perdamaian baik Syiah maupun Sunni, atau sekte-sekte apapun yang mengalir dari mereka, selama tidak berbentuk firqah yang jelas-jelas sesat-menyesatkan atau menistakan agama, penulis rasa penting untuk saling mengenal satu sama lain sebagai individu-individu yang beragam yang telah diciptakan Allah Swt dan berhak menjalankan apa yang mereka yakini selama tidak mengganggu keyakinan orang lain.

Perdamaian tidak akan tercapai jika setiap kelompok dalam aliran agama merasa dirinya paling benar dan menyalahkan kelompok lainnya hanya sebab perbedaan ideologi dan tata cara beribadah. Manusia diciptakan dengan segala perbedaannya untuk kemudian menghargai perbedaan orang lain. Dengan demikian, upaya untuk menghargai tersebut dapat dilihat dari cara bagaimana seseorang memperlakukan dan mempelajari budaya orang lain tanpa perlu merubah budaya atau keyakinan yang telah ia miliki.

Reference:

Hitti, Philip K. 2008. History of The Arabs. Jakarta:Serambi

Subhani, Ja’far. 2012. Syiah Ajaran dan Praktiknya. Jakarta:Nur Al-Huda (diterjemahkan dari Doctrines of Shi’i Islam: A Compendium of Imami Beliefs and Practices. Terbitan Imam Sadeq Institute, Qom bekerja sama dengan The Institute of Ismaili Studies, London tahun 2003)

*) Penulis adalah mahasiswa S1 Jurusan Sastra Arab, minat Kajian Timur Tengah Fakultas Sastra Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Jurnalis dan cerpenis yang memulai karir jurnalistiknya pertama kali sebagai radio announcer Riafm Solo-Jaringan Radio Sonora dan reporter magang di Koran Sebelas Maret. Saat ini masih aktif menulis cerita pendek, novel, berita artikel seputar UNS, Solo, budaya dan Kajian Timur Tengah. Penulis dapat dihubungi melalui email mira_wirawan@yahoo.co.id atau follow twitternya @mkwirawan.

Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari. Jil 2 hal 224; Baihaqi, al-sunan, jil 2 hal 28.

Ja’far Subhani. Syiah Ajaran dan Praktiknya. Hal 144.

Ibid. hal 146.

Ibid. hal 164.

Philip K. Hitti. The History of The Arabs. Hal 569

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun