dokter (wanita) mengamuk di sebuah gerai makanan. Sebelumnya ia membeli roti bakar, kemudian datang kembali setelah beberapa saat. Roti bakar yang sudah dibeli sebelumnya dilempar ke perempuan pegawai gerai, lalu memukul dan menendang atau menganiaya pegawai itu. Setelah itu kabur menggunakan mobil.
Berbagai media sejak kemarin ramai memberitakan seorangMenurut pegawai gerai yang menjadi korban, dokter itu berteriak histeris dan ternyata menyebut tidak suka dengan makanan yang dibelinya, karena toping-nya hanya sedikit. Padahal makanan yang dibelinya sudah "dimakan" dan ia menganiaya yang bukan pegawai yang melayani dokter itu sebelumnya.
Ternyata dokter ini dulu juga pernah "mengamuk" soal parkir mobilnya di tempat parkir RS dengan pengendara mobil yang lain. Ia juga digambarkan histeris waktu itu.
Apa beda dokter ini dengan George Halim (35 tahun) di Jakarta Timur yang belum lama ini mengamuk dengan melempar benda-benda, termasuk kursi ke pegawai di toko roti milik orangtuanya?
Apa beda dokter ini dengan Ivan Sugiamto di Surabaya yang mengamuk kepada seorang siswa sekolah dengan "memaksanya" bersujud meminta maaf padanya dan sekaligus menggonggong seperti anjing? Ivan mengamuk karena anaknya disebut Pudel (nama sejenis anjing) oleh siswa yang diamuknya itu. Ivan mengamuk di lingkungan sekolah, di depan banyak orang yang tidak bisa mencegahnya, karena konon, Ivan membawa tukang pukul bersamanya.
Masih banyak kasus mengamuk lainnya yang pelakunya disebut oleh orang yang mengenal mereka sebagai: lebih sering terlihat normal di keseharian mereka sebagaimana George Halim dan Ivan Sugiamto. Namun bisa mengamuk yang kemudian mereka sesali sendiri.
Apa yang melatarbelakangi perbuatan amuk yang berbahaya itu?
Emotion Regulation
Ada 1 hal yang kentara di beberapa kasus seperti di atas, yaitu soal emotion regulation yang tidak dimiliki dokter itu dan pelaku amuk lainnya.
Orang yang kurang memiliki emotion regulation bisa nampak normal sehari-hari, namun pada saat tertentu atau dalam situasi tertentu bisa ngamuk seperti orang gila. Nanti setelah emotion regulationnya kembali berfungsi, maka mereka akan bisa berpikir normal lagi dan menyesali perbuatannya (ada juga yang tidak). Tentu orang seperti ini tidak boleh menjalani profesi tertentu yang bisa mencelakai orang lain.
Tapi jangan lupa juga, bahwa ada profesi lain yang diisi oleh mereka yang kurang memiliki emotion regulation, seperti anggota DPR atau politisi, penegak hukum, menteri, pemimpin daerah, termasuk presiden.