Pilpres 2024 atau tahun politik 2024 sudah dekat sekali. Banyak orang sibuk menunjukkan dukungannya pada capres pilihannya. Barangkali takut ketinggalan nanti di 2024.
Tapi tunggu dulu! Kita ini baru saja masuk di era perkembangan AI yang ternyata sangat pesat.
Pesatnya perkembangan AI itu ditandai dengan beberapa pionir atau ahli dalam pengembangan AI yang "mogok". Mereka tidak ingin lagi terlibat dalam pengembangan AI. Mereka memilih menjadi pembicara untuk mengkampanyekan agar masyarakat tidak terlena dengan potensi positif dari AI, tetapi juga merenungkan potensi negatifnya. Salah satu ahli itu adalah Geoffrey Hinton.
Beberapa praktisi lainnya, seperti Tristan Harris sibuk berkampanye menyamakan AI dengan nuclear weapon yang tidak pernah "digunakan" lagi ke sebuah negara sejak pertama kali diciptakan dan digunakan di tahun 1945 kepada Jepang. Itu berkat kampanye yang giat dari semua orang agar nuclear weapon pembuatannya diatur, dan terutama digunakan.
Tristan Harris, Geoffrey Hinton, dll. berharap jika mereka giat berkampanye, maka potensi negatif AI juga bisa ditekan.
Lalu apa hubungannya dengan tahun politik 2024?
Bagaimanapun AI akan berkembang dengan sangat pesat. Akan ada banyak sekali revolusi dalam berbagai bidang yang bakal tercetus. Penerapan demokrasi pun bakal terkena imbasnya. Demikian kata banyak ahli.
Apa imbasnya untuk Indonesia nanti?
Donald Trump saat masih sangat muda sekali pernah sesumbar kepada sebuah media, bahwa ia akan nyapres suatu waktu nanti. Gimana caranya? tanya wartawan dari sebuah media yang mewawancarainya waktu itu. Gampang, kata Trump. Masyarakat Amerika itu gampang dimanipulasi, kok.
Bertahun-tahun kemudian, Trump membuktikan ucapannya itu. Ia menggunakan Twitter untuk memanipulasi masyarakat Amerika agar memilihnya. Bahkan saat ia tidak terpilih lagi untuk periode kedua ia berhasil menghasut pendukungnya untuk menyerbu Capitol Hill dan berbuat rusuh pada tanggal 6 Januari 2021.