Evaluasi Pemilu 2024: Telan Banyak Korban Meninggal
Oleh Muhammad Julijanto
Setiap yang bernyawa akan meninggal. Manusia adalah makhluk yang bernyawa, pasti akan meninggal dunia. Persoalannya apa penyebab meninggalnya seseorang itu?. Itulah yang menjadi masalah bersamaan saat ini. Dimana banyak tugas penyelenggara pemilihan umum meninggal dunia dalam rentang waktu masa pemungutan suara hingga penghitungan, serta rekapiltasi hasil pemilihan umum.
Sampai saat ini berdasarkan, menurut laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat peningkatan jumlah petugas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang meninggal dunia. Angka kematian mencapai 57 jiwa petugas Pemilu 2024 hingga Sabtu (17/2/2024) pukul 18.00 WIB (Kompasiana.com). berita pagi ini (Selasa, 20 February 2024) dari siaran berita Radio Republik Indonesia (RRI Pro 1) yang meninggal dunia 67 jiwa.
Pemilu merupakan hajatan nasional. Setiap negara menyelenggarakan pemilihan umum untuk memastikan perlaihan kepemimpinan bangsa berjalan dengan baik. Pemilihan umum adalah transformasi kepemimpinan nasional. Dari generasi ke generasi berikutnya. Estafet melanjutkan suatu pemerintah yang dijamin legitimasinya oleh semua lapisan Masyarakat.
Di Indonesia pemilihan umum diselenggarakan secara serentak. Awalnya pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah, dan dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan kabupaten/kota. Pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pemilihan umum legislative dan pemilihan umum eksekutif yang diselenggarakan secara serentak untuk kali yang kedua 2019 dan 2024 ini telah mengalami banyak meninggalnya petugas dari KPU, KPUD, PPK, PPS, KPPS yang beban berat banyak. Sementara dalam waktu singkat harus menyelesaikan pekerjaan administrasi yang rumit dengan Tingkat akurasi dan presisi yang tinggi, membutuhkan konsentrasi tinggi, belum lagi ancaman pidana bila terjadi kecurangan atau kesalahan dan tekanan public yang tinggi meningkat daya stress petugas tidak sersan-serius dan santai, namun justru bekerja dalam tekanan tinggi.
Sudah saatnya Masyarakat sipil mengkritisi dan memberikan masukan kepada pemangku kepentingan agar pelaksanaan pemilihan umum menjadi menggembirakan, jauh dari kekerasan dan kematian, akibat beban pekerjaan yang tidak wajar.
Evaluasi dan uji public mestinya terus dilakukan, agar penyelenggaraan pemilihan umum lebih simple, namun demokratisasi tercapai, dan anggaran secukupnya, tanpa harus menguras APBN atau APBD untuk kepada daerah dan wakil kepala daerah.
Memang ada yang mengatakan bahwa memang biaya demokrasi itu mahal. Apapah ungkapan itu bisa dikritik menjadi pemilu demokratis dengan low cost?. Apakah bisa kita selenggarakan pemilu yang demokratis dan murah di bumi Nusantara ini?.