Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

(Cerpen) Aku Anak Desa

25 Januari 2017   06:00 Diperbarui: 25 Januari 2017   07:59 3514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada musim habis panen, ayahku langsung beralih profesi menjadi produsen beras. Ia membeli padi-padi yang baru dipanen,  dan menggilingnya di RMU menjadi beras kualitas  satu.  Tidak jarang ayahku memberikan uang persekot kepada petani agar padi mereka tidak dijual kepada orang lain. Lalu setelah digiling di RMU,  berasnya dijual ke pedagang beras pengumpul, atau dikirim langsung ke kota tujuan di mana ia mempunyai banyak kenalan dan relasi yang dipercaya.

Seringkali pula Ayahku berprofesi sebagai bankir desa.  Para penduduk di desaku  umumnya tidak suka berurusan dengan bank. Mereka beralasan, terlalu rumit dan harus disertai bermacam surat yang harus disiapkan selain agunannya.  Oleh sebab itu, sudah menjadi tradisi di desaku, kalau  punya hajatan tetapi tidak punya uang, mereka mendatangi orang kampung yang punya uang. Mereka meminjam uang dengan cara menggadaikan petak sawah mereka sebagai jaminan. Selama masih berstatus tergadai, hasil panen sawah itu  menjadi haknya pemegang gadai.  Tradisi menggadaikan sawah itu juga didukung oleh ketentuan adat yang melarang menjual tanah puusaka.   

Ayahku menjadi orang yang  paling dicari untuk urusan menggadaikan sawah itu. Namun ternyata banyak petani yang tidak punya uang untuk menebus sawah yang digadaikan.  Maka pada akhirnya ada puluhan petak sawah milik orang desa yang tidak bisa ditebus oleh pemiliknya. Tentu saja hasil panennya  secara terus menerus menjadi milik ayahku.

Tapi aku  memutuskan tidak akan pulang kampung untuk kembali menjadi orang desa dan mencari kehdupan di desa. Aku sekarang telah menjadi penduduk ibukota Jakarta, dan aku harus mampu bertahan hidup dengan bekerja di ibukota, minimal nantinya bisa menjadi eksekutif di perushaaan besar. 

Maka meskipun kuliahku  belum tamat, bersama dua orang teman sesama mahaswi, aku  mendirikan usaha patungan. Tujuan utamanya adalah mencari pengalaman dalam menjalankan bisnis.  Kami  mulai menjalankan bisnis online untuk berbagai jenis produk. Hasilnya ternyata cukup lumayan.

Maka sejak setahun yang lalu aku sudah minta kepada ayahku, tidak perlu  lagi  mengirim biaya kuliah dan biaya hidup bulanan. Aku ingin merasakan nikmatna hidup secara mandiri. Tidak lagi membebani orang tua.

Ciawi – Bogor, 25 Januari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun