Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rentang Waktu Antara Ali Sadikin dan Jokowi-Ahok

13 Februari 2017   12:33 Diperbarui: 13 Februari 2017   12:43 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat Jakarta perlu menunggu lebih dari tiga dekade untuk mendapatkan kembali seorang Gubernur yang hebat. Semua pihak mengakui bahwa Ali Sadikin adalah Gubernur yang  hebat. Ia berjasa dan berhasil membangun Jakarta serta meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan Jakarta sebagai ibukota RI dan  sekaligus kota metropolitan modern. Ia mewariskan banyak sekali karya-karya monumental yang masih kita gunakan saat ini.

Ali Sadikin diangkat Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada 1966. Ia menjadi Gubernur selama sebelas tahun, berhenti pada 1977. Setelah Ali Sadikin berhenti menjadi Gubernur, maka jabatan gubernur menjadi jatah para jenderal loyalis Presiden Soeharto, dimulai Tjokropranolo, Suprapto, Wiyogo, Suryadi Sudirdja dan Sutiyoso. Sedangkan dua gubernur terakhir, Fauzi Bowo dan Jokowi, dipilih melalui  Pilgub pada Pilkada.

Ada rentang waktu 35 tahun rakyat Jakarta berada di bawah kepemimpinan gubernur-gubernur yang sangat berkuasa, maklum mereka adalah loyalis Soeharto, penguasa tunggal orde baru selama 32 tahun. Sedangkan Fauzi Bowo adalah gubernur dari Partai berkuasa, Partai Demokrat yang mengikuti gaya kepemimpinan  gubernur-gubernur sebelumnya.

Tidak banyak yang bisa dicatat sebagai warisan yang baik dari para gubernur DKI Jakarta era Orba dan era Foke. Hampir tidak ada karya-karya monumental mereka yang bisa diingat, kecuali penggusuran demi penggusuran. Seluruh gubernur melakukan penggusuran, termasuk Jokowi-Ahok. Akan tetapi ada bedanya, para gubernur Orba dan Fauzi Bowo menggusur tanpa solusi, Rakyat korban gusuran kehilangan semuanya; mata pencarian dan  tempat tinggal. Sedangkan Jokowi-Ahok sebenarna tidak menggusur tetapi merelokasi mereka ke rusunawa-rusunawa yang kondisinya mirip apartemen lengkap dengan fasilitasnya seperti tivi, kulkas dan kursi tamu.

Selama 35 tahun Jakara dibiarkan bobrok. Jalanan rusak dan macet. Banjir besar setiap tahun. Korupsi dan pungli merajalela. Berurusan dengan dinas di Pemda DKI Jakarta berarti harus siap-siap dengan uang untuk membayar pungli. Semua melakukan pungli, sejak Kantor Kelurahan sampai kantor gubernuran.

Seluruh gubernur adalah penganut agama Islam. Apakah  mereka sekedar muslim KTP atau muslim yang taat, hanya Tuhan yang tahu. Tapi keislaman mereka tidak berbuah pada kepemimpinan yang baik. Selaku gubernur, mereka menggunakan kesempatan yang dimiliki  untuk memperkaya diri dan kroni masing-masing.  Ada gubernur yang kaya raya dengan membuat koleksi mobil-mobil mewah dan mobil kuno.

Barulah setelah Jokowi-Ahok tampil sebagai gubernur dan wakil gubernur pada 2012, Jakarta mulai dibenahi dan ditata kembali. Jokowi dan Ahok adalah dwi tunggal pemimpin Jakarta. Jokowi-Ahok dinilai berhasil meningkatkan APBD DKI Jakarta dengan mengintensifkan pajak dan menutup segala kebocoran . Pada tahun 2016 APBD DKI mencapai angka Rp 66 Triliun dan pada 2017 meningkat lagi menjadi Rp 70 Triliun.  Kondisi APBD Jakarta ini  jauh sekali dengan APBD 2012 (era Fauzi Bowo) yang baru mencapai Rp 41 Triliun.  Dengan APBD yang cukup besar itu, Jokowi-Ahok bekerja keras membangun Jakarta.

Selama dua tahun, 2012 sampai 2014, pembangunan Jakarta dilakukan oleh  pasangan Jokowi-Ahok. Tetapi karena Pilpres 2014 dimenangkan oleh Jokowi, maka sesuai undang-undang, Ahok naik pangkat menjadi Gubernur. Ahok kemudian memilih Djarot Saiful Hidayat mantan walikota Malang menjadi wakil Gubernur.  Jakarta di bawah kepemimpinan Ahok yang berlatar belakang Cina Belitung Timur berbeda gaya dengan Jokowi yang beretnis Jawa dari Solo. Ahok bekerja lebih tegas dan tanpa tedeng aling-aling.  

Hanya selama dua tahun menjadi gubernur, Jokowi yang didampingi Ahok telah melancarkan pembangunan,  pembenahan dan penataan Jakarta yang bersifat komprehensif. Hampir seluruh aspek pembangunan dan kehidupan di Jakarta tidak luput dari tangan-tangan Pemda yang berusaha memperbaiki dan meningkatkannya.

Mereka berdua mengawali pekerjaan dengan membagikan KJS dan KJP kepada rakyat miskin, sesuai janji mereka dalam kampanye Pilkada. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pemegang KJS dan BPJS, Jokowi membangun rumah sakit baru, yaitu RSUD Pasar Minggu dengan kapasitas 400 tempat tidur.  Jokowi-Ahok membenahi kantor-kantor kelurahan agar bisa berfungsi efektif melayani masyarakat  secara cepat dan tanpa pungli. Untuk itu seluruh kantor kelurahan diperbaiki, tidak ada lagi loket antrian, semua menunggu panggilan sambil duduk di sofa.   

Jokowi-Ahok melakukan pembenahan terhadap transportasi umum untuk mengatasi kemacetan. Jokowi meresmikan pembangunan Angkutan Massal Cepat (MRT) yang sebelumnya sempat tertunda selama berpuluh tahun. Selain itu, pada November 2013,. Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengadakan seribu bus untuk jalur Transjakarta.  Bus Trasjakarta secara bertahap diganti dengan bus-bus buatan eropa yang lebih baik dari bus buatan Cina. Jokowi-Ahok kemudian mendirikan PT. Transjakarta sebagai BUMD yang menjadi operator seluruh busway transjakarta.  

Selanjutnya Jokowi-Ahok melanjutkan pembangunan Proyek Enam ruas jalan tol, yang  diwariskan sejak zaman Sutiyoso dan Fauzi Bowo. Namun kemudian Ahok mengumumkan bahwa tidak ada ada lagi istilah 6 ruas tol. Yang ada adalah integrasi seluruh tol lingkar dalam Jakarta dan dilengkapi dengan jalur bus layang. Pihak swasta menyetujui permintaan mengadakan fasilitas transportasi umum di sepanjang tol.

Program pembangunan berikutnya yang dilancarkan Jokowi- Ahok adalah mengatasi banjir tahunan Jakarta. Pekerjaan  ini diteruskan sendiri oleh Ahok karena Jokowi sudah dilantik menjadi Presiden RI ke-7.  Kegiatan yang dilancarkan Ahok adalah melakukan normalisasi waduk. Ada 5 waduk yang dinormalisasikan seperti waduk Pluit, Pesanggrahan, Rawa Bambu, Rio-rio, Tomang Barat. Bersamaan dengan itu dilakukan penataan sungai-sungai di Jakarta agar tidak menciptakan banjir.

Sungai yang sudah menyempit diperlebar, dan dibersihkan. Untuk itu Ahok melakukan relokasi penduduk yang bermukim di bantaran sungai, memindahkan mereka ke rusunawan-rusunawa  yang dikebut pembangunannya. Ada perlawanan dari rakyat yang tidak mau pindah, tetapi Ahok dengan tegas menggusur mereka.  Sejumlah lokasi yang selama ini ditempati secara illegal digusur, rakyatnya direlokasi, dan lokasi itu dan dikembalikan kepada fungsinya semula.

Hasilnya, Jakarta tidak lagi mengalami banjir besar. Yang ada hanya banjir lokal yang  airnya surut dalam beberapa jam. Selain itu, sungai sungai di sebagian wilayah Jakarta menjadi rapi dan bersih

Jokowi-Ahok secara simultan melakukan reformasi birokrasi dalam Pemda DKI Jakarta. Sebagian besar PNS di lingkungan Pemda DKI dinilai tidak becus bekerja. Untuk itu Jokowi-Ahok melakukan rotasi jabatan. Pada April hingga Juni 2013, Jokowi-Ahok menciptakan sistem baru dalam penempatan birokrasi, yaitu lelang jabatan. Dalam sistem ini, setiap PNS diberi kesempatan yang sama untuk menduduki posisi yang diinginkannya dengan memenuhi kualifikasi dan mengikuti tes. Hasil tes diumumkan secara transparan dan pemerintah provinsi menempatkan PNS tersebut sesuai prestasi dan kualifikasinya.

Meskipun mendapat penentangan dari para pejabat di DKI Jakarta, program lelang jabatan ini berjalan terus. Banyak pejabat yang tidak becus diberhentikan atau dimutasi. Posisi jabatan terus berganti dengan PNS yang memiliki kualifikasi yang lebih baik. Meskipiin demikian, keefektifan lelang jabatan menjadi pertanyaan setelah Basuki Tjahaja Purnama mengakui 60 persen lurah hasil lelang jabatan tidak memuaskan.

Di sela-sela kesibukannya membangun Jakarta, Ahok menyediakan waktu bagi rakyat Jakarta untuk bertemu langsung. Setiap pagi, dari jam 08.00 sampai selesai di teras Balaikota. Ahok sudah ditunggu oleh puluhan rakyat Jakarta yang mengadukan permasalahan yang mereka hadapi. Setiap laporan dan pengaduan ditanggapi langsung oleh Ahok. Ada yang djanjikan akan ditindak lanjuti segera oleh stafnya, ada yang ditolak karena kasusnya tidak menjadi tugas Pemda untuk menanganinya. Ahok juga tidak segan untuk memarahi rakyat yang ketahuan nakal hendak mengibulinya.

Selain itu Ahok adalah seorang gubernur pemberani. Ia berani menghadapi perlawanan dari hampir seluruh anggota DPRD dan tidak takut dilengserkan. Ia berkai-kali menghadapi ancaman pelengseran oleh DPRD. Ahok juga sangat cermat dalam menjaga APBD Jakarta agar tidak dibobol oleh pejabat atau anggota DPRD yang bermentao “tikus”.  Karenanya Ahok berhadapan dengan banyak penentangan.

Tapi Ahok terus membangun Jakarta. Ia memaksa para developer untuk membangun berbagai fasilitas umum yang mereka janjikan, sebagai bagian dari perjanjian yang mereka buat dengan Pemda DKI. Akibatnya persentase APDB Jakarta yang digunakan masih kurang dari 50%, karena Ahok membangunnya dari dana yang disediakan para developer, bukannya dari APBD.

Yang tidak ketinggalan adalah Ahok yang beragama Kristen membangun banyak masjid. Di antaranya adalah masjid di Balaikota DKI Jakarta, suatu kebutuhan nyata dan didepan mata yang dlupakan oleh para gubernur sebelumnya. Ia juga membiayai banyak penjaga masjid di Jakarta untuk menunaikan ibadah umrah ke Mekkah, suatu kegiatan yang juga tidak terpikirkan oleh para gubernur sebelumnya.

Masih banyak kegiatan pembangunan dan pembenahan yang dilakukan oleh Ahok. Ia melanjutkan rencana pembangunan Jakarta yang sudah ada dan yang dirancang bersama Jokowi sewaktu masih menjadi gubernur. Maka ada pengamat dari UI yang berpendapat bahwa hanya Ahok yang bisa setara atau bahkan lebih baik dari Gubernur Ali Sadikin. Soalnya, Ahok baru 2,5 tahun menjabat sebagai gubernur, sedangkan Ali Sadikin memimpin Jakarta selama 11 tahun.

Pilkada Jakarta 2017 yang akan berlangsung 2 hari lagi bisa saja tidak memenangkan Ahok. Ia bisa saja kalah, karena bertubi-tubi hantaman sentimen agama yang dimainkan aktor-aktor politik di belakangnya. Tetapi rakyat Jakarta akan rugi besar, jika tidak memenangkannya.  Rakyat Jakarta mungkin harus menunggu 3 tiga dekade lagi untuk mendapatkan gubernur sebaik dan sehebat Ahok. Jakarta akan mengalami set back. Jakarta akan dipimpin oleh gubernur yang sudah tergadai kepada parpol pengusungnya. Jakarta  kembali dikuasai oleh parpol-parpol yang rakus, karena APBD Jakarta yang sangat menggiurkan, Rp 70 Triliun setahun. Sedangka pungli akan kembali marak.

Sekian dulu dan salam Kompasiana

M. Jaya Nasti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun