Mohon tunggu...
mkcandrakirana11
mkcandrakirana11 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Kasus Polisi Menembak Anggota Paskibraka di Semarang: Perspektif Hukum, Psikologi, dan Etika Profesi

27 November 2024   19:09 Diperbarui: 27 November 2024   19:13 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maulana Kartika Candrakirana

(240111100104) 

Analisis Kasus Polisi Menembak Anggota Paskibraka di Semarang: Perspektif Hukum, Psikologi, dan Etika Profesi

Abstrak

Kasus penembakan anggota Paskibraka oleh seorang polisi di Semarang telah menarik perhatian masyarakat luas. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis peristiwa ini dari perspektif hukum, psikologi, dan etika profesi kepolisian. Berdasarkan informasi yang tersedia, tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, pelanggaran kode etik profesi, dan menunjukkan potensi kegagalan dalam pengelolaan emosi serta pelatihan profesional. Artikel ini menyoroti pentingnya reformasi institusi penegak hukum dan peningkatan pelatihan psikologis bagi aparat untuk mencegah insiden serupa di masa depan.

Pendahuluan

Pada tahun 2024, kasus penembakan oleh seorang anggota kepolisian terhadap seorang anggota Paskibraka di Semarang mengejutkan publik. Korban, yang merupakan bagian dari generasi muda dengan masa depan cerah, kehilangan nyawa akibat tindakan yang tidak dapat dibenarkan secara hukum maupun moral. Peristiwa ini memicu diskusi mengenai akuntabilitas aparat penegak hukum, pentingnya pengawasan institusional, serta dampak psikologis dari tekanan kerja pada polisi. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis kasus tersebut melalui pendekatan multidisiplin guna memberikan wawasan yang komprehensif.

Kronologi Kasus

Menurut laporan media, insiden ini terjadi di sebuah lokasi umum di Semarang. Pelaku, seorang anggota polisi aktif, diduga menggunakan senjata api dinas untuk menembak korban setelah terjadi konflik verbal. Motif dari tindakan ini masih dalam penyelidikan, namun indikasi awal menunjukkan adanya emosi yang tidak terkendali. Kasus ini menyoroti kelemahan dalam pengawasan penggunaan senjata api oleh aparat dan kurangnya pelatihan pengelolaan emosi.

Analisis Hukum

Secara hukum, tindakan penembakan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan berdasarkan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut menyatakan bahwa "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun." Selain itu, apabila terbukti adanya unsur kesengajaan yang disertai perencanaan, pelaku dapat dikenakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Tindakan ini juga melanggar ketentuan internal Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Pelaksanaan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal-pasal dalam Perkap tersebut menegaskan bahwa anggota Polri harus mematuhi standar hak asasi manusia dan menghindari penggunaan kekerasan yang tidak proporsional.

Proses hukum terhadap pelaku harus dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya. Transparansi ini penting guna memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.

Perspektif Psikologis

Dari perspektif psikologi, kasus ini mengindikasikan potensi gangguan emosional atau psikologis pada pelaku. Polisi sering kali bekerja di bawah tekanan tinggi, yang jika tidak dikelola dengan baik dapat memicu stres, gangguan kecemasan, atau bahkan agresi. Menurut American Psychological Association (APA), individu dengan tingkat stres tinggi berisiko mengambil keputusan impulsif yang berbahaya.

Pelatihan manajemen stres dan evaluasi kesehatan mental secara berkala bagi anggota kepolisian menjadi penting untuk mencegah insiden serupa. Selain itu, implementasi program pendampingan psikologis bagi aparat yang menghadapi tekanan kerja berat dapat membantu mereka mengelola emosi secara lebih baik.

Etika Profesi Kepolisian

Etika profesi kepolisian menuntut anggota Polri untuk menjalankan tugasnya dengan profesionalisme, integritas, dan menghormati hak asasi manusia. Dalam Kode Etik Profesi Kepolisian yang diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011, dijelaskan bahwa polisi harus menghindari tindakan yang dapat mencoreng citra institusi dan merugikan masyarakat.

Tindakan pelaku dalam kasus ini jelas melanggar kode etik tersebut. Penegakan sanksi etik harus menjadi langkah awal untuk memastikan pelaku bertanggung jawab atas tindakannya, selain proses pidana yang dijalankan. Penguatan internalisasi nilai-nilai etika melalui pelatihan rutin juga perlu dilakukan di tubuh kepolisian.

Dampak Kasus Terhadap Kepercayaan Publik

Kasus ini memiliki dampak signifikan terhadap citra Polri di mata masyarakat. Insiden seperti ini memperkuat persepsi negatif terhadap aparat penegak hukum, terutama terkait penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan kekerasan yang tidak sesuai prosedur. Dalam survei yang dilakukan oleh berbagai lembaga, kepercayaan publik terhadap Polri sering kali mengalami fluktuasi akibat kasus-kasus seperti ini.

Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat, Polri harus menunjukkan komitmen nyata dalam menangani kasus ini secara adil dan transparan. Selain itu, reformasi dalam sistem pengawasan internal dan peningkatan pelatihan etika serta psikologi harus menjadi prioritas.

Rekomendasi dan Solusi

1. Reformasi Pengawasan Penggunaan Senjata Api

Penggunaan senjata api oleh polisi harus diawasi dengan lebih ketat. Setiap anggota yang membawa senjata api dinas wajib melalui evaluasi psikologis secara berkala untuk memastikan kelayakan mereka.

2. Peningkatan Pelatihan Pengelolaan Emosi

Polri perlu mengintegrasikan pelatihan manajemen stres dan pengendalian emosi dalam kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi seluruh anggota. Hal ini penting untuk mencegah tindakan impulsif yang merugikan.

3. Penguatan Sistem Akuntabilitas

Proses hukum yang transparan dan tegas terhadap pelaku dapat menjadi bukti bahwa institusi kepolisian tidak mentolerir pelanggaran. Sanksi berat harus diberikan kepada pelaku agar menjadi pembelajaran bagi anggota lainnya.

4. Penyediaan Dukungan Psikologis

Kepolisian perlu menyediakan layanan psikologis yang mudah diakses oleh seluruh anggotanya, terutama mereka yang bekerja dalam tekanan tinggi. Konseling rutin dapat membantu menjaga kesehatan mental aparat.

5. Sosialisasi Etika Profesi

Pemahaman mengenai kode etik profesi harus terus ditanamkan kepada anggota Polri. Internalisasi nilai-nilai ini penting untuk membentuk perilaku yang sesuai dengan harapan masyarakat.

Kesimpulan

Kasus polisi menembak anggota Paskibraka di Semarang merupakan cerminan dari berbagai kelemahan sistemik dalam institusi kepolisian, termasuk dalam pengelolaan emosi, pengawasan penggunaan senjata api, dan internalisasi etika profesi. Untuk mencegah insiden serupa, diperlukan reformasi menyeluruh dalam tubuh kepolisian, termasuk peningkatan pelatihan psikologis, penguatan pengawasan internal, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku pelanggaran. Hanya dengan langkah-langkah ini, kepercayaan masyarakat terhadap Polri dapat dipulihkan, dan keamanan publik dapat terjamin.

Referensi

Suara.com. "Kasus Siswa SMK Diduga Ditembak Polisi: 4 Anak Jadi Tersangka, Status Oknum Penembak Masih Tanda Tanya." 

Suara.com. "Siswa Paskibraka Tewas Tertembak Dicap Gangster."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun