Debat Capres Mendidik Rakyat
Oleh Muhammad Julijanto
Kampanye dalam bentuk apa pun, pada hakikatnya adalah merayu, memikat, memotivasi, mempengaruhi, menggiring, membangun opini, membangun nalar, membangun narasi, membangun argumentasi, membangun kerangka dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi, kerangka kerja, mengajak hingga menentukan pilihan politiknya secara rasional di bilik suara pada hari pemungutan.
Debat adalah salah satu bentuk kampanye yang paling mudah untuk mempengaruhi pemilih menentukan pilihannya secara langsung dan nyata memberikan penilaian kepada para kandidat dalam mengolah berbagai pemikiran, gagasan, visi misi dan program dalam satu tarikan nafas yang bisa meyakinkan semua pemilih yang menyaksikan.
Debat mengajarkan pendidikan politik kepada rakyat memilih pemimpin bukan memilih kucing dalam karung, yang tidak tahu rekam jejak, pemikiran, gagasan, ide, gerak gerik, tingkah polah, dan karya nyata yang dapat dijadikan monumen kebanggaan sekaligus sebagai prasasti pembuktian dari kinerja.
Debat akan memunculkan sosok mana yang kiranya bisa mengatasi segala masalah kebangsaan, baik secara personal maupun kekuatan tim dalam mengatasi semua masalah kebangsaan dan kemanusiaan, karena kelak mereka yang memegang tongkat komando.
Sebagai seorang negarawan mereka semuanya adalah anak bangsa terbaik yang saat ini mendapat kesempatan untuk menguji semua potensi sumber dayanya dalam mengelola bangsa, mereka sudah belajar dan ditempa dari berbagai kondisi sebelumnya, baik di partai politik, maupun di jajaran pemerintahan. Bahkan ada kandidat yang saat ini sedang memegang tampuk kepemimpinan. Tentu ini semuanya akan diolah oleh para kandidat untuk menunjukkan kecap yang paling enak adalah kecap nomor satu, mereka yang tidak siap, memang betul-betul dilindas dan dikuliti di depan publik bahkan calon pemilihnya sendiri.
Debat memang menguji semua; mental, kekuatan, kesiapan konseptual, gagasan, visi, misi dan program yang sudah menyatu dan kemistri dalam diri sang calon pemimpin, data-data apa saja yang ada terkait dengan sekitar kebijakan yang akan dijadikan acuan sudah berada di file otak dan data kantong tasnya yang siap disajikan sebagai pembuktian, adu argumentasi rasional akan jualan yang dilakukan betul-betul meyakinkan rakyat, bukan bualan dan bersilat lidah tanpa bobot pembuktian faktual.
Salah satu kelemahan bangsa kita, adalah tidak adanya singkronisasi data-data yang ada, apalagi setiap Kementerian mempunyai data yang berbeda sekalipun obyek pembahasannya adalah sama, data kemiskinan saja antara kementerian juga saling simpang siur, karena data terkait dengan proyek yang akan dikerjakan. Ada yang dimark up untuk memperoleh nilai proyek dan anggaran yang lebih tinggi.
Maka ketika para kandidat beradu data ini makin menarik dan mencerahkan, data dibantah dengan data, maka akan apple to apple, bila data dibalas dengan narasi tanpa data, ya tidak bisa mengoreksi, mana yang benar, mana yang salah. Sementara data yang ada adalah sebagai suatu kebenaran selama tidak ada sanggahan dan koreksi dari data yang tersajikan. Begitulah metode dalam riset dan dunia ilmiah objektive. Saling memberikan data tervalidnya. sintesis, tesis, antitesis terus akan berjalan menemukan kebenarannya.