Mohon tunggu...
Muhamad Kamaluddin
Muhamad Kamaluddin Mohon Tunggu... -

Professional Perencanaan Korporat di perusahaan minyak dan gas domisili di kota Doha, Qatar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pesawat Terbesar Dunia Airbus A380 Hadir Pertama Kali di Doha Qatar, dan Inspirasi Mimpi Besar

20 September 2014   11:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:09 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="442" caption="Airbus A380 yang pertama milik Qatar Airways melakukan demonstrasi terbang rendah"][/caption] Kemarin untuk pertama kalinya pesawat terbesar di dunia Airbus A380 yang sangat canggih hadir di kota Doha Qatar. Ini adalah satu dari empat pesawat gres yang dipesan Qatar Airways untuk jadwal pengiriman tahun ini. Di seluruh Timur Tengah saat ini hanya ada 2 pesawat A380, satu di Dubai dan satu di Doha, Qatar. Sebelumnya saya pernah terbang menggunakan pesawat serupa, namun ketika itu masih dengan kode penerbangan Singapore Airlines dari London ke Singapura. Pesawat ini dijuluki "hotel terbang" karena sedemikian besarnya. Saya masih ingat dari mulai tempat duduk ekonomi pun sudah sangat terasa kabinnya sangat lapang. Suara Mesin sangat halus tidak terlalu mengganggu. Proses take off dan landing pun sangat mulus, seolah stabilitasnya terbantu dengan kelembaman bobot 650 metrik ton. Tujuh tahun lalu waktu masih di sekolah bisnis saya dan kawan melakukan analisa ekonomis proyek andalan Airbus tersebut. Percayakah Anda bila tahu bahwa untuk mendesain dan mengembangkan pesawat terbesar dunia tersebut Airbus merogoh kocek sebesar $15 milliar atau setara dengan Rp 180 trilyun! Airbus awalnya dicemooh karena ongkos produksi yang terus meningkat dan kesulitan mencari pembeli untuk mencapai target 30 pesawat setiap tahunnya. Tapi mereka beruntung banyak maskapai asal Timur Tengah seperti Qatar Airways, Emirates dan Etihad yang memesan hingga puluhan pesawat yang berharga $414 juta atau hampir Rp 5 triliun! Ketika salah satunya hadir di ibukota Doha kemarin, para warga disuguhi pertunjukan pesawat yang berputar melakukan manuver ketinggian rendah di atas teluk kota yang disebut sebagai area Corniche. Penduduk kota Doha berdecak kagum atas besarnya pesawat tersebut yang meliuk liuk di udara kota dengan stabil didukung oleh kecanggihannya. Melihat itu saya bermimpi kapan Industri Dirgantara Indonesia juga bisa bangkit seperti halnya Airbus? Saya sangat beruntung pernah bertemu dengan Bapak BJ Habibie Mantan Presiden RI dan Bapak Ilham Habibie di kota ini tahun lalu. Pak BJ Habibie pakar rekayasa dirgantara yang diakui tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia termasuk oleh perusahaan sekelas Airbus. Beliau telah berjasa pernah meluncurkan pesawat kebanggan Indonesia N250 dulu. Saat ini Pak Habibie sedang membangun pesawat regional 80 (R-80) yang ditargetkan akan mengudara sekitar tahun 2017-2018 di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Pesawat berkapasitas penumpang 80 orang itu dapat dikendalikan secara elektronik. Teknologi terbarunya, yakni baling-baling pada sayap, dapat menentukan angin dingin dan angin panas dari mesin. Saya sangat menunggu kelahiran pesawat ini dan sudah mencatat kalender saya bahwa di tahun 2017 atau 2018 saya ingin menyaksikan sendiri penerbangan perdananya. Selain itu, PT Dirgantara Indonesia dan LAPAN juga sedang membangun pesawat N219. Walau anggaran mereka terbilang kecil hanya sekitar Rp 400 miliar namun mereka juga menargetkan akan terbang di Desember 2015. Siapapun yang akan menjadi pertama untuk membangkitkan industri dirgantara Indonesia di abad ke-21 ini, saya akan turut bangga dan akan mendukung mereka sekuat tenaga. Saya optimis dan yakin Indonesia pasti bisa! Walaupun begitu banyak pesimisme dan kritikan terhadap para pionir di tanah air, tapi saya yakin kesuksesan akan tetap diraih karena visi yang kuat telah terpancang. Di akhir tulisan ini saya ingin mengutip kata-kata Howard Hughes, sang pionir dirgantara "Passion will make you crazy, but is there any other way to live?". Sebagai bangsa kita punya passion yang oleh kritikus disebut "ide gila" untuk membangkitkan industri penerbangan. Tapi sebagai bangsa yang terus bergerak dan hidup kita bisa dan pasti akan meraihnya. Sebagai individu, coba Anda gali dalam-dalam dan akui bahwa Anda juga pasti punya satu passion yang "tidak masuk akal"! Kita punya pilihan, apakah kita mau maksimalkan hidup kita dan tetap kejar passion kita itu? Atau hidup cuma "apa adanya"? Hanya kita sendiri yang bisa memilih dan menentukan... Salam "Pursue Your Passion"! Kamaluddin Doha - Qatar September 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun