Mohon tunggu...
M. Jojo Rahardjo
M. Jojo Rahardjo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan.

Sejak 2015 menulis ratusan artikel dan video seputar perkembangan neuroscience dan kaitannya dengan berbagai aspek kehidupan. M. Jojo Rahardjo dan berbagai konten yang dibuatnya bisa ditemui di beberapa akun medsos lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

NET TV Kemana Setelah Krisis?

14 Agustus 2019   09:23 Diperbarui: 14 Agustus 2019   09:39 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari terakhir ini beredar kabar di berbagai media, terutama medsos tentang "gagalnya" Net TV (stasiun TV termuda) dalam industri pertelevisian Indonesia. Disebut-sebut Net TV melakukan perampingan jumlah karyawannya untuk tetap bisa hidup. Krisis Net TV sudah ditandai sebelumnya di akhir tahun 2018 lalu melalui menghilangnya beberapa tayangan seperti in-house dengan konsep talk show.

Pagi ini, 14/08/2019, saya membaca artikel bagus tentang Net TV dari Yodhia Antariksa, seorang praktisi bisnis & manajemen. Yodhia menulis soal 3 pelajaran bisnis yang bisa dipetik dari kegagalan Net TV. Salah satu yang penting dalam tulisan itu menyebutkan bahwa Net TV mengabaikan target market. 

Net TV tak peduli, bahwa penonton TV itu didominasi oleh mereka yang tak terdidik dan dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Net TV terjebak ingin memberikan tayangan yang "berkualitas", padahal sedikit sekali penonton yang berharap Net TV menayangkan itu.

Dulu, sebelum saya diinterview untuk test masuk bekerja di TV Indosiar di pertengahan tahun 90-an saya mempelajari buku hasil survei yang dilaksanakan bertahun-tahun di Amerika, berjudul "Broadcasting in America". 

Salah satu isinya tentang profil penonton, yaitu di kota mana pun, penontonnya selalu didominasi oleh penonton dari 'kelas menengah ke bawah dan tak terdidik' sejak pertama siaran TV mulai populer.

Temuan menarik lainnya di buku itu adalah TV yang berhasil survive adalah lebih banyak dari TV lokal, bukan TV nasional.

Sukses Indosiar dulu salah-satunya karena berpegang pada hasil riset atau survei. Rancangan programnya (tayangan) dituntun oleh itu. Pekerjaan marketing untuk memperoleh laba menjadi lebih lancar.

Nampaknya itu tidak dilakukan oleh Net TV. Padahal penonton yang dari kelas ekonomi ke atas dan terdidik, selalu memiliki lebih banyak pilihan selain menonton TV. Bahkan di zaman IT sekarang ini, popularitas TV sudah dikalahkan oleh gadget yang menyajikan lebih banyak pilihan dan konten yang lebih "on demand" melalui Internet. Belum lagi menyebut medsos yang telah banyak merampas waktu para penonton TV.

Industri TV tentu telah berubah, karena mendapat tantangan baru dari industri IT. Selain itu riset tidak boleh diabaikan, jika orientasi dari sebuah stasiun TV memang profit. Yodhia Antariksa dengan keras menulis begini: "Pelajaran Bisnis #2: idealisme dan passion adalah bullshit". Apalagi jika idealisme dan passion cuma bisa dilaksanakan sepanjang 5 tahun lebih saja, seperti Net TV itu.

Apakah Net TV akan tutup? Tentu tidak, karena jika Net TV ingin survive, maka cukup mengikuti jejak TV lainnya yang terbukti bertahan lebih dari 20 tahun, yaitu sajikan tayangan tak mendidik atau ikuti apa mau penonton TV.

Sedih ya?

M. Jojo Rahardjo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun