Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tulisan Kedua Soal Bahaya Medsos di Tahun Politik 2024

17 Mei 2022   14:32 Diperbarui: 28 Agustus 2023   14:45 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar:  Sophie Zhang, https://www.technologyreview.com/

Jika kita membaca berbagai review tentang documentary yang dirilis oleh Netflix yang berjudul "The Social Dilemma" maka akan kita temui cukup banyak review yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Tentu itu bagus.

Artikel pendek ini hanya untuk menambah bahan diskusi dari gerakan meninggalkan medsos yang semakin mengemuka di dunia (entah di Indonesia). Tapi tunggu dulu, saya tentu saja bukan bagian dari gerakan meninggalkan medsos itu, karena saya berpendapat, medsos harus tetap diisi dengan konten positif. Jika tidak, maka medsos akan dikuasai dan didominasi oleh konten negatif yang menghancurkan peradaban manusia.

Dalam tulisan saya sebelumnya, saya ungkapkan beberapa riset yang menunjukkan mengapa medsos menyumbang gangguan pada mental health yang akhirnya juga menyumbang turunnya produktivitas.

Untuk lebih menggambarkan akibat buruk medsos, tulisan saya sebelumnya juga mengungkap data-data dari beberapa lembaga riset mengenai terbentuknya polarisasi (kubu-kubuan) yang semakin jauh dalam soal politik, agama, dan apapun. Polarisasi yang semakin jauh itu terjadi di mana-mana di seluruh dunia, termasuk juga di Indonesia.

Mengapa polarisasi yang semakin lebar itu buruk? Sederhana saja jawabannya: kewarasan pengguna medsos semakin menghilang atau turun drastis.

Tidak itu saja, medsos juga mengeskalasi berbagai persoalan global yang sudah ada. Dengan kata lain medsos mengancam keberadaan manusia atau peradaban manusia, misalnya karena ikut melicinkan jalan menuju perang dunia berikutnya.

Jika dibuat ringkasannya dampak medsos:

- menjadi candu.
- merusak mental health.
- menurunkan produktivitas.
- polarisasi (kubu-kubuan) politik, agama dan macam-macam yang semakin jauh.

-mengeskalasi penyebaran segala hoax, teori konspirasi, fitnah, kabar bohong, desas-desus, misinformation, dll.
- mengeskalasi berbagai persoalan global yang sudah ada.
- menjadi alat baru yang ampuh untuk mengendalikan kesadaran/pikiran penggunanya (tentu ini alat yang bagus bagi yang punya duit, seperti organisasi, perusahaan, partai politik, pengusaha besar, tiran, diktator, dll).

Apa yang sudah diungkap oleh Frances Haugen mungkin sudah mulai dilupakan orang, padahal itu baru beberapa bulan lalu, yaitu di akhir tahun 2021 lalu, tepatnya di bulan Oktober 2021 lalu.

Frances (product manager) hengkang dari Facebook, karena mengikuti nuraninya yang menurutnya Facebook telah membahayakan penggunanya, terutama teenager atau orang-orang muda dan pengguna pada umumnya, bahkan ia menyebut juga Facebook itu: "weaken our democracy".

Menurut riset Facebook sendiri, misinformation/disinformation, bahkan konten kebencian dan kekerasan bisa meningkatkan aktivitas di Facebook, atau meningkatkan interaksi antar penggunanya, juga meningkatkan duration dalam penggunaan Facebook. Itu tentu artinya keuntungan finansial yang lebih besar. Sehingga Facebook tidak melakukan upaya untuk mencegah atau mengurangi itu. Meski demikian Facebook berpura-pura melakukan upaya itu.

Seperti dikutip dari satu artikel di Massachusetts Institute of Technology Review:

Frances Haugen, a former product manager at the company, says she came forward after she saw Facebook's leadership repeatedly prioritize profit over safety.

Berulang-ulang Frances mengatakan ini di depan komisi yang membidangi persoalan media sosial di Kongres Amerika akhir tahun lalu itu:

Facebook ... knows---they have admitted in public---that engagement-based ranking is dangerous without integrity and security systems but then not rolled out those integrity and security systems in most of the languages in the world," she told the Senate today. "It is pulling families apart. And in places like Ethiopia it is literally fanning ethnic violence.

Dalam tulisan tersebut di atas juga disebut kasus yang terjadi di Myanmar, di mana berita palsu, hoax, ujaran kebencian menjadi-jadi seputar minoritas muslim Rohingya. Facebook di tahun 2018 mengakui tidak melakukan upaya yang berarti untuk mencegah penggunanya memanfaatkan (menunggangi) Facebook untuk mengeskalasi kekerasan.

Ini kutipan dari tulisan itu:

The machine-learning models that maximize engagement also favor controversy, misinformation, and extremism: put simply, people just like outrageous stuff.

Sometimes this inflames existing political tensions. The most devastating example to date is the case of Myanmar, where viral fake news and hate speech about the Rohingya Muslim minority escalated the country's religious conflict into a full-blown genocide. Facebook admitted in 2018, after years of downplaying its role, that it had not done enough "to help prevent our platform from being used to foment division and incite offline violence.

Tentu masih ada lagi kasus-kasus lain di dunia yang menunjukkan Facebook telah ditunggangi untuk tujuan yang mengoyak kemanusiaan. Misalnya kasus presidential election di Amerika pada tahun 2017 dan tahun 2020, serta juga kasus penjatuhan Ahok di tahun 2017 di Jakarta.

Di setiap kasus seperti itu, Facebook dihadapkan pada pilihan: meningkatkan jumlah penggunanya, durasi, dan interaksi antar penggunanya atau kebalikannya.

Pilihan pertama akan menghasilkan keuntungan finansial yang lebih besar, namun dengan "membiarkan" berita palsu, hoax, fitnah, teori konspirasi, ujaran kebencian, anjuran pada kekerasan, pembunuhan, polarisasi politik yang melebar, dan lain-lain yang semacam itu.

Ini kutipannya: 

In 2017, Chris Cox, Facebook's longtime chief product officer, formed a new task force to understand whether maximizing user engagement on Facebook was contributing to political polarization. It found that there was indeed a correlation, and that reducing polarization would mean taking a hit on engagement. In a mid-2018 document reviewed by the Journal, the task force proposed several potential fixes, such as tweaking the recommendation algorithms to suggest a more diverse range of groups for people to join. But it acknowledged that some of the ideas were "antigrowth." Most of the proposals didn't move forward, and the task force disbanded.

Haugen juga mengungkap riset pada pengguna Instagram pada tahun 2020 yang menguatkan berbagai riset lainnya, bahwa medsos memang mengganggu kesehatan mental yang mengeskalasi kasus bunuh diri atau depresi berat.

Tentu saja tak ada upaya yang berarti untuk mencegah atau menurunkan itu, karena akan menurunkan juga jumlah pengguna, tingkat aktivitas, atau durasi penggunaannya.

Artikel yang sedang Anda baca ini tentu bisa lebih panjang, terutama jika membahas beberapa artikel lainnya yang semua membahas hal yang sama, yaitu bahaya medsos bagi kemanusiaan.

Anda bisa membaca 2 artikel bagus lainnya seperti tertulis di bawah ini dari situs kredibel MIT Technolgy Review:

https://www.technologyreview.com/2021/03/11/1020600/facebook-responsible-ai-misinformation/

https://www.technologyreview.com/2021/07/29/1030260/facebook-whistleblower-sophie-zhang-global-political-manipulation/

Penutup

Sebagaimana yang sudah saya tulis di artikel sebelumnya, sekali lagi kita harus duduk bersama untuk membahas sebuah protokol tentang penggunaan medsos di Indonesia. Ini penting sekali, jika kita ingin semua selamat menuju dan melalui tahun politik 2024. Tapi jangan pernah lupa, bahwa bagi mereka yang berniat untuk menunggangi medsos, peringatan di artikel ini tidak penting atau malah harus dilupakan.

M. Jojo Rahardjo

Sejak 2015 menulis ratusan artikel & video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun