Oleh M. Jaya Nasti
Tanggal 27 Juli 2916 adalah bulan dan hari yang baik. Pada hari itu, IHSG menguat dan diyakini akan tembus pada angka tertinggi 5300. Hal itu dispekulasikan pasar sebagai “Sri Mulyani effect”, Menteri Keuangan baru yang dilantik Presiden Jokowi setelah melakukan reshuffle II Kabinet Kerja. Demikian pula halnya dengan rupiah yang menguat 38 point, menjadikan kurs rupiah bertengger pada Rp 13.137,- per USD.
Presiden Jokowi telah memilih hari itu untuk mengumumkan reshuffle II Kabinet Kerja yang dipimpinnya. Sebanyak 9 Menteri baru dan 4 menteri berganti posisi. Salah satu di antaranya adalah Prof. Dr. Sri Mulyani, yang kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan, pos yang ditinggalkannya 6 tahun yang lalu. Ia melanglang buana dan menjadi Direktur Eksekutif Bank Dunia.
Semua pihak menyambut dengan gembira reshuffle II Kabinet Kerja Presden Jokowi. Yang paling gembira tenrtulah kalangan NU dan PKB. Jumlah menteri asal NU dan PKB tidak berkurang. Saya agak kesulitan menuliskan PKB berdampingan dengan NU. Masalahnya, selain PKB, ada pula PPP yang sebagian besarnya anggota dan pimpinannya diisi oleh kader-kader NU. Tapi dulu, di bawah rezim Suryadarma Ali, PPP mendukung Prabowo dan masuk koalisi Merah Putih (KMP), kelompok partai oposisi terhadap Pemerintahan Jokowi.
Jadi menteri PKB atau NU tidak terkena reshuffle. Hanya berganti orang, karena masih sama-sama kader PKB/NU. Marwan Jafar diganti Eko Putro Sanjoyo, Bendahara Umum PKB. Muhaimin Iskandar mungkin paling gembira. Ia masih dianggap dan disegani oleh Presiden Jokowi. Jerih payah kadernya pada Pilpres 2014 masih dihargai.
Jadinya PKB dan NU masih mengisi posisi menteri paling banyak kedua setelah PDIP. Ada Imam Nachrowi, Menpora, Hanif Dakhiri, Menakertrans, Khafifah Indar Parawangsa, Mensos, dan Eko Putro, Mendes. Selain itu ada pula kader NU tapi ditampilkan sebagai unsur profesional, yaitu M. Nasir, Mendikti dan Riset. Ia punya hubungan kerabat dengan Muhaimin Iskandar, cucu dari salah seorang pendiri NU.
Memang sudah sepatutnya PKB dan NU mendapatkan posisi menteri yang lumayan banyak. Saya berpendapat, PKB mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014. PKB/NU dengan kadernya Marwan Jafar dan Khafifah adalah anggota tim sukses Jokowi yang paling berkeringat. Mereka berkeliling desa-desa di pulau Jawa, mendatangi pondok-pondok pesantren untuk berkampanye guna mematahkan fitnah bertubi-tubi yang dilancarkan PKS dan pendukung Prabowo. Dan akhirnya Jokowi menang. Jadi, meski PKB tidak menjadi partai pertama karena masuk belakangan mendukung koalisi parpol pendukung Pemerintah, mereka kebagian pekerjaan dan tugas yang sulit dalam memenangkan Jokowi.
Yang termasuk kategori cukup bergembira adalah Partai Golkar, karena seorang kadernya masuk menjadi Menteri Perindustrian, yaitu Airlangga Hartarto. Dengan demikian, dalam Kabinet Kerja setelah reshuffle II, ada 3 tokoh Golkar dalam kabinet. Selain Airlangga, sebelumnya sudah ada Luhut Binsar Panjaitan yang berganti posisi menjadi Menko Maritim. Lalu, ada Jusuf Kalla (JK) sebagai wapres, meskipun masuknya dalam pemerintahan tidak melalui Golkar.
Oleh sebab itu, yang paling bahagia tentunya adalah Setya Novanto, Ketum Partai Golkar. Tidak sia-sia kebijakan yang dia buat, yaitu mengalihkan dukungan kepada Jokowi dengan meninggalkan KMP. Bahkan Partai Golkar juga mendukung Presiden untuk maju menjadi capres pada Pilpres 2019.
Pihak yang juga gembira adalah Partai Nasdem yang selama ini mengisi 3 posisi menteri atau pejabat setingkat menteri. Yang dilakukan Jokowi hanya memberhentikan satu menteri, yaitu Ferry Mursyidan Baldan selaku Menteri Agaria, dan mengangkat Enggartiasto Lukito masuk menjadi Menteri Perdagangan, suatu jabatan yang lebih strategis. Jadi jumlah menteri dari Nasdem tidak berkurang, Ada Siti Nurbaya (Menhut dan LH), Wiranto dan Jaksa Agung HM Prasetyo.
Demikan juga halnya dengan Partai Hanura. Memang dua menteri dari Hanura terkena pencopotan, yaitu Juddy Chrisnandi, Menteri PAN dan RB, dan Saleh Husen, Menteri Perindustrian. Tapi sebagai gantinya, Partai Hanura mendapatkan posisi Menko Polhukan, yang diperrcayakan Presiden Jokowi kepada Wiranto, Ketum Partai Hanura sendiri. Jadi meskipun tinggal satu, tapi posisinya lebih penting dan strategis. Menko adalah menteri Negara yang tugasnya mengkoordinasikan banyak menteri.