Anies Baswedan dengan ABC News Australia bakal terus menuai gaung untuk waktu yang lama (lihat di sini wawancara itu). Ada beberapa hal menarik yang bisa dibahas dari wawancara itu. Bagi pendukung Anies, tentu wawancara itu menunjukkan beberapa hal positif, seperti:
Meski sudah beberapa hari lalu, nampaknya kontroversi wawancara1. ABC News Australia adalah media bergengsi di dunia.
2. Wawancara itu berkaitan dengan undangan pemerintah Australia pada bakal calon presiden di periode mendatang.
3. Anies fasih berbahasa Inggris dan lancar menjawab pertanyaan.
4. Ia membantah dengan baik semua tudingan, bahwa ia seorang gubernur berpaham radikalis agama.
5. Ia bisa menjelaskan dengan baik tentang tuduhan, bahwa ia menggunakan politik memecah-belah saat berkampanye untuk kursi gubernur Jakarta di 2017 lalu.
5. Ia memiliki visi yang baik untuk masa depan Indonesia jika ia memenangkan kursi presiden nanti.
Tentu ada beberapa hal yang juga menarik yang bisa dibahas dari apa yang dikatakan Anies dalam wawancara itu yang berdurasi 13 menit itu. Namun artikel ini hanya akan membahas 1 bagian tertentu saja, yaitu jawaban Anies atas pertanyaan Beverly O'Connor yang mewancarai Anies waktu itu. Pertanyaan itu seputar mengapa Anies menggunakan politik memecah-belah saat berkampanye di 2017? Tentu yang dimaksud oleh Beverly adalah mengapa menggunakan politisasi agama?
Anies memulai jawabannya dengan memberi beberapa contoh, seperti:
1. isu gender,
2. isu etnis, dan
3. isu nasionalism (Brexit).
Menurut Anies 3 contoh isu itu wajar digunakan atau tidak terhindarkan di masa pemilihan, demikian juga isu agama tidak terhindarkan untuk digunakan.
Nampaknya Anies tidak bisa melihat, bahwa ketiga isu di atas itu memang bisa menciptakan kubu-kubuan (polarisasi di masyarakat), namun nomor 1 & 3 bukan pemicu munculnya kebencian, apalagi pemicu kekerasan dibandingkan dengan isu agama. Tidak heran, jika The Jakarta Post pernah menggambarkan Anies seperti ini: "the dirtiest, most polarising and most divisive the nation has ever seen".
Bahkan contoh Brexit yang diberikan Anies harus dikoreksi, karena Brexit adalah sebuah proses referendum yang paling "mulus" di dunia, tanpa mengakibatkan atau meninggalkan bekas polarisasi, terpecah-belah, kebencian, apalagi kekerasan.
Anies juga tidak bisa melihat adanya ancaman tumbuhnya kebencian yang bisa berujung pada kekerasan atau peristiwa berdarah saat menggunakan isu agama dalam politik pecah-belahnya (politisasi agama).Â
Ia terlihat lancar saat memberi 3 contoh seperti yang disebutkan dalam wawancara itu
Dari berbagai kajian tentang personality disorder atau kajian tentang sociopathy (psychopathy dan narcissism), mereka yang memiliki ciri psychopath & narcissist memang cenderung tidak mampu melihat bencana yang mengancam masyarakat dari tindakannya atau langkahnya (lihat artikel terkait).
Psychopath & narcissist akan ringan saja melakukan apapun, meski itu berbahaya bagi masyarakat, yang penting baginya adalah terpilih menjadi pemenang di sebuah proses pemilihan.
M. Jojo Rahardjo
Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H