Beberapa hari terakhir ini media ramai memberitakan kasus plagiarism yang dilakukan oleh Dosen ITPLN. Kasus itu ditemukan secara otomatis, karena adanya Google Scholar. Di era AI, membajak tulisan orang memang menjadi sangat mudah dilakukan, namun mudah juga terendus.
Saya adalah seorang penulis ratusan artikel yang saya tulis sejak awal 90an. Â Di tahun 90an - 2000an artikel yang saya tulis semacam laporan jurnalisme biasa tentang berbagai perkembangan teknologi dan sains di dunia (diterbitkan koran Media Indonesia). Bahkan saya menyebut diri saya hanya seorang netizen saja. Saya hanya seorang penulis yang senang membagikan apa yang sudah saya baca. Apalagi sejak ada Internet di Indonesia di tahun 1994.
Lalu di dekade terakhir (sejak 2015) topik yang saya tulis adalah seputar perkembangan neuroscience di dunia. Jumlah yang saya tulis dalam bentuk artikel dan video ada ratusan. Saya pernah mencoba mencari apakah ada orang lain di Indonesia yang menulis di dekade terakhir hingga ratusan artikel mengenai perkembangan neuroscience selain diri saya. Ternyata tidak ada. Hanya saya sendiri yang teratur atau rajin menulis topik neuroscience.
Lalu mengapa darah saya mendidih jika ada kasus plagiarism?
Di sekitar awal tahun 2000an ada teman yang menemukan beberapa artikel saya di dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh seorang jurnalis senior dari sebuah majalah berita paling ternama di Indonesia. Mereka terkejut, karena nama saya tidak disebutkan di buku itu, padahal ada beberapa artikel saya di sana. Lalu beberapa teman meramaikan soal itu di beberapa forum diskusi di Yahoo Groups yang merupakan media sosial di era itu.
Di tahun 90an hingga awal 2000an itu, topik tulisan saya masih seputar dunia multimedia, teknologi informasi, komputer, atau TV broadcasting, karena saat itu saya bekerja di salah satu TV Swasta terkenal.
Sang plagiator beberapa hari kemudian mengakui dosa besarnya. Lalu beberapa minggu kemudian sang plagiator itu mengundurkan diri dari majalah tempatnya bekerja. Saya dan teman-teman meyakini pengunduran dirinya berkaitan dengan ulahnya membajak beberapa artikel yang saya tulis.
Menulis bagi saya ringan saja, mungkin karena terbiasa menulis catatan harian berjilid-jilid sejak di bangku SMP. Tapi jangan lupa menulis itu mengorbankan banyak waktu, karena riset yang harus saya lakukan. Jika tidak serius dalam riset, maka hanya akan menghasilkan tulisan sampah.
Mungkin itu sebabnya di tahun 2018 beberapa media menyebut saya pakar gempa, padahal sepanjang 2016-2018 saya hanya bekerja di sebuah LSM di bidang kebencanaan. Di era itu saya harus menulis banyak laporan soal bencana di Indonesia. Di antara laporan atau artikel yang saya tulis adalah seputar apa yang diprediksi oleh ahli geologi terkenal, yaitu Dr. Mudrik Daryono mengenai potensi gempa besar di Sulawesi Tengah.Â
Jadi artikel yang saya tulis hanya sebuah laporan dari investigasi pada apa yang sudah dipelajari oleh para ahli geologi dan ahli bencana. Saya bahkan sempat mewawancarai Pak Mudrik di kantornya di LIPI, Bandung. Wawancara itu menghasilkan beberapa artikel dan video yang cukup menggemparkan, karena prediksi Pak Mudrik ternyata terbukti di tanggal 28 September 2018.Â
Hari itu terjadi gempa & tsunami besar di Sulawesi Tengah. Rupanya nama saya ikut terangkat sebagai orang yang ikut memprediksi potensi gempa di Sulawesi tengah, sehingga Metro TV mengundang saya ke studio untuk wawancara live.
Penutup
Menurut beberapa riset, jumlah sociopath di populasi bisa mencapai 6%. Jadi sociopath bisa ada di mana-mana, termasuk di dunia penulisan, intelektual, atau sains. Sociopath kurang mampu mempertimbangkan kewarasan dalam tindakannya. Membajak tulisan orang bisa dengan ringan dilakukannya. Padahal teknologi semakin tersedia untuk dengan mudah mengendus dosa mereka. Namun mereka tidak mampu memproyeksikan akibat buruk yang bisa mereka terima, jika melakukan pelanggaran hukum. Mereka berbeda dengan orang normal atau orang kebanyakan.
Jadi, nyaris tak ada gunanya memperingatkan orang agar tidak melakukan plagiarism.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H