Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Otak Teroris seperti Apa?

29 Maret 2021   11:06 Diperbarui: 29 Maret 2021   11:20 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: idntimes.com

Amigdala adalah reptilian brain yang "tertinggal" di otak manusia setelah middle brain dan upper brain berkembang. Amigdala pada reptil berfungsi untuk memilih 2 tindakan saja pada sebuah situasi, yaitu fight atau flight. Pada otak manusia, sebuah situasi akan diolah terlebih dahulu di upper brain, sehingga bisa menentukan tindakan yg lebih tepat dibanding fight atau flight saja.

Tumor di otak bisa menjadi penyebab amigdala membajak kerja seluruh bagian otak. Charles Whitman di tahun 1966 yang disebut Texas Tower Sniper, membunuh istri dan ibunya di rumahnya dengan pisau, lalu ia pergi ke kampus University of Texas di Austin. Di sana ia membunuh total 14 orang hanya dalam kurang dari 2 jam saja dengan berbagai jenis senjata api dan melukai 31 orang. Ia akhirnya mati ditembak polisi. Dalam tulisan yang ditinggalkan untuk menjelaskan aksi mengerikannya itu, ia menyebut mengalami gangguan di kepalanya yang membuatnya sakit kepala, bingung, stres dan depresi dalam beberapa bulan terakhir.

Pembantai di Texas yang menewaskan 16 orang ini disebut oleh para ahli memiliki tumor otak yang mempengaruhi amigdalanya, dan lalu menimbulkan kecemasan dan agresi yang mengerikan.

Stephen Paddock membantai 60 orang di Las Vegas dan melukai 867 orang lebih pada 1 Oktober 2017. Motif orang ini masih misterius. Sayangnya otaknya rusak karena peluru yang ia tembakkan sendiri untuk bunuh diri setelah melakukan aksi pembantaian. Mungkinkah ia memiliki tumor di otak? Atau mungkinkah otaknya telah dijejali informasi negatif belakangan ini?

Stephen Paddock menurut beberapa media disebut tak memiliki ciri seorang psikopat. Ia memang seorang penjudi dan kurang banyak bergaul dengan banyak orang. Namun beberapa tahun terakhir sebelum ia melakukan serangan mengerikan dengan beberapa senjata otomatis dari kamar hotelnya di lantai 32 di Las Vegas, ia disebut menemui beberapa dokter untuk keluhan stres atau depresi. Sebagaimana kita ketahui stres atau depresi yang berkepanjangan bisa merusak otak yang pada akhirnya mendorong orang pada aksi agresi atau kekerasan yang mengerikan.

Selain tumor, nampaknya amigdala bisa menjadi aktif jika upper brain kurang digunakan semestinya. Informasi negatif yang dijejalkan ke otak bisa membuat otak berada dalam kondisi yg negatif, sehingga amigdala mudah membajak upper brain. 

Program cuci otak bagi "pengantin" (calon teroris) yang akan melakukan serangan teror bunuh diri adalah program menjejalkan informasi negatif ke dalam otak agar otak berada dalam kondisi negatif atau rusak.

Kata kebahagiaan, happiness, wellbeing, kadang disebut oleh beberapa neuroscientists dengan menggunakan kata positivity. Artinya adalah sebuah kondisi di otak saat berfungsi maksimal, sehingga lebih cerdas, lebih penuh solusi, lebih kreatif dan inovatif, lebih tahan stres dan depresi, membuat tubuh lebih sehat, lebih cenderung pada altruism (kebajikan) atau lebih spiritual. Mereka yang memiliki positivity yang besar terbukti bisa menjadi pribadi yang lebih baik.

Menurut riset, mereka yang yang rajin meditasi terbukti memiliki empathy yang lebih besar atau perasaan oneness, berpegang-teguh pada golden rule, atau bahkan memiliki spirituality yang lebih besar. Artinya mereka ini kurang memiliki pandangan eksklusif pada dirinya atau kelompoknya sendiri. Mereka cenderung merasa menjadi bagian dari apa pun di sekitarnya atau dari kelompok lain. Mereka menjadi tak sanggup berbuat kekerasan pada yang lain atau kelompok lain. Juga mudah menolong daripada mengacuhkan yang lain yang artinya juga menjadi lebih berguna bagi orang lain.

Meditasi (meditasi sekuler yang tidak terkait dengan keyakinan apa pun) hanya salah satu cara untuk memiliki positivity yang besar. Menurut berbagai riset, berdoa pun bisa menghasilkan positivity yang besar. Begitu juga bersyukur, terutama bersyukur yang didefinisikan oleh neuroscience, yaitu menulis 'jurnal positif' yang isinya adalah pengalaman positif dari diri kita sendiri atau apa yang positif di di sekitar kita.

Masih ada banyak praktik lain yang menurut riset bisa digunakan untuk menghasilkan positivity yang besar. Kebanyakan praktik ini adalah praktik yang sudah biasa kita lakukan sehari-hari, sehingga kita hanya tinggal memprogramnya untuk menghasilkan positivity yang besar. 

Kita tentu berduka, karena sekali lagi aksi teroris yang mengerikan terjadi lagi di Indonesia, yaitu di sebuah gereja di Makassar.

Otak yang tak berfungsi maksimal memang tidak cenderung memiliki empathy yang lebih besar atau memiliki perasaan oneness, juga tidak berpegang-teguh pada golden rule. Artinya mereka ini lebih memiliki pandangan eksklusif (mengenai dirinya atau kelompoknya). Mereka tidak cenderung merasa menjadi bagian dari apa pun di sekitarnya atau dari kelompok lain yang berbeda. 

Mereka ini menjadi sanggup berbuat kekerasan yang mengerikan pada orang lain atau kelompok lain. Itu artinya mereka tak punya empathy sehingga cenderung menghindar untuk berbuat baik pada orang lain atau kelompok lain yang berbeda. 

Orang seperti itu sebenarnya hanya menganut ideologi politik sesat atau negatif yang ditanam oleh para pemuka kelompoknya, namun orang seperti itu merasa dirinya beragama dan orang-orang lain pun mengira orang seperti itu beragama. Sehingga para pemimpin negara sudah tepat jika mengatakan bahwa aksi teroris tidak berkaitan dengan agama tertentu, karena para teroris itu sedang menjalankan ideologi politik sesat yang diyakininya, namun para teroris itu mengira sedang menjalankan ajaran agamanya.

Kita berduka, karena setelah ribuan riset tentang otak pada 3 dekade terakhir ini, dan setelah ribuan buku tentang kebahagiaan ditulis, ternyata teroris masih saja ada....

M. Jojo Rahardjo

Menulis ratusan tulisan dan video tentang riset sains pada otak dan kaitannya dengan produktivitas, kecerdasan, altruism, atau kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun