Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kasus Sambo Menghasilkan Sejumlah Karangan Liar

13 Agustus 2022   13:25 Diperbarui: 13 Agustus 2022   14:40 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana kita tahu, sudah lebih dari sebulan Indonesia gonjang-ganjing karena kasus pembunuhan Brigadir Joshua pada tanggal 8 Juli lalu. Media resmi, apalagi medsos dipenuhi karangan bebas, atau gosip, atau desas-desus, atau hoax tentang berbagai hal seputar kasus pembunuhan itu. Karangan berbumbu sex, perselingkuhan seperti dalam Drama Korea nampaknya mendominasi medsos. Juga tak ketinggalan bumbu seperti dalam film-film mafia yang diproduksi Hollywood. Konon polisi memiliki bisnis gelap, sehingga puluhan polisi dengan mudah "diseret" Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua.

Apakah yang sebenarnya terjadi di kediaman Irjen Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam di Duren Tiga yang sudah dipecat itu?

Meski ada asas praduga tak bersalah, namun ada 3 temuan penting yang sudah tervalidasi dari kasus pembunuhan Brigadir Joshua:
1. Brigadir Joshua dibunuh dengan sadis.
2. Tersangka pelaku utama atau otaknya adalah Sambo.
3. Tersangka Sambo sejak awal sekali sudah berbohong.

Yang belum tervalidasi adalah motif. Apa yang disampaikan Sambo sekalipun (setelah Sambo diperiksa sebagai tersangka beberapa hari lalu) masih belum tervalidasi. Termasuk yang disampaikan banyak pihak, media, juga apa yang disampaikan oleh Mahfud MD, apalagi masyarakat awam.

Polisi, setelah memeriksa Sambo beberapa hari lalu itu telah menyatakan bahwa motif masih belum jelas. Lalu apakah nanti di pengadilan akan menjadi jelas? Rasanya juga tidak, apalagi karena ada banyak kepentingan yang harus didahulukan, terutama kepentingan Polri, yaitu citra atau wibawanya.

Tapi jangan kuatir, Sambo dan kaki-tangannya pasti dihukum berdasarkan perbuatannya yang terbukti di pengadilan, apapun motifnya. Jadi para pengarang bebas masih akan terus menghasilkan karangannya yang liar, bahkan hingga setelah pengadilan selesai digelar.

Membahas Kasus ini dengan Sudut Pandang yang Berbeda

Semua tahu kasus ini dipenuhi berbagai kejanggalan, sehingga mungkin menguntungkan media yang menjual berita atau menjual tulisan, video atau juga menjual wawancara.

Setidaknya ada 3 kejanggalan:
1. Seorang polisi dengan karir yang sudah di puncak, namun melakukan kejahatan pembunuhan dengan ceroboh sekali.
2. Motif pembunuhan yang disampaikan Sambo yang bagi orang normal amat tidak masuk akal.
3. Ada terlalu banyak (puluhan) polisi dari yang berbintang, termasuk Kompolnas hingga polisi muda mau (dengan gampang) "diseret" Sambo ke dalam pusaran kasus ini.

Berbagai kejanggalan itu dibahas dengan berbusa-busa dengan berbagai sudut pandang di media resmi, maupun di medsos. Meski demikian, masih amat sedikit yang membahasnya dengan sudut pandang sains seputar personality disorder.

Tentu saja tulisan ini tidak bermaksud untuk menjadi paling benar dalam membahas atau menganalisa berbagai kejanggalan yang ada dalam kasus itu. Seperti yang sudah saya tulis dalam 2 artikel sebelumnya, Sambo sejak awal sekali sudah terdeteksi memiliki ciri personality disorder. Setidaknya ia memiliki 3 personality disorder sekaligus: psychopath, narcissism, dan machiavelllism. Baca 2 artikel itu: DI SINI & DI SINI

Sains seputar personality disorder bisa digunakan untuk menjelaskan mengapa Sambo menyandang 3 kejanggalan tersebut di atas yang telah melahirkan banyak spekulasi atau karangan liar di berbagai media selama 1 bulan lebih ini.

1. Dikendalikan oleh kecenderungan dasarnya

Seorang dengan ciri Dark Triad Personality (lihat 2 tulisan saya sebelumnya tadi) dikendalikan oleh kecenderungan dasarnya, yaitu kecenderungan untuk melanggar hukum atau norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kasus pembunuhan Brigadir Joshua, pelaku menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk menyelesaikan persoalannya, apapun persoalannya itu.

Tentu ada pertanyaan: Mengapa sebelumnya pelaku tidak terlihat dikendalikan oleh kecenderungan dasarnya itu? Pada kasus-kasus besar yang dilakukan oleh seorang dengan ciri personality disorder, akhirnya terungkap kejahatan-kejahatan lain yang dilakukan sebelumnya setelah pelaku ditangkap.

Kecenderungan dasarnya ini bisa menghentikan fungsi prefrontal cortex (PFC) dari pelaku dalam situasi tertentu. Sebagaimana kita tahu, PFC berfungsi untuk menghasilkan pemikiran rasional, penuh pertimbangan, termasuk pemikiran yang bermoral atau mengatur emosi. Hasil otopsi sementara dari jenazah Brigadir Joshua menunjukkan ia dibunuh dengan sadis. Pembunuhan sadis itu tidak perlu didukung oleh kesaksian dari beberapa orang, cukup hasil otopsi saja. Perilaku sadis itu menunjukkan tidak adanya empathy (kemampuan merasakan apa yang diderita orang lain) dari pelaku pembunuhan. Empathy adalah salah satu yang diproduksi oleh PFC.

Karena PFC-nya berhenti bekerja, maka ia pun tak mampu merencanakan apa yang harus terjadi selanjutnya. Dalam bahasa hukum, pelaku disebut mengalami kegilaan sesaat yaitu saat melakukan kejahatannya itu. Pelaku kemudian disebut membangun skenario yang acak-adul atau janggal, sehingga mudah tercium aroma kejahatannya. Pada kasus Sambo, ia mengarang cerita ada pelecehan seksual di Duren Tiga, namun belakangan "dikoreksi" menjadi di Magelang. Acuk-adul, bukan?

2. Pelaku memiliki moralitas yang berbeda

Orang normal, bahkan dalam keadaan tersudut, misalnya terancam jiwanya sekalipun tidak memilih solusi membunuh orang lain atau melukai orang lain, kecuali profesi tertentu yang dilatih untuk menjadi seperti itu, misalnya pasukan tempur. Pelaku dengan Dark Triad Personality akan memilih sebaliknya, bahkan jika ia tidak dalam kondisi tersudut sekalipun.

Pada kasus Sambo, banyak orang menggelengkan kepala, karena keheranan. Mengapa dibunuh? Mengapa disiksa? Jika Brigadir Joshua bersalah, maka tinggal dijebloskan ke dalam penjara, bukan? Itu sebabnya pelaku mengarang skenario yang buruk sekali soal kesalahan Brigadir Joshua. Menurut pelaku, Brigadir Joshua melakukan kesalahan yang membuatnya pantas dibunuh. Tentu itu mencengangkan nyaris semua orang. Meski Sambo seorang polisi, namun ia bukan hakim atau bahkan eksekutor.

Moralitasnya berbeda dan berbahaya bagi orang sekitarnya. Pelaku seperti memegang prinsip Honor Killing. Kehormatan keluarga harus dijaga dengan cara membunuh siapapun yang menodai kehormatan keluarga. Prinsip Honor Killing ini dianut oleh mereka yang berada di pinggiran peradaban, di wilayah tertentu seperti di Pakistan, Afghanistan, dll.

3. Kemampuan memanipulasi orang lain

Mereka yang memiliki ciri Dark Triad Personality ahli dalam pencitraan. Biasanya ia mencitrakan dirinya memiliki leaderships yang bagus atau kuat. Itu sebabnya ia melatih cara berbicaranya agar memiliki kharisma atau wibawa. Tidak hanya itu, ia bahkan bisa mencitrakan dirinya suci tanpa cela, atau bahkan diutus Tuhan.

Kemampuannya ini dibangunnya sejak ia masih muda sekali. Kemampuan ini semakin tua semakin terasah. Ia bisa hebat sekali dalam melakukan rekayasa, agar memiliki setumpuk prestasi atau pencapaian. Mungkin sekali ini yang membuat banyak orang keheranan dengan karir pelaku yang moncer, bahkan mengalahkan karir atasan pelaku.

Bertahun-tahun setelah pelaku ditangkap, biasanya pasangannya tidak bisa percaya bahwa pasangannya memiliki ciri Dark Triad Personality. Ia bahkan memiliki sejumlah sahabat yang siap memberikan testimoni bahwa sahabatnya ini sebenarnya orang baik, namun sedang mengalami ujian atau sedang dijatuhkan oleh lawan atau musuhnya.

Jadi tak mengherankan jika puluhan polisi, dari yang berbintang hingga polisi muda, bahkan Kompolnas serta merta "terseret" oleh perbuatan pelaku.

Penutup

Sains seputar personality disorder memang baru saja berkembang. Sebutan Dark Triad Personality juga baru dipopulerkan dalam2 dekade terakhir. Padahal sains ini berguna sekali untuk mencegah rusaknya sebuah institusi negara karena ulah satu atau dua orang.

Di masa dahulu, seorang dengan ciri Dark Triad Personality telah menghasilkan korban tewas sebanyak 50 juta orang di seluruh dunia. Tak ada yang menyangka atau malah menganggap enteng Adolf Hitler saat partainya, Nazi, memenangkan pertarungan politik di Jerman saat itu. Hitler masih tetap dianggap enteng saat ia sudah mengagresi bebarapa negeri tetangganya. Lalu tiba-tiba hanya dalam beberapa tahun partai Nazi berkuasa di Jerman, kekuatan militer Jerman sudah terlalu kuat bagi kebanyakan negeri di Eropa. Butuh kekuatan gabungan beberapa negeri di dunia untuk menghentikan Hitler. Dunia hancur porak-poranda, terutama Eropa yang menjadi medan perang dunia kedua.

Bagaimana cara Indonesia mencegah orang dengan Dark Triad Personality menyusup ke dalam organisasi penting di dunia politik, institusi negara, institusi keagamaan, dan lain-lain?

 Jojo Rahardjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun