Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Kenapa Dokter Muda Fladiniyah Mengamuk Histeris?

24 Desember 2024   13:59 Diperbarui: 24 Desember 2024   15:35 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar:  Tribun News

Mereka mungkin sekali tidak mudah terlihat mengamuk di warung makanan seperti dokter itu, tapi cara mengamuknya berbeda atau kurang terlihat nyata, terutama di mata orang awam. Misalnya dengan kata-kata yang dikategorikan sebagai gaslighting (kata-kata yang menyerang secara psikologis). Apalagi politisi biasanya sudah dibekali atau sudah melatih dirinya untuk menjaga citranya agar selalu terlihat baik, mulia, sabar, suci, pro-social, penuh empathy, hebat, pintar, penuh kontrol, dan lain-lain. Namun mereka bisa membuat kebijakan yang merugikan orang banyak atau membunuh masyarakat pelan-pelan, menghambat kemajuan nasional, membiarkan masyarakat terhambat untuk berkembang atau maju, dan lain-lain.

Mengapa mereka bisa kehilangan kewarasannya saat mengamuk itu?

Stress Menjadi Salah Satu Pemicu Utama dari Kasus Amuk

Semua orang pada dasarnya baik. Tapi tunggu saat stress berat datang dan berpepanjangan, bahkan berulang, maka orang baik akan berubah menjadi seperti sociopath. Artinya saat stress, mereka kehilangan empathy, moralitas, kewarasan dan lain-lain yang sangat berkaitan dengan emotion regulation. Mereka berubah menjadi arrogant, impulsive, mendahulukan kepentingannya sendiri sambil mengabaikan kepentingan orang lain, bahkan merampas atau mencuri hak orang lain, dan lain-lain.

Stress yang berat, panjang, atau berulang pasti berdampak buruk pada kesehatan mental. Hormon cortisol yang terpicu keluar saat stress akan merusak fungsi dari beberapa bagian penting otak dan interaksinya. Akibatnya otak tidak maksimal menghasilkan executive function, yaitu fungsi untuk kecerdasan, moralitas, emotion regulation, empathy, perilaku, pemecahan masalah, kreativitas, dan lain-lain.

Sayangnya, tidak semua orang memiliki keberuntungan untuk mampu menghindari berbagai pemicu stress yang selalu ada di kehidupan sehari-hari. Mereka yang beruntung secara ekonomi tentu lebih memiliki kemampuan untuk menghindari berbagai pemicu stress. Itu sebabnya uang bisa digunakan untuk membeli kebahagiaan yang artinya bisa digunakan untuk menghindari berbagai pemicu stress.

Namun jika Anda tidak beruntung secara ekonomi, maka Anda harus mempelajari cara efektif yang disediakan sains untuk menurunkan stress yang disebabkan oleh berbagai pemicu stress di kehidupan sehari-hari. Jika Anda bisa memiliki cara untuk menurunkan tingkat stress, itu berarti Anda bisa memiliki emotion regulation yang lebih baik dan terhindar dari perbuatan amuk yang amat merugikan orang lain dan diri Anda sendiri.

Ingat, pemicu stress tersedia setiap hari di mana pun Anda berada, bahkan riset sains menunjukkan pikiran Anda sendiri pun adalah salah satu pemicu stress yang utama. Itu sebabnya The Buddha (Shiddhartha Gautama) membahas stress dan kaitannya dengan emotion regulation 2.500 tahun lalu. Namun Siddhartha Gautama menggunakan sebutan lain untuk stress, yaitu dukkha atau suffering yang juga bisa dipicu oleh pikiran sendiri yang bukan eksternal. Sedangkan praktik mengasah emotion regulation disebut Vipassana, melalui praktik meditasi yang sekarang juga disebut mindfulness practices.

Sains tentu menyediakan beberapa cara lain yang evidence-based atau teruji dalam efektivitasnya. Sila menyimak beberapa artikel saya yang lain seputar mindfulness practices di Kompasiana ini.

M. Jojo Rahardjo
Satu-satunya penulis yang sejak 2015 telah menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun