Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketum MUI Jadi Saksi, Bukti Ketidaksiapan Warga NU Menerima Prinsip Kesamaan Dihadapan Hukum?

3 Februari 2017   14:17 Diperbarui: 3 Februari 2017   14:53 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persidangan hari ketujuh Ahok dalam kasus tuduhan penghinaan agama  Islam, menjadi panas.  Panasnya bukan di dalam persidangan,  tetapi di luar persidangan.

Persidangan itu menghadirkan KH. Ma’ruf Amin sebagai saksi. Ia  menjadi saksi karena lembaga yang dipimpinnya, MUI, telah menerbitkan pendapat keagamaan, Ahok telah melakukan penghinaan  terhadap agama Islam,  khususnya terhadap al-Quran dan para ulama. Pengacara Ahok menilai penting kehadiran KH. Ma’ruf Amin, karena pendapat MUI yang dipimpinnya,  yang menjadi pemicu 3 kali demo besar-besaran umat  Islam, yang mendesak  agar Ahok segera dihukum dan dijebloskan ke penjara.

Dari persidangan itu terungkap sejumlah fakta. Terbitnya pendapat keagamaan MUI tentang penginaan agama Islam antara lain karena desakan berbagai pihak. Tapi KH. Ma’ruf  Amin tidak mau menjelaskan siapa saja pihak-pihak yang mendesaknya.

Terungkap pula fakta bahwa ternyata KH Ma’ruf Amin adalah juga politisi;  pernah di PPP dan PKB. Kedua partai dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah pendukung Agus Harimurti dan Silvyana Murni  (Agus-Silvy). Ia juga punya kedekatan dengan mantan Presiden SBY, karena ia diangkat menjadi anggota Watimpres  waktu itu.  Ia sempat menerima kedatangan AHY dan Silfy di Kantor PBNU, Jl. Kramat Raya, atas permintaan SBY.

Pengacara Ahok menanyakan kepada  Saksi tentang pembicaraan via telpon dengan SBY dan isi  pembicaraannya dengan SBY sebelum bertemu dengan AHY  dan Silvy. Pengacara Ahok rupanya punya bukti isi pembicaraaan bahwa SBY mendesak KH. Ma’ruf Amin untuk segera menerbitkan fatwa atau pendapat keagamaan itu yang menyatakan Ahok telah melakukan penghinaan terhada agama Islam.  Pendapat keagamaan MUI itu keluar sehari setelah pembicaraan via telpon itu.

KH. Ma’ruf  Amin membantahnya. Ditanya berkali-kali, pak Kiyai tetap pada bantahannya. Akhirnya pengacara Ahok menyampaikan kepada Majelis Hakim, bahwa mereka akan menunjukkan bukti pembicaraan itu pada persidangan berikutnya.  Dengan bukti  tersebut, pengacara Ahok meminta Majelis Hakim untuk menyatakan bahwa Saksi telah menyampaikan kesaksian palsu,  yang ada proses  pidananya.

Hakim ketua Persidangan Ahok sempat menanyakan hal itu kepada KH. Ma’ruf Amin seraya mengingatkannya selaku Saksi, jika menyampaikan kesaksian palsu akan ada sanksinya secara pidana.  Tetapi KH. Ma’ruf Amin bersikukuh dengan kesaksiannya.

Itulah persidangan yang menganut prinsip persamaan di hadapan hukum.  Pertanyaan yang memojokkan saksi,  jika tidak dilarang oleh Hakim ketua selaku pimpinan sidang, boleh-boleh saja diajukan.  Tidak ada lagi panggilan Pak Kiyai, atau Pak Ketua, Pak Menteri,  Pak Dirjen dan sebagainya.  Semuanya  diganti dengan panggilan seragam; Saudara Saksi, atau Saudara Terdakwa. Maka KH. Ma’ruf Amin yang selama ini sangat dihormati warga NU, dengan panggilan Pak Kiyai, harus  bersedia menerima sebagai  Saudara Saksi.

Akan tetapi di luar persidangan terjadi keriuhan. Ahok  dan pengacaranya dinilai telah melecehkan ulama.  Para tokoh NU marah karena Ahok tidak menghormati KH  Ma’ruf Amin yang tidak lain adalah  Rois ‘Am NU, pemimpin tertinggi ormas NU. KH Said Agil Siraj menganjurkan warga MU tidak memilih Ahok dalam  Pilkada DKI yang akan segera digelar.  Tokoh NU lain,  KH. Salahuddin Wahid yang dikenal dengan sikap keagamaannya yang moderat, juga menganjurkan agar warga Nahdhiyin tidak memilih Ahok dalam Pilkada DKI yang akan berlangsung 10 hari lagi.  Jadi, kalau jelaslah,  umat Nahdhiyin tidak siap untuk menegakkan prinsip kesamaan dihadapan hukum.  

Persidangan Ahok dengan Saksi KH. Ma’ruf Amin membuka kembali peluang kepada Habib Rizieq  Shihab (HRS) yang sedang terpuruk  karena kasus perselingkuhan.  Selama beberapa hari HRS sempat terdiam, apalagi  ia sudah ditetapkan sebagai  tersangka kasus penghinaan terhadap lambang negara Pancasila. Ia juga sedang diproses untuk 3 kasus lainnya lagi, penghinaan agama Kristes, penghinaan terhadap Presiden Sukarno, dan pelecehan terhadap budaya Sunda.

Maka HRS kembali bersuara keras tentang Ahok yang menghina ulama ditambah dengan bumbu-bumbu provokasi untuk meyakinkan umat Islam bahwa Ahok adalah penghina Islam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun