Fenomena social tersebut menjadi keprihatian kita berama, menjadi kritik social yang menjadi kita merefleksi dan mengambil Langkah-langkah evaluasi diri, evaluasi lingkungan, dan evaluasi pola hidup dan hubungan social yang kita bangun bersama.
Membangun kesadaran kolektif untuk bisa memberikan proteksi dari unsur negative dari dampak teknologi informasi, namun juga mampu memanfaatkannya untuk meningkatkan daya juang Masyarakat. Maka kita dibutuhkan keratifitas dan benteng moral yang baik.
Maka setiap diri individu harus menjaga moralitasnya, akhlaknya dan mental sepirtitualnya baik secara online maupun secara offline, baik secara daring maupunh secara luring. Sikap oral dan mentalnya konsisten.
Inspirrasi takwa selalu harus ditingkatkan. Selalu ditanamkan kepada setiap generasi kapan saja, maupun dimana saja, baik offline maupun online. Takwa berarti senantiasa terus melakukan kebaikan-kebaikan. Takwa berate terrus menjaga diri dalam orginalitas sikap mental dan perilakunya. Bertakwalah dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal (Al Baqarah [2]: 197).
Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu menghapusnya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji (HR Tirmidzi). Berakhlak mulia di mana saja baik secara offline maupun secara online di media social tetap menjaga kesantunan, apa yang kita ucapkan, apa yang kita tulisan, baik chat-chat yang positif dan tidak mengandung angkara murka dan Kekerasan verbal.
Akhlak harus menghiasi dan menjadi pakaian setiap orang, takwa menjadi karakter dasar muslim. Karena itu Islam itu ad din wuha khusnul khuluq. Agama adalah kebagusan akhlak. Budi pekerti harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Baik perilaku, perbuatan, perkataan, tulisan, hasil karya, hasil penglihatan, hasil pendengaran, dan buah karya kehidupan harus mencerminkan akhlak yang terpuji.
Hadis Baihaqi, "Jadilah Kalian orang yang berilmu ('aliman), atau (setidaknya) jadilah penuntut ilmu (muta'aliman), atau (setidaknya) jadilah pendengar ilmu (mustami'an), atau (setidaknya) jadilah mencintai aktivitas keilmuan (muhibban), dan jangan jadi yang kelima (yaitu yang bukan keempat kriteria di atas), maka kalian akan binasa".
Akhir-akhir ini kita sering menyaksikan melalui berbagai media masa media online dan media sosial berbagai berita tentang ujaran kebencian, penebaran fitnah, caci maki secara bebas melalui dunia maya, yang kadang menyulut emosi dan kemampuan berpikir rasional kita menjadi hilang, menimbulkan luapan emosional yang berlebihan dan menimbulkan konflik dan permusuhan antar kelompok, antar golongan, antar partai, dan aliran pemikiran. Padahal yang dipersoalkan hanya masalah 'sepele' yang saling berebut sesuatu yang tidak jelas subtansinya.
Mari kita renungkan firman Allah yang menjelaskan kepada kita sebagai petunjuk bagaimana mengatasi fenomena sosial yang seperti tersebut. Janganlah kalian saling mengejek dan saling menghina kelompok lain yang tidak sependapat dan yang tidak sehaluan dengan kita. Sebab setiap orang atau kelompok masyarakat mempunyai kelebihan dan keunggulan masing-masing, dimana kita tidak punya.
Kerukunan dan keharmonisan menjadi kebutuhan hidup bersama, hidup berdampingan saling menghargai dan saling menghormati, sikap ini yang kian hari semakin terkikis oleh egoisme kita, seakan orang lain tidak berhak menikmati kerukunan dan kedamaian.
Manusia sebagi makhluk sosial yang dalam desain intinya dianugrahi Allah Swt akal pikiran dan hati nurani yang sangat dalam, berada dalam dasar inti dari hakikat ketauhidannya hanya menuju Allah Swt.