KEKERASAN DOMISTIK PROBLEM AKUT KELUARGA
Oleh Muhammad Julijanto
Dekade belakangan ini bermacam-macam kasus Kekerasan menjadi keprihatinan Masyarakat. Kasus Kekerasan mencapai puncaknya bila melihat data lapangan.Â
Kekerasan yang terjadi berdasarkan data Simfoni PPA KemenPPPA, periode Januari -- Agustus 2023 terjadi kekerasan terhadap anak dengan jumlah korban sebanyak 11.582 anak.
Kekerasan dalam bentuk apapun sejatinya zero tolerant, tidak ada yang bisa merelakan begitu saja Kekerasan atas nama apapun melenggang begitu saja di ruang publik, baik itu dilakukan di tempat yang privat maupun di ruang terbuka publiK. Apapun jenisnya dan bentuknya, maka Kekerasan tidak boleh terjadi.
Namun dalam kenyataannya, di mana seharusnya rumah tangga sebagai unit terkecil dari masyarakat mestinya menjadi tempat tinggal sekaligus sebagai zona nyaman bagi semua anggota keluarga untuk tumbuh kembang secara optimal. Justru menjadi tempat dan lokasi di mana kekerasan dalam rumah tangga terjadi. Sungguh sangat menyayat hati dan nalar sehat apalagi itu darah kandung sendiri.
Secara normatif, setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk Kekerasan sesuai dengan filsafah bangsa dan Undang-Undang Dsar (UUD) 1945. Aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan dan diskriminasi, termasuk aman dan bebas dari segala bentuk Kekerasan dalam rumah tinggal sendiri.Â
Oleh karena itu, segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga haruslah dihapuskan karena merupakan bentuk diskriminasi serta pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat manusia (Abdullah Tri Wahyudi, 2018).
Kasus kematian empat anak yang diduga dibunuh ayahnya menjadi keprihatinan kita bersama, karena orang tua apa pun kondisinya sejatinya adalah pelindung dan pengayom bagi putra putrinya untuk tumbuh kembang secara optimal.Â
Mereka kelak akan menjadi sumber daya manusia unggul pada masanya. maka kita tidak hanya sekedar mengutuk, namun sekaligus berupaya mencari solusi agar tidak menjadi presenden negatif dalam masyarakat.