Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Peringatan dari Masa Depan: The AI Dilemma

20 April 2023   17:27 Diperbarui: 27 Agustus 2023   12:08 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Center for Humane Technology

Pada tahun 1983, Ted Koppel di ABC TV Network, menjadi moderator diskusi yang menampilkan para intelektual dan politisi terkenal segera setelah film "The Day After" baru saja ditayangkan dan menimbulkan kehebohan. Panel tersebut termasuk Henry Kissinger, Elie Wiesel, William F. Buckley, Carl Sagan dan lain-lain. Film & Diskusi itu untuk memperingatkan dunia tentang bahaya perang nuklir. Puluhan tahun kemudian, nyaris tak ada yang mengingat film "The Day After" dan juga diskusi di tahun 1983 itu, karena kemudian hampir semua orang di seluruh dunia saling memperingatkan tentang bahaya perang nuklir.

Lalu di dekade ini ada Center for Humane Technology (CHT) yang mencoba memberi peringatan tentang potensi bahaya dari AI yang dianggap sama berbahayanya seperti perang nuklir. Mereka antara lain adalah Tristan Harris, Aza Raskin, dan lain-lain. 


Beberapa hari sebelum ChatGPT-4.0 diluncurkan oleh OpenAI (pembuatnya) pada 14 Maret lalu, CHT menyelenggarakan diskusi di San Francisco pada 9 Maret 2023 dengan sejumlah ahli dari berbagai bidang, juga para pembuat kebijakan. Diskusi dimaksudkan untuk mendorong adanya perhatian semua orang pada potensi negatif yang bisa ditimbulkan oleh pengembangan AI dewasa ini yang sangat cepat sekali.

Di awal presentasi yang dibawakan oleh Tristan Harris dan Aza Raskin, CHT menyampaikan 3 Point penting seputar munculnya sebuah teknologi baru:

1. When you invent a new technology, you uncover a new class of responsibilities.
2. If the technology confers power, it starts a race.
3. If you do not coordinate, the race ends in tragedy.

Teknologi yang baru saja muncul 1 dekade terakhir ini adalah AI yang masih "embrio" namun telah bertahun-tahun disematkan di medsos tanpa disadari oleh pengguna medsos. AI telah sukses dimanfaatkan untuk membuat pengguna medsos keranjingan. Bersamaan dengan itu penggunanya disesatkan oleh berbagai informasi di dalamnya tanpa "bisa" dikendalikan oleh pengelola medsos. Bahkan medsos ini terbukti dalam berbagai riset: menurunkan kesehatan mental.

Menurut CHT, di medsos inilah umat manusia pertama kali bersentuhan dengan AI dan akan terus bersentuhan melalui medsos. Bahkan mungkin sekali artinya: manusia akan dikendalikan oleh AI melalui medsos.

First Contact or First Encounter

CHT menyebut tonggak baru peradaban manusia itu dengan sebutan ini: First Contact antara Humanity + AI (First Encounter). Meski AI ini (sebenarnya) masih "embrio", namun sudah banyak riset sains yang menunjukkan dampak negatifnya, karena disematkan di medsos. Pengguna medsos dibuat keranjingan, sehingga merusak kesehatan mental, dan dampak lainnya.

Namun, tentu saja pengelola medsos mengklaim banyak sekali sisi positifnya, seperti:
1. Give everyone a voice.
2. Connect with your friends.
3. Join like-minded communities.
4. Enabling SMBs to reach customers.

Gambar: Center for Humane Technology
Gambar: Center for Humane Technology
Padahal, ada banyak riset yang menunjukkan sebaliknya, yaitu dampak negatif dari medsos, seperti:
1. Addiction
2. Mental health.
4. Doomscrolling
5. Shortened attention spans.
6. Influencer culture
7. Sexualization of kids.
8. Polarization.
9. Bots, deepfakes.
10. Cult factories.
11. Fake news.
12. Disinformation/misinformation
13. Information overload.

Para perancang/pengelola medsos tentu saja membantah telah merancang dampak negatif dari medsos itu. Mereka bilang hanya merancang agar medsos lebih sering digunakan oleh penggunanya, atau merancang agar penggunanya keranjingan. Maximize the engagement, kata mereka.

Padahal AI yang disematkan pada medsos ini memicu munculnya beberapa perubahan dalam peradaban manusia. Perubahan radikal yang belum pernah ada sebelumnya, misalnya pada anak-anak dan remaja.

Yang lebih mencemaskan adalah SnapChat (medsos juga) telah menyediakan MyAI sebagai satu feature tambahan di mana penggunanya bisa bercakap-cakap dengan AI. Padahal pengguna SnapChat bisa saja anak di bawah umur yang memutuskan untuk mengandalkan MyAI untuk memberinya nasehat soal hubungannya dengan lawan jenis, agama, jalan hidup, pekerjaan, dll.

Perubahan dalam keseharian kita yang disebabkan oleh medsos (yang ber-AI itu) telah menjalar kemana-mana, bahkan ke pemerintahan yang juga harus aktif di medsos untuk mengkomunikasikan berbagai kebijakannya. Pemerintah tidak bisa lagi mengandalkan media konvensional saja. Sementara itu media konvensional juga sudah menggunakan medsos agar bisa melakukan penetrasi ke masyarakat.

Mereka yang mempromosikan nilai-nilai baik, seperti motivator, agamawan, spiritualis, atau mereka yang mempromosikan kesehatan pun sibuk bermedsos. Apalagi perusahaan yang menawarkan jasa atau produk. Dan tidak terkecuali dunia politik yang sudah terkenal dengan catatannya soal mengerahkan buzzer dalam jumlah besar di medsos agar propagandanya lebih melekat di kepala masyarakat.

Second Encounter

Sedangkan Second Encounter sudah dimulai di tahun 2023 ini. Lebih tepatnya adalah di akhir tahun 2022 lalu di akhir bulan November saat ChatGPT-3.5 diluncurkan pertama kali. ChatGPT adalah aplikasi ChatBot yang penggunanya bisa bercakap-cakap dengan ChatGPT (dengan menggunakan text) seperti bercakap-cakap dengan manusia, padahal dengan machine (AI).

Sebagaimana kita bisa baca dari berbagai media, tentang jumlah pengguna ChatGPT yang fantastis. Belum pernah ada satu medsos yang bisa mencapai jumlah pengguna yang sangat besar hanya dalam hitungan minggu saja.

Gambar: Center for Humane Technology
Gambar: Center for Humane Technology
Meski ChatGPT ini disebut oleh pembuatnya, OpenAI, sebagai experiment untuk mendapatkan banyak masukan dari masyarakat, namun tidak bisa dipungkiri ChatGPT ini telah memicu sebuah "balapan gila" yang berbahaya. Tiba-tiba berbagai perusahaan atau organisasi lain yang juga sedang mengembangkan AI di seluruh dunia berebut mengumumkan bahwa aplikasinya akan segera diluncurkan untuk menandingi ChatGPT. Padahal belum ada 'perenungan bersama' untuk melihat potensi bencananya.

Lalu sebagaimana sudah disebut sebelumnya, setelah ChatGPT-3.5 baru diluncurkan beberapa bulan saja di bulan November 2022, kemudian tanggal 14 Maret lalu OpenAI meluncurkan lagi versi terbarunya yaitu ChatGPT-4.0 yang memiliki kemampuan jauh lebih baik daripada ChatGPT versi sebelumnya. ChatGPT-4.0 ini disebut Multimodal AI, karena sanggup memproses bukan hanya text semata, tetapi juga gambar, suara, hingga video atau kombinasi dari semua itu. Sayangnya layanan ChatGPT-4.0 ini tidak untuk semua orang, pasalnya harus membayar untuk bisa menggunakannya. Jadi sebagian besar masyarakat dunia masih tetap menggunakan ChatGPT-3.5.

Saya sendiri sebagai penulis sudah merasa cukup dengan menggunakan chatbot yang ada di Microsoft Bing yang gratisan dan data yang dimilikinya tidak dibatasi hingga tahun 2021 (seperti pada ChatGPT-3.5).

Gollem AIs akan "Mengepung" Kita Segera

Perkembangan AI sangat cepat dan sudah melesat jauh di depan daripada yang pernah diramalkan oleh para ahli sekalipun, sehingga membuat orang yang tidak mengamati bakal tertinggal. Butuh setiap hari untuk mengamati laporan yang muncul agar tidak tertinggal. Perkembangan AI tentu saja harus diamati, terutama oleh mereka yang berada pada posisi pembuat kebijakan di sebuah negeri. Mengapa?

Sebagaimana sudah saya tulis di beberapa artikel sebelumnya (klik di sini), AI yang sudah disematkan ke dalam medsos mampu mengubah perilaku penggunanya. Perilaku yang paling diinginkan oleh pengelola medsos adalah perilaku keranjingan pada medsos. Semakin penggunanya keranjingan, maka semakin untung pengelola medsos, karena iklan yang dipasang oleh pemasang bisa mencapai reach atau engagement yang diharapkan.

Namun ternyata bukan hanya keranjingan saja yang diharapkan oleh pengelola medsos, tetapi juga mengubah perilaku pengguna secara spesifik. Itu dalam bahasa marketing disebut engagement yang spesifik, misalnya mengklik link yang disediakan, atau mengklik konten berikutnya, atau juga memberi komen dan me-share konten itu ke orang lain.

Konten itu tentu saja tidak melulu konten iklan biasa, karena ada banyak konten yang bisa saja merupakan sebuah propaganda politik dari sebuah partai politik, dari politisi, atau dari calon presiden, gubernur, walikota, bupati yang sedang bertarung di sebuah pemilihan.

Siapa yang paling bermodal besar, maka ia bakal paling merajai medsos dengan kontennya yang mungkin masuk dalam kategori disinformation atau konten yang menyesatkan jika itu dibuat oleh seorang sociopath. Sialnya kebanyakan politisi adalah sociopath, menurut riset sains.

Bagaimana "mengatur" itu, jika pembuat kebijakan di satu negeri tidak memahami apa yang sedang terjadi dalam pengembangan AI di seluruh dunia akhir-akhir ini? Apalagi AI disematkan di semua medsos yang ada.

Meski gambaran negatif itu sudah banyak disampaikan para ahli di seluruh dunia, namun tentu ada juga gambaran positifnya. Setidaknya ongkos politik yang selama ini terasa amat mahal (lihat saja berapa ongkos yang diminta oleh konsultan politik kepada kandidat yang akan bertarung di sebuah pemilihan?), namun AI bisa memangkas ongkos itu secara signifikan.

Gambar: Center for Humane Technology
Gambar: Center for Humane Technology
AI bisa digunakan untuk "membaca" siapa calon presiden yang "pantas" untuk dipilih, atau siapa yang "pantas" menjadi wakil rakyat, demikian juga partai politik yang harus dieliminasi. Seperti terlihat di gambar di atas, election bisa tidak diperlukan lagi (2024 will be the last human election), karena tujuan dari election adalah melihat siapa yang lebih didukung oleh masyarakat dengan cara yang efisien dan bertanggungjawab.

Penutup

Sebagaimana sudah disebut di awal artikel ini, bahaya perang nuklir "berhasil" diperingatkan oleh sebuah film berjudul "The Day After", juga oleh sebuah diskusi yang dimoderatori oleh Ted Koppel di ABC TV Network pada tahun 1983, sehingga peringatan itu terus bergulir di antara masyarakat dunia, demikian juga di antara para pemimpin dunia. Artikel ini juga berpretensi seperti itu, yaitu sekedar melaporkan peringatan yang sudah dibuat oleh para pakar seputar AI.

Namun Anda mesti menyadari ini: artikel yang Anda sedang baca ini, bukan tentang:
- Chatbots,
- AI bias & fairnes
- dll seperti ditunjukkan di gambar di bawah

Gambar: Center for Humane Technology
Gambar: Center for Humane Technology
Artikel ini tentang perlombaan dari para AI developers yang melepaskan Gollem-nya (Generative Large Language Multi-modal Model) masing-masing ke tengah masyarakat (terutama melalui platform medsos). Padahal belum ada cara yang disepakati untuk mengukur bahayanya, kecuali kita dibius dengan pesona positifnya saja.

M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun