Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jennifer Pan di Netflix, Sosok Sociopath dengan Penampian Tanpa Dosa

23 Juli 2024   17:56 Diperbarui: 26 Juli 2024   10:26 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Netflik ada documentary kejahatan tentang Jennifer Pan (24 tahun) yang selamat saat rumahnya dibobol 3 orang penjahat di suatu malam di tahun 2010. Ibu & ayahnya ditembak dengan sadis hingga tewas. Namun ayahnya ternyata tidak tewas, hanya koma 3 hari di RS. Setelah sadar, ayahnya memberitahu polisi apa yang terjadi di malam naas itu.

Sejak awal polisi mencium banyak kejanggalan dari Jennifer termasuk gerak-geriknya selama diperiksa.

Bagi mereka yang menyukai crime investigation documentary, documentary ini terasa kering, lambat, atau kurang menarik. Documentary ini semakin tidak menarik, karena dari beberapa footage milik polisi Ontario, Canada, polisi menggunakan strategi interogasi yang biasa saja.

Tidak terlihat polisi menggunakan berbagai temuan sains atau teknologi terakhir untuk digunakan menguak apa yang ada dalam pikiran orang yang sedang diperiksanya. Polisi terlihat mengandalkan tekanan psikologis pada Jennifer agar mengakui kejahatannya. Itu cara yang mungkin lumrah di Indonesia.

Namun jika melihat documentary yang dibuat pihak lain di Youtube, misalnya JCS - Criminal Psychology, kasus Jennifer Pan ini cukup menarik untuk dibahas. Pasti kebanyakan orang ingin tahu bagaimana seorang perempuan muda sekali merencanakan pembunuhan orangtuanya sendiri. Apakah niatnya membunuh orangtuanya berkaitan dengan kebiasaannya berbohong pada orangtuanya sejak masih di SMA? Ataukah perilakunya terbentuk oleh tekanan keras orangtuanya yang mengharapkan anak perempuannya memiliki hidup yang sukses seperti orangtuanya yang berimigrasi dari Vietnam ke Canada sebelum Jennifer lahir.

Jennifer ternyata tidak lulus SMA dan tidak juga kuliah di sebuah universitas di kotanya. Namun Jennifer mengatakan yang sebaliknya kepada orangtuanya. Jennifer memalsukan banyak hal. Kepalsuan itu akhirnya terbongkar juga setelah orangtuanya merasakan adanya banyak kejanggalan. Di documentary yang lain, soal ini dibahas cukup mendalam. Apakah kebohongannya membentuk motif membunuh orangtuanya, atau itu hanya sebuah gejala dari sebuah mental disorder yang lebih serius?

Documentary yang dibuat oleh JCS - Criminal Psychology ini juga menyajikan beberapa amatan ahli pada bahasa yang digunakan Jennifer dan gesture-nya. Misalnya saat Jennifer menceritakan tentang sesuatu, namun terlihat dari gesture-nya ia mencaritahu apa respon yang ditunjukkan polisi yang sedang di hadapannya. Mungkin untuk menentukan arah kebohongan selanjutnya.

Beberapa kali Jennifer terlihat mempertontonkan gesture palsu, seperti kesedihan yang tanpa air mata. dan lain-lain. Begitu juga saat Jennifer terlihat gugup yang samar pada gerakan tangannya saat menghadapi pernyataan atau pertanyaan polisi.

Setelah beberapa kali diperiksa (diinterogasi) polisi, Jennifer semakin tertekan atau stress. Itu terlihat melalui gerakan-gerakan autis atau yang biasa dilakukan oleh mereka yang menyandang Attention Deficit/Hiperactivity Disorder (ADHD), yaitu gerakan berulang yang sama untuk periode waktu yang relatif panjang (kaki dan tangan Jennifer). Apakah Jennifer menyandang ADHD? Bahasan ini menarik, karena sains sekarang banyak meneliti dan menemukan kaitan sociopathy dengan ADHD.

Saat Jennifer mulai menyadari, bahwa ia sudah banyak memberi keterangan palsu yang berubah-ubah pada polisi, Jennifer terlihat semakin mudah gugup dan menjadi sulit memahami apa yang dikatakan polisi. Itu terlihat salahsatunya saat ia diminta untuk: "sit back in your chair", ternyata Jennifer tidak langsung memahami permintaan itu. Sekilas ia terlihat menolak permintaan itu. Setelah diulang 3 kali dan permintaan terakhir diminta dengan mengucapkan: "I want you to sit back for a second and relax", baru Jennifer memenuhi permintaan itu.

Menurut Dr. Todd Grande di YouTube Channel miliknya, yang telah banyak membuat profiling pada banyak pelaku kejahatan di dunia, Jennifer memiliki beberapa ciri psychopath. Sebagaimana kita tahu psychopath sering juga disebut dengan sebutan sociopath, karena menjadi bagian dari ASPD (AntiSocial Personality Disorder).

Sociopath memiliki otak yang berbeda dengan orang normal. Banyak ahli yang mengatakan otak yang berbeda itu berarti fungsi otaknya kurang bekerja seperti orang normal, termasuk fungsi kognitifnya (kecerdasan).

Meski begitu sociopath mengira dirinya pintar dan tidak sedikit  dari sociopath yang mampu membuat kebanyakan orang di sekelilingnya mengira dirinya pintar.

Fungsi otak yang kurang berfungsi itu menjadi salah satu sebab yang membuat sociopath enteng saja melakukan kejahatan yang orang normal tidak akan berani atau mampu melakukannya. Orang normal mampu membayangkan atau memikirkan konsekwensi dari sebuah perbuatan jahat, sementara sociopath tidak mampu. Sociopath juga kurang atau bahkan tidak memiliki empathy. Itu sebabnya sociopath disebut mampu melakukan kekejaman yang mengerikan atau memiliki moral yang rusak. Itu sebabnya Jennifer mampu merencanakan pembunuhan orangtuanya hanya karena sebab "kecil" yang bagi orang normal tidak masuk akal.

Karena mereka kurang pintar, maka kejahatannya mudah terbongkar. Mereka tidak menyiapkannya dengan baik, dan kejahatannya ditutupi dengan cara yang buruk. Contohnya bisa dilihat pada kasus Sambo atau Mario Dandy, Jessica Wongso, dan lain-lain.

Banyak yang mengira Sambo, Mario, Jessica pintar. Padahal jika mereka pintar, maka kejahatan mereka tidak terungkap. Setelah mereka tertangkap, barulah terungkap pula aneka "kejahatan" lainnya yang pernah mereka lakukan sebelumnya.

Menurut beberapa survei, ternyata politisi banyak yang menyandang sociopathy. Sehingga tidak heran jika kita merasakan mereka sebagai toxic people, namun mereka memiliki posisi yang membuat mereka seperti orang yang mulia, pintar, hebat, bahkan penuh solusi. Padahal mereka hanya toxic people. Ada satu buku yang terkenal mengenai kaitan politisi dan sociopathy, yaitu berjudul "Why We Elect Narcissists & Sociopaths" yang ditulis oleh Bill Edy, 2019.

Penutup

Satu hal yang menarik dari kisah Jennifer Pan ini adalah saat Anda mengamati beberapa footage pemeriksaan polisi pada Jennifer. Jika Anda seorang awam dengan sains seputar sociopathy, maka Anda akan melihat seorang perempuan muda yang innocent. Anda juga akan menyalahkan orangtuanya yang terlalu keras menetapkan pencapaian yang tinggi pada anak perempuannya.

Jennifer baru berusia 24 tahun saat menjadi otak pembunuhan orangtuanya. Sebelumnya ia terbukti melakukan serentetan kebohongan selama bertahun-tahun, terutama pada orangtuanya. Sementara itu sains menemukan prefrontal cortex manusia baru terbentuk sempurna di usia sekitar 25 tahun. Sebagimana kita tahu prefrontal cortex adalah satu  bagian otak yang bertanggungjawab dalam menghasilkan pemikiran waras, bermoral, empathy, atau penuh pertimbangan.  

Apakah itu berarti Jennifer masih memiliki peluang menjadi orang baik? Apakah otak sociopath bisa diperbaiki?

M. Jojo Rahardjo

Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun