Menteri terbanyak yang berasal dari LSM bukan dari CSIS, lembaga “think tank” yang dulu dekat dengan pusat kekuasaan , tapi dari LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) . Di zaman Orde Baru, memang ada dua menteri yang punya kaitan dengan CSIS, yaitu Ali Murtopo dan Daud Jusuf. Tapi sebelumnya ada Adam Malik, menlu yang kemudian menjadi Wapres. Ia anggota Bineksos, lembaga yang mendirikan LP3ES.
Bersamaan dengan itu, ada Prof. Soemitro Djojohadikoesoemo, Ketua Dewan Pembina LP3ES Pertama, yang menjadi Menteri Perdagangan dan kemudian Menristek. Kemudian ada Emil Salim Ketua Dewan Pembina LP3ES Kedua, yang menjadi Menteri KLH. Pada salah satu Kabinet Pembangunan, tercatat pula nama Dorodjatun Kuntjorodjakti yang menjadi Menko Ekuin. Ia pernah pula menjadi Ketua Dewan Pembina LP3ES.
Pada level staf LP3ES, tercatat sejumlah nama yang pernah menduduki kursi menteri. Yang pertama adalah Manuel Kaisiepo yang menjadi Menteri Daerah Tertinggal di era Presiden Megawati. Ia putra Papua dari Pulau Biak. Ayahnya pernah menjadi gubernur Papua yang waktu itu masih bernama Provinsi Irian Jaya. Di LP3ES ia menjadi redaktur Majalah Prisma.
Lalu ada pula mantan staf LP3ES lain yang pernah menjadi menteri. Mereka adalah Adrinof Chaniago (mantan Menteri Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas, Ferry Mursyidan Baldan (Menteri Pertanahan dan Agraria) dan Rizal Ramli (Menko Kemaritiman).
Namun mantan staf LP3ES yang punya rekor berkali-kali menjadi menteri dipegang oleh Rizal Ramli. Ia pernah menjadi Menteri Keuangan, Menko Ekonomi pada pemerintahan Gus Dur dan Megawati. Sekarang di Kabinet Kerja Presiden Jokowi, Rizal Ramli menempati posisi Menko Kemaritiman. Sedangkan di LP3ES, Rizal Ramli pernah menjadi redaktur Majalah Prisma yang diterbitkan LP3ES.
Lalu siapa sangka Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN punya kaitan dengan LP3ES. Ia memulai karir sebagai wartawan dengan mengikuti Pelatihan Wartawan yang diselenggarakan LP3ES pada 1975 selama 6 bulan. Ia kemudian menjadi pemimpin jaringan media terbesar (JPNN), menjadi Dirut PLN dan Menteri BUMN di era SBY.
LP3ES sebagai lembaga penelitian, penerbitan dan pendidikan non pemerintah, yang sekarang dikelompokkan sebagai LSM, termasuk yang tertua di Indonesia, seumuran dengan PKBI dan Bina Swadaya. LP3ES dapat diibaratkan sebagai “rumah gadang” di masyarakat Minangkabau. Ada yang mendirikan, lalu ada yang lahir di sana dan kemudian pergi merantau. Sesekali, mereka pulang ke rumah gadang itu untuk melepas kerinduan, menyapa dan kadang-kadang untuk berbagi pengalaman.
Ada yang kemudian menjadi guru besar seperti Didik J. Rachbini, Didin Damanhuri, Bambang Pranowo dan Laode Kamaluddin. Ada pula yang pernah menjadi ketua lembaga Tinggi Negara, seperti Jimly Assiddiqy, yang menjadi Ketua MK pertama. Ada pula yang menjadi dubes, seperti Abdullah Syarwani. Tidak terbilang yang menjadi anggota DPR, seperti Hadimulyo, Mufid Abusairi dan Arief Mudatsir.
Ada pula yang dulu hanya sebagai anggota kelompok diskusi yang dimentori oleh M. Dawam Rahardjo selaku Direktur LP3ES. Sekarang mereka menjadi guru besar dan mantan rektor perguruan tinggi ternama, seperti Azyumardi Azra, Konmaruddin Hidayat (UIN Jakarta). Ada pula mantan staf yang kemudian menjadi Kepala Litbang Kompas, yaitu Daniel Dhakidae. Tentu tidak boleh dilupakan ada pula yang menjadi kolumnis seperti Fachry Ali dan budayawan, yaitu Ignas Kleden.
Suasana dan iklim kerja yang egaliter dan demokratis, menjadikan LP3ES berbeda dengan lembaga-lembaga non pemerintah lain. Di sana diskusi berlangsung cair dan terbuka. Tidak ada sekat-sekat penghalang berupa dinding senioritas dan jauh dari sikap feodalisme dan SARA. Tentu saja kinerja dan prestasi kerja staf sangat dihargai.
LP3ES menerapkan pula bahwa seorang staf berkat kinerja dan kepemimpinannya, bisa merangkak naik menjadi Kepala Bagian atau Program dan bahkan menjadi pimpinan lembaga (direktur). Hal itu disebabkan LP3ES tidak dimiliki oleh sejumlah orang, tetapi oleh semua orang.
Maka M. Dawam Rahardjo yang mulai bekerja sebagai Koordinator program, enam tahun kemudian menjadi direktur. Seorang redaktur Majalah Prisma seperti Alm. Aswab Mahasin dan Rustam Ibrahim bisa menjadi Direktur. Seorang mantan TPL Industri Kecil, yaitu Suhardi, pernah pula menjadi direktur. Sekarang, direktur LP3ES bahkan sudah berasal dari generasi muda yang masuk pada awal 2000-an.
Meskipun para alumnus banyak yang menjadi menteri, LP3ES tidak pernah bersikap mumpungis. LP3ES tidak meminta diberi proyek-proyek untuk memperkaya dirinya. Sampai tua, LP3ES menegakkan prinsip anti KKN, meskipun dengan sikap itu menjadikan lembaga ini miskin dan hampir bangkrut.
Makanya saya jengkel dan marah dengan tuduhan-tuduhan LSM-LSM pada terima uang dari asing dan mau menggadaikan sikap nasionalisme demi uang. LSM yang orijinal seperti LP3ES menerima dana tanpa persyaratan apapun dari pihak donatur.
Terakhir, sebagai mantan staf LP3ES yang tergolong generasi awal, masuk 1975, tentu saya berharap dua menteri di Kabinet Kerja Jokowi yang berasal dari LP3ES tidak terkena reshuffle, yaitu Rizal Ramli dan Ferry M. Baldan.
Sekian, Salam
M. Jaya Nasti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H