Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masih Bisakah Korupsi Diberantas?

10 Februari 2017   11:47 Diperbarui: 10 Februari 2017   11:58 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin kita bisa mencontoh model-model pemberantasan korupsi yang berhasil menghilangkan atau xetidaknya menurunkan angka korupsinya.

Pertama model pemberantasan korupsi ala Nabi Muhammad SAW dan para penguasa Islam di masa awal.  Nabi Muhammad SAW melaksanakan perintah Tuhan dalam pemberantasan tindak keja-hatan pencurian termasuk korupsi, sesuai surat al-Maidah/5:38

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi  apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Jadi hukum yang diterapkan adalah potong tangan. Hukum itu menghasilkan efek jera, tidak ada orang yang berani mencuri atau korupsi. Nabi Muhammad sendiri mengatakan jika anaknya Fati-mah ketahuan mencuri, maka beliau akan menghukumnya dengan potong tangan. Dalam sejarah Islam, hampir tidak ditemukan kasus-kasus korupsi dan pencurian. Negara aman dan terjauh dari kejahatan korupsi.

Kedua, model pemberantasan korupsi ala Pemerintah China, yaitu menjatuhkan hukuman mati bagi setiap orang  yang terbukti melakukan korupsi. Terkenal Presiden China Xi Jinping yang mengobarkan perang melawan korupsi. Dia bersumpah membenahi birokrasi supaya tidak ada lagi kebocoran anggaran akibat dicuri abdi negara bermoral bejat. Ia meminta dibuatkan 1000 peti mati bagi koruptor yang dihukum mati, dan satu dicadangkan untuk dirinya jika juga ikutan korupsi.

Janji itu rupanya tidak main-main. Ratusan pejabat negara, dari eselon paling rendah hingga paling tinggi, sudah dicokok polisi. Puluhan dari mereka kini antre menunggu dikirim ke hadapan regu penembak dan tiang gantungan.

Ketiga, model yang ditawarkan mantan Menko Perekonomian Kwiek Kian Gie, yaitu dengan prinsip pembuktian terbalik yang menjadi lawan dari prinsip yang berlaku sekarang, yaitu praduga tidak bersalahyangberarti aparat hukum harus membuktikan bahwa orang itu benar-benar melakukan tindak kejahatah korupsi.

Salah satu penyebab sulitnya pihak aparat hukum dalam menangkap seseorang yang diduga melakukan korupsi adalah sulitnya mendapatkan alat bukti yang kuat. Para koruptor di Indonesia sudah sangat lihai dan mengetahui cara-cara agar tidak ada alat bukti yang dapat  menjerat mereka. Misalnya seluruh transaksi uang dilakukan secara tunai, tanpa melalui transfer bank, tanpa kwitansi  dan tanpa catatan apapun. Yang mereka lakukan adalah kesepakatan-kesepakatan lisan. KPK misalnya mempunyai daftar panjang nama pejabat dan anggota DPR yang diduga terlibat korupsi. Tetapi KPK tidak berdaya untuk menjadikan mereka sebagai tersangka, kerena tidak memiliki alat bukti yang kuat. Berkali-kali mereka dipanggil menjadi saksi, tetapi hasilnya nihil.

Selain itu, Kwiek Kian Gie mengusulkan pemberian ampunan kepada seluruh orang yang diduga melakukan korupsi sebelum prinsip pembuktian terbalik dijalankan. Hal itu didasarkan kenyataan bahwa mustahil bagi KPK dan aparat hukum lainnya untuk menangani seluruh kasus korupsi di Indonesia. Kasus korupsi yang mampu dtangani paling-paling hanya 1% saja, tidak lebih. Sebanyak 99% kasus korupsi akan hilang lenyap bersama ratusan triliun uang negara yang ikut amblas.

Jadi semua diampuni dan dinyatakan bersih terlebih dahulu. Setelah itu, setiap rahun para pejabat dan aparat negara diwajibkan membuat laporan perkembangan kekayaan masing-masing. Jika diketahui mereka memilii kekayaan tidak wajar, maka mereka diharuskan membuktikan bahwa semuanya diperoleh secara halal. Jika tidak bisa membuktikannya, maka penjara sudah menanti mereka..

Akan tetapi mengapa usulan bagus dari Kwiek Kian Gie itu tidak bisa dijalankan di Indonesia?. Masalahnya terletak pada DPR,  yang sebagian besar aggotanya adalah orang-orang yang menikmati hasil korupsi. Mereka kaya raya karena uang hasil korupsi yang mengalir ke kocek mereka dari dana yang disebut ”succesful fee”. Dana itu berasal dari proyek-proyek yang berada di dalam  pengawasan komisi masing-masing yang sebelumnya sudah di-mark up. Jadi pastilah para anggota DPR tidak menghendaki adanya undang-undang yang akan menjadikan mereka tidak bisa lagi korupsi.

Sekian dulu, salam kompasiana

M. Jaya Nasti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun