Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Media Sosial, Sebuah Dilema Baru dalam Peradaban?

18 April 2022   19:21 Diperbarui: 1 November 2023   10:48 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus seperti itu pernah lama dibicarakan bertahun-tahun oleh berbagai ahli saat pemerintah Rusia dituduh membobol Facebook untuk ikut campur dalam US election di tahun 2017. Padahal yang terjadi adalah Rusia hanya memanfaatkan apa yang sudah tersedia di Facebook, yaitu algorithm. Namun, apakah betul Rusia yang menggunakan Facebook untuk ikut campur dalam US election? Atau ada pihak lain yang menggunakan nama Rusia? Kasus itu rupanya terjadi lagi saat US election di tahun 2020. Adabeberapa contoh lain yang diberikan oleh "The Social Dilemma" tentang bagaimana demokrasi terancam karena munculnya medsos dalam peradaban manusia di 2 dekade terakhir.

Bagaimana dengan Indonesia?

Untuk kasus Indonesia adalah: makin terlihat dalam beberapa tahun terakhir ini sekelompok atau beberapa kelompok orang yang menunggangi (memanfaatkan) medsos untuk memenangkan partai-partai tertentu dan memenangkan kandidat tertentu dalam pilkada atau pilpres atau pemilu. Padahal partai-partai atau kandidat itu sudah memiliki jejak digitalnya yang hitam, yaitu pernah mengoyak kemanusiaan.

Sebagaimana sudah disebut sebelumnya di atas, penunggangan ini tidak akan terlalu dipusingkan oleh penyedia platform medsos (artinya: dibiarkan saja), karena penunggangan ini berarti bertambahnya aktivitas di medsos yang akan menghasilkan lebih banyak keuntungan finansial bagi penyedia medsos.

Memang kita kadang melihat beberapa akun medsos yang diberi sangsi atau diblok oleh penyedia platform. Namun itu cuma "bualan" belaka. Karena sebenarnya AI yang digunakan oleh penyedia bisa memahami arti sebuah kalimat, bahkan konteksnya. Sedangkan yang diberi sangsi oleh penyedia hanya karena kata-kata tertentu saja, misalnya kata-kata yang memiliki arti langsung pada kekerasan, kebencian, atau kejahatan. Namun penyedia medsos tidak memaksimalkan penggunaan AI untuk benar-benar mencegah misinformation, disinformation, violence, hate speech, serangan pada humanism, dan lain-lain.

Kasus medsos ditunggangi oleh kelompok-kelompok yang melawan kemanusiaan sudah pernah terindikasi terjadi dan menjadi contoh yang jelas di Jakarta tahun 2017. Jejak digital dari skandal hitam ini akan lama tercatat dalam sejarah. Beberapa kelompok yang sebelumnya pernah berkuasa namun korup berkolaborasi dengan kelompok-kelompok radikal agama, bahkan kelompok teroris. Semua kelompok ini terindikasi menunggangi medsos dengan politisasi agamanya, dan memenangkan pilkada Jakarta 2017. Tentu di balik skandal hitam ini ada master mind atau orang yang merancang untuk menggunakan medsos sebagai salah satu kunci kemenangan. Jejak digitalnya tak bisa dihapus begitu saja. Tetapi apakah masyarakat awam bisa mencegah mereka beraksi kembali di 2024?

Langkah Bijak untuk Menghadapi Tahun Politik 2024

Seperti judul artikel ini, medsos adalah dilema baru bagi peradaban manusia di pelosok mana pun di muka Bumi ini. Medsos mengeskalasi berbagai persoalan manusia, bahkan medsos mengancam eksistensi manusia, menurut "The Social Dilema".

Lalu bagaimana? Apakah kita akan ikut gerakan yang beberapa tahun belakangan ini ramai dibicarakan, yaitu gerakan men-delete akun medsos? Tentu itu bukan langkah yang bijak, karena itu artinya medsos akan didominasi oleh mereka yang memiliki tujuan sempit dan berbahaya. Padahal kita harus tetap berada di medsos untuk menyemarakkan medsos dengan konten positif.

Tapi bagaimana melakukan itu tanpa harus terseret menjadi addicted? Bagaimana melakukan itu tanpa menjadi penguat echo chamber (lihat tulisan saya yang lain mengenai ini)? Bagaimana kita tahu apa yang kita sebarkan di medsos adalah konten positif?

Ini jawaban yang paling mungkin:

Bangsa ini harus duduk bersama dan membicarakan sebuah protokol yang harus tersedia untuk masyarakat tentang penggunaan medsos dalam menghadapi tahun politik 2024. Jika tidak, maka bangsa ini akan tercerai-berai oleh dampak dari medsos, yaitu menggilanya polarisasi politik, agama, atau apapun, menurunnya kesehatan mental (stres atau depresi) yang kronis, kehilangan produktivitas, perang saudara yang bisa meluluh-lantakan negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun