(Chatbot Terbaru dari Inflection AI)
Sebagaimana kita ketahui, chatbot yang AI-Powered sejak bulan November 2022 popularitasnya meroket karena munculnya ChatGPT. Setelah itu terjadilah lomba adu pintar berbagai chatbot.
 Namun yang mengejutkan: banyak pakar AI yang memperingatkan adanya ancaman dari berkembangnya AI yang dianggap terlalu cepat. Para pakar memperingatkan bahwa ancamannya belum dibahas antar pakar secara mendalam, meski benefitnya dianggap cukup banyak.
Salah satu ancaman yang utama adalah menurunnya kesehatan mental yang disebabkan antara lain: akan ada banyak pekerjaan dan profesi, atau posisi yang tergantikan oleh AI. Itu termasuk profesi yang menggunakan kreatifitas, hingga termasuk mereka yang menduduki posisi dalam pengambilan keputusan penting. Itu artinya bukan blue collar saja yang bakal tergantikan oleh AI, namun juga white collar juga. Artinya juga profesi konsultan bisa hilang begitu saja, bahkan juga para manajer.
Yang sangat gila adalah ilmuwan atau peneliti juga digantikan oleh AI. Orang bilang masih lama datangnya, tapi perkembangan AI sangat cepat sekali.
Penyebab lain dari menurunnya kesehatan mental adalah media sosial yang akan semakin dilengkapi dengan AI-Powered yang mampu menghilangkan "free will" (dalam tanda kutip). Lihat tulisan mengenai itu di sini (klik di sini).
Kesehatan mental memang sejak lama menjadi salah satu global issues, karena menjadi akar dari menurunnya produktivitas dan meningkatnya anggaran untuk kesehatan secara umum, seperti yang disebutkan oleh WHO. Angka kekerasan, atau angka kriminalitas juga termasuk yang meningkat. Tak terkecuali juga angka korupsi yang meningkat.
Menurunnya kesehatan mental erat berkaitan dengan meningkatnya angka sociopathy. Itu data yang kurang disadari banyak orang. Baca di sini (klik di sini)
Meski AI dikuatirkan dapat memberi dampak buruk seperti itu, namun sebaliknya, perkembangan AI ternyata juga memberi solusi yang menggembirakan. Nampaknya kesehatan mental malah justru menjadi lebih mudah untuk dibangun dengan memanfaatkan AI. Itu jika betul-betul ingin memanfaatkan AI untuk tujuan yang positif.
Sudah ada chatbot terbaru yang sedang dibangun untuk membantu memelihara kesehatan mental agar selalu dalam kondisi sehat. Bukan itu saja, chatbot ini malah nampaknya bisa menjamin fungsi otak agar selalu maksimal, sehingga semua potensi positif yang sudah Anda miliki bisa maksimal Anda gunakan.
Itu artinya lebih mudah meredam perilaku toxic, misalnya korupsi. Tentu itu kabar gembira bagi upaya pemberantasan korupsi yang bukan hanya jalan di tempat, tetapi malah semakin kedodoran akhir-akhir ini di Indonesia.
Kata personal development populer di kalangan motivator atau di kalangan Human Resources Development. Artinya sekitar cara mengembangkan potensi positif yang sudah kita miliki ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Kursus atau training untuk itu sebagaimana kita ketahui berharga mahal.
Sementara itu, Shawn Achor, seorang neuroscientist terkenal, menyebut dengan menjalani berbagai tips dari personal development, maka kita akan 31% lebih produktif daripada sebelumnya. Itu artinya lebih berprestasi, lebih pintar, lebih punya solusi, lebih kreatif, lebih inovatif, lebih tahan banting, lebih cenderung pada kebajikan atau spirituality, bahkan juga lebih sehat. Di berbagai bukunya Shawn Achor menggunakan kata happiness sebagai ganti dari kata personal development. Kadang ia juga menggunakan kata positivity.
Sedangkan Jon Kabat-Zinn menggunakan kata mindfulness practices untuk mengganti kata personal development dan kata meditation.
Lalu Daniel Goleman di tahun 1995 menggunakan kata Emotional Intelligence.
Jon Kabat-Zinn di tahun 1979 adalah seorang medical doctor di University of Massachusetts Medical School yang telah menginspirasi berkembangnya multibillion dollar mindfulness industry di dunia, karena ia memperkenalkan konsep mindfulness sejak tahun 1979 untuk menurunkan tingkat chronic stress dan membantu para pasiennya dari berbagai penyakit mematikan.
Sedangkan Daniel Goleman mempopulerkan kata Emotional Intelligence (EQ) di tahun 1995 (melalui buku dengan judul yang sama) yang kemudian menginspirasikan banyak riset sains hingga puluhan tahun kemudian. Riset sains lainnya itu ternyata lebih menguatkan tesis Goleman seputar emotional intelligence itu.
Yang mengejutkan adalah, ternyata ribuan tahun yang lalu, kira-kira 2.500 tahun lalu, personal development juga sudah dikaji mendalam oleh Siddhartha Gautama. Apa yang dibahas oleh Siddhartha menjadi dasar dari mindfulness practices yang sekarang menjadi industri miliaran dolar di dunia. Tentu istilah yang dulu digunakan oleh Siddhartha berbeda, namun akarnya sama. Kata dukkha diganti dengan kata suffering atau unhappiness. Dukkha di Buddhism adalah central concept. Dukkha atau suffering menjadi akar dari berbagai persoalan hidup. Sedangkan meditasi adalah cara menurunkan dukkha yang penjelasannya menjadi lebih terang di jaman neuroscience sekarang.
Mindfulness practices menggunakan neuroscience untuk menjelaskan akar suffering (dukkha). Neuroscience menemukan pikiran menjadi penyebab utama dari munculnya negative emotions dan lalu menyebabkan chronic stress yang sering disebut unhappiness atau suffering (dukkha).
Neuroscience kemudian menjelaskan lebih rinci lagi, bahwa pikiran cenderung untuk melakukan mind-wandering atau pikiran yang berkelana tidak tentu arah atau tanpa tujuan memikirkan hal-hal negatif dari masa lalu atau masa depan, tentang diri sendiri atau orang lain, dan lain sebagainya. Beberapa riset menemukan hampir separuh dari waktu yang Anda miliki ternyata digunakan untuk melakukan mind-wandering itu. Padahal riset juga menemukan, mind-wandering menyebabkan unhappiness (suffering atau dukkha).
Jon Kabat-Zinn sejak tahun 1979 berhasil mempopulerkan praktik meditasi di dunia Barat dengan sebutan baru, yaitu mindfulness practice untuk menurunkan kecenderungan mind-wandering itu, serta menurunkan pula dampak dari mind-wandering itu, yaitu chronic stress (karena mind-wandering nyaris tidak bisa dihapuskan). Konsep Kabat-Zinn ini diberinama: Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) yang amat terkenal di dunia itu. Menurunkan stress berarti menurunkan dukkha atau suffering.
Tidak terhitung jumlah riset seputar benefit meditasi. Temuan utamanya adalah meditasi memaksimalkan fungsi otak. Artinya adalah fungsi utama dari prefrontal cortex (executive function) menjadi maksimal, yaitu: lebih cerdas, lebih memiliki solusi, lebih mudah mempelajari apapun, termasuk hal baru, lebih kreatif, inovatif, tahan banting atau tahan tekanan (stres), bahkan cenderung pada kebajikan (spirituality). Itu semua, karena menurunnya tingkat stress, sehingga fungsi otak pun akhirnya meningkat.
Itu yang disebut oleh Shawn Achor dalam bukunya berjudul "Happiness Advantage": "your brain at positive is 31 percent more productive that your brain at negative, neutral or stressed".
Maka lahirlah mindfulness industry di dunia setidaknya di 3 dekade terakhir ini.
Personal Intelligence (PI), Aplikasi Pertama seputar Personal Development
Era smartphone hingga Android phone sekarang yang kita kenal sekarang ini memungkinkan setiap orang memiliki berbagai aplikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan sehari-hari. Medsos tentu aplikasi yang paling sering digunakan oleh setiap orang. Begitu juga aplikasi untuk mengedit video atau foto. Ternyata ada 1 aplikasi yang juga banyak digunakan, yaitu aplikasi untuk kebutuhan personal development. Aplikasi itu antara lain: Calm, Headspace, Insight Timer, Stop Breath and Think, 10% Happier, Buddhify, dll.
Berbagai aplikasi yang disebut di atas memiliki tujuan akhir, yaitu menuntun Anda untuk menjalani satu bentuk personal development program. Namun berbagai aplikasi itu lebih nampak sebagai aplikasi untuk mempraktikkan mindfulness atau mempraktikkan meditasi. Mungkin sekali users sudah paham, bahwa ketika mereka rutin mempraktikkan mindfulness, maka akhirnya mereka mendapatkan personal development program pula.
Nama Mustafa Suleyman di dekade ini mungkin saja bisa setara dengan nama Steve Jobs atau Bill Gates di tahun 80an. Jika dulu banyak perusahaan berlomba untuk menciptakan Personal Computer (PC) dan software-nya (software sekarang sering disebut dengan kata aplikasi), lalu di dekade ini berbagai perusahaan berlomba untuk membuat aplikasi Chatbot yang tentu saja sudah AI-Powered. Namun Mustafa Suleyman menciptakan chatbot yang berbeda dengan ChatGPT, Microsoft Bing AI, Google Bard, dll. Apa bedanya?
Mustafa bersama dengan Linkedin co-founder, Reid Hoffman mendirikan perusahaan startup bernama Inflection AI yang sekarang ini sedang membangun chatbot bernama PI yang katanya berbeda dengan chatbot lainnya. Jika berbagai chatbot lainnya berlomba untuk menjadi yang "terpintar" (misalnya Google Bard, Microsoft Bing, ChatGPT, dll), sedangkan PI yang masih experimental ini bukan chatbot yang "terpintar", namun sebuah aplikasi AI yang memiliki Emotional Intelligence yang tinggi dan akan menularkannya ke users.
Jika jaman awal PC dulu users harus membeli perangkatnya (PC) dan software-nya, sekarang nyaris tak ada yang dibayar untuk bisa menggunakan PI itu. Dan juga nyaris tak ada perangkat yang mesti dibeli, karena cukup menggunakan HP yang ada untuk mengakses layanan PI itu.
Namun kelak atau tidak beberapa lama lagi, Anda akan membutuhkan perangkat lain seperti semacam gelang yang dikenakan di pergelangan tangan atau headband di kepala untuk memonitor biometric data dari tubuh Anda dan otak Anda, atau mungkin juga kalung di leher Anda. Peralatan tambahan itu memungkinkan PI untuk memonitor secara lebih akurat tentang kondisi emotions Anda, atau tingkat stress Anda, atau juga fungsi otak Anda. Informasi mengenai biometric itu akan digunakan untuk memberi saran atau nasehat yang lebih akurat untuk Anda dalam rangka meningkatkan emotional intelligence Anda.
Di bawah ini contoh perbedaan antara PI dengan chatbot lainnya yang terlihat dari respon yang diberikan. Gambar di bawah adalah respon yang diberikan Microsoft Bing saat saya bertanya tentang panic attacks. Terlihat Microsoft Bing merespon dengan memberikan informasi yang khas yang biasa diberikan untuk para peneliti. Terlihat juga ada beberapa links yang ditawarkan oleh Bing.
PI ini nampaknya berfungsi seperti buku yang ditulis oleh Daniel Goleman di tahun 1995 lalu yang berjudul "Emotional Intelligence". Namun tentu saja dalam bentuk chatbot, yaitu aplikasi yang bisa bercakap-cakap seperti manusia kepada Anda. Bahkan PI ini kadang bertanya kepada Anda untuk memaksimalkan qualitas responnya pada Anda. Lihat gambar di bawah ini sebagai contoh.
Semua mindfulness practices yang disarankan oleh PI itu dimaksudkan sebagai cara praktis (cara di era AI) untuk menurunkan negative emotions yang bisa muncul kapan saja, dan di mana saja. Jika negative emotions menjadi minimal, maka Anda bisa berharap memiliki otak yang berfungsi maksimal. Begitu penjelasan sederhana tentang bagaimana potensi positif Anda bisa dipicu keluar oleh PI ini.
Bayangkan fungsi otak Anda yang sebelumnya memiliki tingkat yang sama seperti kebanyakan otak yang lain, lalu tiba-tiba fungsinya meningkat sebesar 31% berkat PI ini.
Jadi fungsi utama dari PI ini adalah membantu Anda untuk membuat otak Anda berfungsi lebih maksimal. Siapa sih yang gak kepengen, misalnya melihat korupsi diberantas dengan cara sains mutakhir? Cara yang belum pernah dibahas, barangkali.
M. Jojo Rahardjo
Menulis ratusan artikel & video seputar neuroscience sejak 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI