Maka menurut Nur Iswantara pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan bahwa wisata halal merujuk pada layanan tambahan amenitas, atraksi, dan aksesibilitas yang ditujukan untuk memenuhi pengalaman, kebutuhan, serta keinginan wisatawan muslim (Suara Muhammadiyah 23/106, 1-15 Desember 2021, 9). Amenitas seperti makanan halal, fasilitas wudu, kamar berdoa atau mushola di hotel atau tempat wisata, tersedia kursi roda dan akses jalannya.
Atraksi seperti destinasi wisata berbasis Islam yang menyediakan masjid besar atau masjid agung, museum sejarah masuk Islam di lokasi wisata, garden atau taman-taman yang memvisualisasi budaya Islam, pariwisata religi berupa paket perjalanan wisata religi sekaligus aktivitas keagamaan yang mencerahkan dan mendatangkan nilai tambah (Hadi et al., 2024). Panorama alam yang indah mempesona dan mengundang ras syukur yang mendalam atas karunia Allah Swt.
Aksesibilitas menjadi andalan, destinasi yang dapat diakses semua masyarakat termasuk dari masyarakat berkebutuhan khusus difabel, fasilitas transportasi, akses kamar mandi yang bisa untuk manuver kursi roda, tempat ibadahnya yang ramah. Fasilitas informasi dan pelayanan, fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan halal. Wisata halal menjadi kebutuhan global yang mendatangkan devisa melimpah untuk bangsa dan negara Republik Indonesia.
Dr. Muhammad Julijanto, S. Ag., M. Ag. Dosen Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI