Mohon tunggu...
Taufan Difinubun
Taufan Difinubun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis Amatiran

Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Universitas Merdeka Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mereflekasikan Teori Eksistensialisme Jean Paul Sartre dengan Pendekatan Pemikiran Islam

10 Mei 2021   23:35 Diperbarui: 10 Mei 2021   23:36 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Assalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatu..

salam sejahtera bagi kita semua, semoga kita tetap diberi kesehatan dan dilindungi oleh Allah SWT.

Dalam tulisan ini saya ingin sedikit mengulik terkait dengan persoaReflekasi Teori Eksistensialisme Jean Paul Sartre dengan Pendekatan Pemikiran Islam.lan esensi/hakikat Eksistensialisme manusia menurut pandangan jean paul sartre dengan pendekatan pemikiran islam/tokoh.

agar tidak terkesan superbia dan sok tau, mungkin pada mulanya saya harus lebih dulu mengklaim bahwa pemikiran dan pemahaman saya masih terlalu dangkal terkait dengan konsepsi teoritis eksistensialisme jean paul sartre yg begitu luas dan beragam teori-teori barat lainnya. namun dalam tulisan ini saya hanya ingin mencoba mengkomparasikan pemikiran islam dengan teori jean paul sartre mengenai esensi dan eksistensialisme manusia. oleh karena itu silahkan tinggalkan kritikan dan tanggapannya apabila terdapat kesalahan dalam tulisan ini baik dari aspek teoritis ataupun penamaan tokoh, dan mohon untuk memberikan saranya terimakasih.

A. Pendahuluan

sebelum masuk pada pembahasan, mungkin lebih dulu kita perlu mengkaji terkait dengan definisi etimologis dari kata esensi dan eksitensialisme sebagi titik tolak dalam mengarungi samudra teoritis jean paul sartre yaitu mengenai konsep eksistensialismenya.

Eksistensialisme

secara etimologis eksistensialisme atau dalam bahasa latin eksisto yang artinya menyeruak, atau muncul ke permukaan, merupakan sebuah tradisi pemikiran filsafat eropa yang lahir pada abad ke-19 dan abad ke-20 terkait dengan posisi manusia sebagai subjek yang berpikir, subjek yang melakukan, subjek yang merasa, dan juga subjek yang hidup. main velue dari paham eksistensialisme ini adalah lebih kepada otentisitas individu manusia yang kongruen dengan kepercayaan dan keinginan manusia tersebut.

Esensi

adapun pengertian dari kata esensi secara etimologis dapat kita sederhanakan maknanya sebagai pokok, inti, atau nilai utama dari pada sesuatu, baik itu peristiwa, fenomena, konsep, teori, benda, dll.

B. PEMBAHASAN

Esensi dan Eksistensilisme Jean Paul Sartre.

mungkin sudah tak asing lagi bagi kita ketika mendengar nama jean paul sartre, seorang eksistensialis asal prancis yang lahir pada tanggal 21 juni 1905. jean paul sartre merupakan salah satu filsuf kontemporer yang mengembangkan sebauh paradigma saintifik dari Soren Kierkegaard mengenai qoidah fikriyah dari paham eksistensialisme yang melihat manusia sebagai subjek niresensial. jean paul sartre menganggap bahwa kelahiran esensialitas pada diri manusia bergantung pada corak eksistonya (eksistensi) pada jagat semesta yang kemudian menjadi landasan interpretasi dalam menerjemahkan esensial tersebut, berbeda dengan esensialitas yg terdapat pada benda yg dimana mampu tersentuh praduga manusia tanpa perlu untuk melihat eksistensinya terlebih dulu. lain lagi dengan hal-hal yg bersifat absurditas atau nirmaterial, hal tersebut oleh jean paul sartre disebut sebagai suatu esensi yg tak punya eksistensi.

jika berangkat dari teori jean paul sartre sebagai tolak ukur dalam mendefenisikan esensial manusia, maka mungkin saja kita akan diperhadapkan dengan ragam tafsiran yang berwarna banyak. karena jika kita menjadikan eksistensialitas sebagai barometer dalam menerjemahkan esensial pada manusia maka tentu hasil yg didapati justru akan relatif, sebab tak ada yg mengetahui kedok atau urgensitas dari pada eksistensial tersebut ditampilkan. 

relatifitas eksistensialisme ini bisa kita lihat pada karangannya Muhiddin m dahlan yaitu "Memoar Luka seorang Muslimah". Dalam karangan tersebut meceritakan tentang petualangan seks oleh nidah kirani sebagai tokoh feminisme yang telah mencicipi satu pelukan lelaki ke pelukan lelaki lainnya, mulai dari karakter dari eksistensi lelaki (manusia) yg bejat hingga eksistensi manusia yg terlihat baik/alim. 

dalam cerita tersebut iya memperlihatkan sisi lain dari dunia manusia, iya berada pada satu alam yg di dalamnya tidak ada sedikitpun kebohongan yg ditutupi eksistensi manusia. yah "sebab manusia hanya terlihat baik pada bajunya, jika dilepaskan maka semua akan sama" ( nidah kirani ), pernyataan ini menegaskan bahwa eksistensialitas yg diperlihatkan manusia bukanlah perwujudan yg sebenarnya. tidak heran jika Ihsan Abdul Quddus dalam bukunya "aku lupa bahwa aku perempuan" menyatakan bahwa "setiap manusia memiliki dua kepribadian, satu untuk dirinya dan satu untuk orang lain".

selain itu kita juga bisa belajar dari kisah perjuangan firdaus seorang feminis dari mesir yg harus dikenai hukuman mati di penjara hanya karena melawan kemunafikkan manusia, salah satu statement kontroversialnya kurang lebih seperti ini "semua lelaki itu sama bejat, kebaikan atas mereka hanya akan terlihat ketika mereka mati", atau "patriotisme bagi lelaki sama halnya dengan sex bagi kami". 

dari dua kisah tersebut dapat kita simpulkan bahwa eksistensi manusia yg muncul dipermukaan tidak selamanya menampilkan perewujudan yang sebenarnya.

berkaitan dengan eksistensi, Gilbert mengatakan karakteristik individualisme adalah keyakinan implisit bahwa relasi sosial bukanlah pembentuk pengalamannya yg paling fundamental. artinya ruang sosial atau sistem sosial tdk dapat memproduksi karakteristik atau nilai individu yg menjadi status sosial atau eksistensial seseorang. oleh karena itu, tak ada anasir apapun yang dapat menentukan karakteristik atau esensialitas seseorang jika hanya bermodal pada ukuran penilaian masyarakat terhadap eksistensinya, sebab dibalik status sosial masih terdapat kelemahan dan kerapuhan di sana. karena tak ada jaminan bagi manusia bahwa mereka bisa konsisten pada eksistensialismenya masing-masing.

jika demikian, maka jelaslah bahwa esensialitas yg bergantung pada corak eksistensi manusia dalam kehidupan menurut jean paul sartre hanya akan berakhir pada interpretasi yg relatif dan rapuh. 

Esensi dan Eksistensialisme Menurut Pendekatan Islam

Saya lebih sepakat dengan konsep esensialitas yg dikenalkan oleh murtadha muthahhari dalam bukunya "refleksi filsafat manusia ( Elixir Cinta Imam Ali )". meminjam pemikiran Imam Ali As, dalam karangannya murtadha muthahhari menjelaskan bahwa esensi atau disebutnya sebagai fitrah (kesucian) pada diri manusia adalah suatu kecenderungan yg selalu mengarah pada kebaikan (Khoir). murthada menjelaskan bahwa pada dasarnya hakikat atau esensi manusia adalah suatu kebaikan sejak ia lahr terlepas dari pada penerapannya dalam kehidupan. sebab menurutnya dalam kehidupan manusia hanya akan diperhadapkan oleh dua pilihan yaitu baik atau buruk. dan diantara kedua pilihan tesebut manusia cenderung akan memilih pilihan yg dianggap berdampak positif bagi kehidupannya. 

hal ini kemudian dianalogikan oleh murthada dalam sebuah ilustrasi ketika seorang manusia diberikan pilihan antara minuman beracun dan minuman segar manakah yg akan dipilih.? tentu saja ia akan memilih minuman yg menurutnya bermanfaat bagi kesehatan tubuhnya. dalam konteks ini pilihan-pilihan semacam itulah yg kemudian akan membentuk eksistensialitas manusia yg cenderung mengarah pada kebaikan. 

oleh sebab itu, dalam kitab fathul qhorib bab pendahuluan yg ditulis oleh "As-syekh, Al-imam, Al-alim, Al-ulama, Syamsuddin Muhammad ibnul Qhosim Asy-syafi'iyyu" karramallahu wajhah menjekaskan bahwa setiap manusia adalah baik sepanjang dia muslim dan beriman. ketika manusia itu dibekali akan ilmu agama (pengtahuan), maka kebiakannya akan meningkat menjadi kebaikan yang sempurna (khoirun kamilah). seperti pada hadits Rasulullah SAW : "Man yuridillahu bihi khoiran, Fahuwa yufaqqihu fiddiin". artinya "barang siapa yg diingini Oleh Allah kebaikan, maka dia akan diberi paham akan agama". pemahaman yg dimaksud adalah pemahaman secara kaffah atau dlm bahasa fiqih disebut "littafihim syai'an fasyai'an" (memahami sesuatu demi sesuatu). adapun juga dalam kehidupan, tidak sedikit kita dapati orang-orang yg beriman dan berilmu namun mereka kemudian masih melakukan keburukan, maka orang seperti itu menurut murthada muthahhar bahwa mereka adalah orang-orang yang membohongi fitranya sendiri. sebab tidak dipungkiri bahwa sanya mereka tentu menyadari tindakan kejahatan yg dilakukan itu adalah bertantangan dengan fitrah yg mereka miliki.

dalam kaitan ini, Yudi Latif dalam bukunya "revolusi pancasila" Bab 5 menjelaskan bahwa ada dua orientasi yg harus dilakukan manusia dalam membangun dan mengembangkan mental-kultru (superstruktur) individu manusia yaitu, orientasi ke dalam dan ke luar.

1. ke dalam

yaitu mengenali dirinya sebagai perwujudan dari alam (diferensiasi) baik dari aspek kecerdesan, keistimewaan dan potensi diri untuk kemudian membentuk eksistensialitas yg seimbang pada jagat raya.

2. ke luar

yaitu memberi wahana bagi setiap orang utk mengenali dan mengembangkan kebudayaan sebagai sistem pengetahuan dan perilaku bersama dengan cara olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah raga utk membentuk ruang sosial sebagai determinasi disposisi karakter baik atau buruk seseorang.

implikasi ruang sosial selain dari pada untuk membentuk mental-kultru kolektif, tentu juga dapat berpengaruh pada pembentukan karakteristik individu seseorang. oleh karena itu, menurut konsepsi teoritis pancasila menyebutkan bahwa kebijaksanaan seseorang hanya akan terbentuk jika berangkat dari kolektivitas ruang sosial yg dalam islam menyebutnnya sebagai hablumminannas.

C. KESIMPULAN.

Konklusi mutakhir dari pembahasan ini adalah pada dasarnya fitrah manusia adalah kecenderungan kepada hal-hal yg baik. namun terkadangan terdapat faktor-faktor eksternal yg kemudian memaksa manusia untuk keluar dari fitrahnya sendiri sehingga menyebabkan tertutupnya kebaikan-kebaikan yg ada pada diri mereka.

Sekian dan terikasih telah meluangkan waktunya untuk membaca tulisan sederhana ini, semiga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu Alaikum Warohmatullahi Wabarokatu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun