Mohon tunggu...
Matthew Sitinjak
Matthew Sitinjak Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa SMA

Menulislahhhh

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Menelusuri Harmoni, Pembelajaran Toleransi di Pesantren Lewat Ekskursi

21 November 2024   21:50 Diperbarui: 22 November 2024   12:01 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duet Kanisius dan Amanah Tasikmalaya (Sumber: Henrikus S)

"Toleransi berarti membuka probabilitas lain dalam berpendapat. Toleransi tak hanya wajib dalam agama tapi dalam semua interaksi sosial, politik dsb."

–  Muhsin Labib

“Amanah-Kanisius! Well, well, well!”

Dengan penuh semangat, kami semua bersorak pada malam pentas seni sebelum perjalanan kami balik ke sekolah kami. Slogan ini menjadi simbol persahabatan antar kami para Kanisian dan para santri serta santriwati Pesantren Amanah Tasikmalaya. 

Ekskursi ke Pesantren Amanah di Tasikmalaya ini dirancang untuk mempererat toleransi dan kebersamaan antarumat beragama. Setelah dua hari penuh aktivitas, saya merasa telah mendapatkan pengalaman yang meninggalkan kesan mendalam serta pelajaran berharga — pengalaman tanpa gawai, tugas, ataupun beban memikirkan pelajaran.

Jadi Bagaimana Jika Tidak Seperti Biasanya?

Pada hari pertama, saat tiba di pesantren, saya merasa canggung ketika bersalaman dengan pengurus OSIS mereka. Ada rasa keraguan karena takut membuat kesalahan kecil yang mungkin dianggap tidak sopan di mata mereka. Namun, setelah mendengarkan ceramah dari salah satu perwakilan pesantren, rasa khawatir saya dikit demi sedikit memudar. Pesan mereka untuk bersikap sewajarnya membuat saya lebih legah untuk berinteraksi.

Siang itu, saya menghabiskan waktu bersama teman-teman baru untuk berkeliling pesantren dan mencoba berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Dari sekian banyak aktivitas yang ditawarkan, saya tertarik mencoba panahan. Meski belum mahir, saya merasa senang karena semua orang di sana sangat mendukung. Tidak ada rasa takut dihakimi dan suasana penuh semangat itu membuat saya merasa diterima dengan hangat.

Pemandangan yang Sungguh Indah

Hari kedua dimulai dengan sedikit kepanikan karena saya bangun terlambat, sementara para santri sudah memulai kegiatan pagi mereka. Namun, semangat kami tetap terjaga karena ada rencana mendaki Gunung Galunggung. 

Meski tidak sampai puncak — hanya sampai sekitar seribu meter di atas permukaan laut menurut temanku — perjalanan menuju kakinya tetap memberi tantangan tersendiri. Di tengah udara pegunungan yang segar dan pemandangan hijau yang menenangkan, kami berjalan mendaki tangga sambil bercanda dan menikmati kebersamaan.

Foto sebelum naik Gunung Galunggung (Sumber: Matteo AR)
Foto sebelum naik Gunung Galunggung (Sumber: Matteo AR)

Usai mendaki, kami mampir di sebuah warung sederhana untuk makan siang. Sajian ikan bakar yang disajikan warung sesungguh nya menggugah selera sampai sekarang pun saya dapat mencicipi kelezatannya walaupun hanya di alam bawah sadar. Makan bersama di warung itu menjadi pengalaman hangat yang dipenuhi gelak tawa, mempererat kebersamaan di antara kami.

Awal Malam Tak Terlupakan

Ketika malam tiba, kami berkumpul di aula lantai dua salah satu gedung untuk sesi pentas seni. Malam itu penuh dengan nyanyian, tarian, dan sorakan semangat. Kami semua – mau itu dari Kanisius ataupun Amanah – mendapat kesempatan menunjukkan bakat masing-masing. 

Tepukan tangan serta dukungan dari teman-teman menciptakan suasana yang menyentuh hati. Saya merasakan kebahagiaan mendalam selama berpesta di ruangan itu karena sangat terasa bahwa kami saling menghargai dan mendukung keberanian satu sama lain.

Ekskursi ini bukan sekadar perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan emosional dan spiritual yang memberikan saya pengalaman serta jaringan koneksi persahabatan yang mungkin saja tidak akan terjadi lewat perjalanan hidup biasa. 

Momen-momen seperti ini sungguh menunjukkan toleransi dan kebersamaan yang menjadi inti dari slogan "Amanah Kanisius: Well Well Well." Saya yakin kenangan ini akan terus melekat pada kami semua dan juga menjadi pengingat akan pentingnya kebersamaan dan saling memahami di tengah keberagaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun