Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Saya: Vaksinasi di Istora Senayan

17 Maret 2021   18:00 Diperbarui: 4 Juli 2021   20:59 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: dokumentasi pribadi

Apa yang sudah diramalkan saat awal Pandemi di awal 2020, akhirnya terjadi juga, yaitu pandemi akan berjalan lama. Salah satu penyebabnya adalah proses vaksinasi yang ternyata tak bisa cepat, karena karena faktor ketersediaan vaksin. Hingga kini masih banyak negara yang belum tahu kapan akan bisa mendapat vaksin dari negara pembuatnya, karena keterbatasan kapasitas produksi vaksin.

Beberapa waktu lalu, 16 Maret 2021 penulis ikut program vaksinasi yang diselenggarakan pemerintah untuk lansia di Istora, Kompleks GBK, Senayan. Penulis masuk ke dalam antrian pukul 0700 pagi dan selesai divaksinasi pada pukul 0900 pagi. Itu vaksinasi pertama saya dari 2 vaksinasi yang mesti saya ikuti. Lihat gambarnya di sini: membangunpositivity.com.

Tentu saya beruntung karena Indonesia termasuk yang cepat melaksanakan program vaksinasi untuk warganya. Dan saya beruntung, karena saya lansia yang sudah mendapat giliran untuk divaksinasi. Saya juga beruntung karena bisa ikut berpartisipasi untuk menciptakan herd immunity di Indonesia, sehingga COVID-19 diharapkan bisa cepat menghilang dari dunia.

Saya datang untuk ikut vaksinasi di Istora ini, karena kabar yang beredar di media sosial. Memprihatinkan memang, karena meski saya sudah mencari konfirmasi di berbagai media yang kredibel, saya tetap tak berhasil memperoleh informasi yang valid tentang program vaksinasi di Istora ini. Akhirnya saya datang juga kemarin pagi ke Istora dengan niat: saya hanya mau membuat beberapa foto. Saya pun masuk ke dalam antrian hingga akhirnya saya divaksin. Tentu saya bersyukur.

Ternyata memang informasi mengenai vaksinasi di Istora ini simpang siur. Misalnya tentang pendaftaran online yang sebenarnya disediakan oleh panitia di sini: loket.com. Informasi ini baru muncul di media kredibel kemarin. Jika saya tahu tentang pendaftaran online itu, tentu saya gak perlu antri lama.

Mestinya, karena ini untuk lansia, sebaiknya vaksinasi dengan cara go show itu ditiadakan saja, karena memberatkan para lansia. Sudah saatnya pendaftaran online menjadi syarat utama berbagai kegiatan yang diselenggarakan untuk masyarakat. Ini jaman digital, bukan?

Meski mengantri cukup lama, namun panitia rupanya cukup tanggap, karena telah menyediakan petugas yang banyak, sehingga antrian cukup teratur dan protokol kesehatan tetap terjaga.

Kita tahu pandemi sudah berlangsung selama lebih dari 1 tahun. Kondisi ekonomi di banyak negara terlihat memburuk. Indonesia juga tak ketinggalan. Banyak yang kehilangan pekerjaannya dan kehilangan harapan pada masa depan yang baik. Bukan hanya karena persoalan ekonomi itu saja yang memberatkan kita, tetapi pandemi ini juga menyebabkan gangguan pada kesehatan mental yang serius pada masyarakat. WHO adalah salah satu yang melakukan riset mengenai itu.

Manusia adalah makhluk sosial. Banyak riset menunjukkan, bahwa tatap muka, apalagi saling bersentuhan, seperti salaman dan berpelukan, memiliki pengaruh besar pada kesehatan mental kita.  Pandemi ini membuat kita tak bisa lagi melakukan itu, padahal sumbangannya cukup besar pada kesehatan mental kita. Bahkan hanya dengan melihat ekspresi muka orang lain saja atau senyum orang lain, itu bisa menyumbang positivity di otak kita yang pada gilirannya akan menyehatkan kondisi mental kita.

Semoga program vaksinasi cepat selesai, sehingga herd immunity cepat tercapai dan kita bisa hidup normal kembali. Namun demikian banyak yang memprediksi, masa itu baru tercapai di tahun 2022.

Di masa yang panjang itu apa yang bisa kita lakukan? Tentu banyak yang harus kita lakukan, jika kita menggali berbagai riset yang berkaitan dengan itu, terutama berbagai riset tentang bagaimana agar kesehatan mental kita tetap baik. Itu untuk menjamin agar kita tetap produktif, tetap sehat, dan tetap memiliki kecenderungan pada kebaikan.

Tentu pandemi COVID-19 telah semakin menguatkan dugaan banyak ahli, bahwa ancaman pandemi atau wabah virus akan menjadi ancaman yang akan selalu ada di masa depan. Setelah SARS, lalu MERS, dan kemudian muncul COVID-19 yang juga disebabkan oleh virus yang sama, yaitu corona virus. SARS menular ke manusia dari unggas terjadi di tahun 2002, MERS menular dari onta ke manusia di tahun 2012, dan COVID-19 menular dari kelelawar (diduga) di tahun 2019 (Desember) hingga sekarang. Hampir tiap dekade muncul wabah yang disebabkan oleh virus corona.

Beberapa ahli sekarang prihatin dengan kondisi peternakan di berbagai tempat di dunia. Mereka kuatir, wabah baru akan muncul lagi dari banyaknya peternakan di seluruh dunia. Cara-cara pencegahan masih terus dipikirkan, selain berbagai cara baru untuk melindungi tiap orang agar tak terinfeksi oleh orang lain. Masker transparan atau face shield yang transparan atau helm masih terus dirancang agar bisa digunakan berjam-jam dan tetap nyaman tanpa mengganggu proses interaksi antar manusia.

Ini artinya penggunaan masker dan jaga jarak, serta tak menyentuh benda-benda asing akan abadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Meski demikian, ilmu pengetahuan dan teknologi tentu akan terus menyediakan berbagai temuan baru yang bisa membuat manusia tetap bisa berinteraksi sebagaimana sudah menjadi fitrahnya atau instingnya.

==o==

Saya berusia 59 tahun dan merasa optimis dengan kondisi kesehatan saya. Sejak tahun 2015 saya tak pernah mengalami flu berat (berhari-hari). Jika terkena flu (dengan gejala bersin, tanpa demam, dan gejala lain seperti otot-otot yang nyeri atau tenaga yang melemah), itu hanya terjadi kurang lebih 2 jam saja. Padahal sebelum tahun 2015 gangguan kesehatan saya cukup banyak. Flu berat (bisa 2 hari) menimpa saya tiap bulan. 

Dulu, radang pencernaan, sakit kepala, radang tenggorokan, sariawan, dan lain-lain sering menimpa saya. Setelah 2015 gangguan kesehatan itu menghilang. Tak banyak teman saya yang bisa percaya, bahwa itu berkat saya mengikuti tips yang diberikan dari berbagai riset sains. Mereka bilang: kok hanya dengan begitu saja kesehatanmu menjadi membaik? Begitu kata mereka meragukan apa yang terjadi dengan saya.

Ada 200 jenis virus flu di dunia. Belum ada obat untuk menyembuhkan flu, kecuali immune system kita sendiri yang menghalau virus penyebab flu (vicks.com.au).

Bersin, batuk, atau demam adalah salah satu gejala immune system kita sedang bekerja menghalau virus. Jika gejala itu terjadi sebentar saja, maka immune system kita berhasil menghalau virus dengan cepat.

Itu yang berbeda dari saya sebelum 2015 dan setelah 2015. Jadi tips apa yang sebenarnya saya lakukan untuk memiliki immune system yang lebih baik itu. 

Sejak tahun 2014 saya rajin membaca buku dan artikel tentang berbagai riset sains seputar otak dan kaitannya dengan kesehatan tubuh, juga kecerdasan, kecenderungan, stres, depresi, altruism, hingga spiritualism. 

Ada 5 tips yang saya temukan sering disebut untuk memaksimalkan fungsi otak kita. Jika fungsi otak kita maksimal, maka berarti efek bagusnya juga akan ke kesehatan tubuh kita dan lain-lain. Lima tips itu adalah:

1. Meditasi.
2. Bersyukur (menurut cara yang ditentukan oleh sains).
3. Mempraktikkan altruism (berbuat kebajikan).
4. Menjaga relationships dengan siapa saja, terutama dengan keluarga.
5. Berolahraga teratur setiap hari.

Menurut kondisi kesehatan saya sejak 2015 lalu, saya beranggapan saya memiliki immune system yang baik, karena saya tak memiliki gangguan kesehatan yang berarti. 

Meski demikian di masa pandemi ini, saya tetap menggunakan masker dan menjaga jarak saat berada di tempat umum atau bertemu dengan orang lain. 

Itu saya lakukan karena mungkin saja saya positif dan OTG, sehingga saya tak ingin menularkannya pada orang lain yang mungkin kondisi kesehatannya kurang bagus.

Semoga program vaksinasi yang dilaksanakan oleh pemerintah berjalan lancar, dan semoga cepat tercapai herd immunity, dan pandemi COVID-19 menghilang dari muka Bumi.

M. Jojo Rahardjo

Menulis ratusan tulisan dan video tentang riset sains pada otak dan kaitannya dengan produktivitas, kecerdasan, altruism, atau kehidupan sehari-hari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun