Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

"Resilience" Ketangguhan dalam Hidup, Apa Kata Neuroscience?

15 September 2019   09:40 Diperbarui: 4 Mei 2020   11:42 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka yang mudah bersyukur biasanya adalah mereka yang memiliki spiritualitas. Sedangkan spiritualitas ini ternyata memiliki efek positif pula di otak sebagaimana disebutkan dari hasil penelitian neuroscience.

Bersyukur dalam neuroscience tidak sama dengan bersyukur dalam tradisi agama. Bersyukur dalam neuroscience tak mudah, karena praktek ini adalah proses terus-menerus dalam menemukan hal-hal positif yang terjadi pada kita atau di sekitar kita sepanjang 24 jam terakhir. 

Hal-hal positif ini ditulis di atas kertas atau diketik dalam 1 atau 2 paragraf. Bersyukur menurut neuroscience ini disebut juga sebagai "menulis jurnal". Bersyukur ini ditulis sekali atau lebih setiap hari dan hal apa yang ditulis berganti terus (lihat juga tulisan saya yang lain mengenai ini).

MELAKUKAN KEBAJIKAN

Sebenarnya jika meditasi dan bersyukur sudah dilakukan, maka otak sudah cukup memiliki kondisi positif. Otak yang dalam kondisi positif ini lebih cenderung pada kebajikan. Namun neuroscience menganjurkan agar kita tak lupa untuk berusaha melakukan kebajikan setiap hari karena praktek melakukan kebajikan menghasilkan positivity di otak. Kebajikan bisa dilakukan dalam bentuk apa pun secara individual atau berkelompok (kegiatan sosial).

RELATIONSHIPS

Ada sebuah penelitian yang berusia puluhan tahun dan masih berlangsung hingga saat ini. Penelitian ini bahkan melibatkan 3 generasi yang dimulai sekitar tahun 1930-an tentang apa yang membuat orang menjadi sehat dan panjang umur. Penelitian ini menemukan bahwa ternyata penyebab orang menjadi sehat dan berumur panjang bukan karena makanan sehat atau olahraga yang teratur.

Juga bukan kekayaan atau keturunan, tetapi adalah memiliki relationships yang mendalam dan baik, terutama dengan pasangan hidup dan anggota keluarga yang lain, seperti anak atau orangtua. Mereka yang memiliki relationships yang mendalam dan baik ini, biasanya juga memiliki relationships yang bagus pula dengan orang-orang lain.

Jadi, kita harus terus mencari cara untuk membangun atau memelihara relationships kita semampunya. Ada banyak artikel atau buku yang ditulis mengenai ini. Mulai mencarinya dengan cara melakukan Googling.

BEROLAHRAGA

Lalu mengapa kita membutuhkan olahraga, padahal penelitian menunjukkan kita tak membutuhkan olahraga untuk tetap sehat dan berumur panjang? 

Olahraga bisa berfungsi untuk membangun relationships dengan pasangan yang kita cintai atau anggota keluarga, atau juga dengan orang-orang lain. Jika kita sudah memiliki relationships yang bagus, tentu jika ditambah dengan olahraga, maka akan sempurna positivity atau resilience yang kita miliki. Mengapa? Karena olahraga memicu keluarnya hormon endorphin yang menghasilkan positivity di otak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun