Kemarin malam (Senin 27 Maret 2017) Metrotivi menyelenggarakan debat cagub DKI Jakarta, antara Cagub Petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melawan Cagub penantang Anies Baswedan alias Anies. Perdebatan itu dipandu oleh Najwa Shihab, Banyak sekali isu yang dibahas, namun waktu yang disediakan bagi setiap cagub untuk menjelaskan setiap isyu dibatasi hanya antara 1 sampai 1,5 menit. Jadi jawaban dan penjelasan setiap cagub tidak tuntas. Belum selesai sudah distop oleh moderator.
Saya sebenarnya ingin menyaksikan debat yang berkualitas dan tuntas seperti Trump lawan Hillary. Tapi entah bagaimana, debat yang dirancang oleh stasiun televisi kita selalu dalam pola yang sama, memberikan waktu sesedikit mungkin kepada para cagub. Belum selesai penjelasannya sang Cagub, waktu habis.
Saya melihat Ada perubahan sikap Ahok. Ia menanggapi pertanyaan NS dengan tenang dan sesuai keperluanya. Ia membiarkan Anies mencela dan mengkritik gaya kepemimpinannya. Ia menanggapinya dengan tenang, tidak emosian. Sebaliknya Anies setiap diberi kesempatan bicara, selalu “out of context” karena tidak menjawab pertanyaan, tetapi menyerang, mencela pribadi dan gaya kepemimpinan Ahok. Anies sepertinya menyakini itulah cara yang harus dilakukan untuk memenangkan peedebatan.
Anies ternyata juga orang ngototan untuk program yang tidak masuk akal. MIsalnya kredit rumah tanpa DP. Ahok sudah menjelaskan bahwa kalau kredit rumah tanpa DP itu dijalankan, maka diperlukan subsidi dari Pemda sebesar Rp 67,5 Ttiliiun. Tentulah Pemda DKI tidak mampu menyediakannya. Alih-alih menjelaskan program itu secara gamblang, yang dilakukannya justru kembali mencela Ahok yang dikatakan tidak punya kepedulian dengan rakyat miskin.
Akhirnya, karena terus menerus mencela dan mengkritik maka tidak ada lagi kemanisan yang tersisa di wajah Anies. Wajahnya terlihat masam, membosankan dan menjengkelkan..
Celaan Anies kepada Ahok pada dasarnya bersumber dari pengalaman lamanya sebagai aktifis LSM. Anies menggunakan jargon-jargon LSM seperti partisipasi masyarakat, keberpihakan kepada rakyat kecil, dan pendekatan dialog. Hanya saja Anies melupakan bahwa Ahok sudah melakukan semua itu. Bahkan Ahok sudah melakukan hal-hal yang mustahil, seperti Program Reklamasi. Dari para pengembang, Ahok memaksakan untuk meyediakan dana tambahann yang menghasilkan triliunan rupiah. Dana itu kemudian digunakan untuk keperluan rakyat banyak. Jadi tidak heran kalau kolumnis Yudi Latif, mengibaratkan Ahok seperti Robin Hood yang merampok uang orang kaya untuk dibai-bagikan kepada orang miskin.
Debat cagub DKI kali ini juga tidak menyentuh masalah korupsi dan potensi korupsi, jika Ahok atau Anies menjadi pemenang putaran kedua dan menjadi gubernur Jakarta. Pada hal potensi korupsi itu sangat besar. Anies bersyukur mempunyai partner Sandi yang menyumbang uangnya untuk keperlukan kampanhye. Apakah yang akan diperbuat Anies iika menang, Sandi meminta kembali uangnya melalui keikut sertaan perusahaan-perusahaannya pada proyek-proyek DKI Jakarts. Tentu Anies tidak bisa berbuat apa.
Selain itu ada sejumlah partai pendukung Anies bersiap-siap untuk menjadi “partner” dalam proyek-proyek besar di DKI Jakarta. Hal itu yang membedakannya dengan Ahok, yang mampu menolak partai-partai pendukungnya jika meminta suatu anggaran yang akan menguras APBD Jakarta.
Anies sendiri ternyata bukan orang bersih amat. Selain kasus kelebihan anggaran sebesar Rp 23 Triuliun sewaktu menjabat Mendikbud, Anies juga dilaporkan telah menghambur-hamburkan uang Negara untuk keperluan pameran di Jerman. Selain itu kecurangan Sandi dalam berbisnis mulai terkuak satu per satu. Ia sedang diusut dalam kasus penggelaoan tanah. Jadi bagaimana bisa dipercaya selaku Wagub (jika menang) akan jujur dan adil.
Perihal Ahok dalam korupsi terlihat pada banyaknya tuduhan dari parpol pembenci Ahok. Tapi satu persatu kasus korupsi itu telah dinyatakan tidak cukup bukti oleh KPK. Terakhir terungkap bahwa Ahok satu-satunya anggota komisi II pada 2010 yag tidak terlibat e-KTP.
Pilkada Jakarta putaran kedua tinggal 20 hari lagi. Maka terserah rakyat Jakarta untuk memilih siapa. Ahok sudah mempunyai kinerja yang baik. Sedangkan Anies yang sudah merasa sepertinya “bibir di tepi cawan”, yakin menang, baru akan membuktikan bahwa ia juga bisa dan lebih baik dari Ahok. Memilih Anies artinya juga memberikan peluang kepada FPI untuk berkuasa. Habib Riziek akan merasa di atas angin. Anies tidak bisa berbuat apa-apa Jika Habib meminta peran yang lebih besar di Jakarta.
Sekian dulu dan salam
M. Jaya Nasti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H