Setelah riuh dengan tensi tinggi selama dua bulan dengan berbagai pendapat, kritik dan kecaman kepada Ahok, akhirya akal sehat parpol mulai bekerja. Tidak ada gunanya melawan Ahok. Â Melawan Ahok artinya membenturkan kepala ke tembok. Lihatlah isu deparpolisasi karena Ahok memilih jalur independen meredup. Upaya penghadangan melalui revisi UU Pilkada untuk mempersulit Ahok sebagai calon independen mentok, karena Istana menolaknya dengan tegas.
Maka Ahmad Dhani terbengong-bengong mendengar kabar bahwa partainya, PKB, tidak jadi mengusungnya, akan mendukung Ahok pada Pilgub 2017. PKB sepertinya akan mengikuti langkah Partai Nasdem dan juga Hanura yang dalam waktu dekat akan mendeklarasikan dukungan kepada Ahok. Partai Golkar juga sudah bersuara miring, bisa saja mendukung Ahok  yang mereka sebut sebagai mantan kadernya.Â
Demikian pula halnya dengan PAN, yang akan memperhatikan suara rakyat Jakarta melalui jajag pendapat yang akan mereka lakukan sebelum mendukung Ahok. Terakhir, PDIP sebagai partai pemilik kursi terbanyak di DPRD Jakarta diyakini akhirnya juga akan mendukung Ahok. Sejauh ini, semua kader PDIP, setelah bereaksi keras, sekarang mereka diam. Mereka menunggu fatwa dari ibu Ketum yang belum berpendapat. Mereka tahu Ibu Ketum mempunyai hubungan yang sangat dengan Ahok, sebagai orang eksternal partai yang menjadi teman ibu Ketum makan bakso.
Hanya PPP, Gerindra dan PKS yang berkemungkinan masih bersikeras akan mengusung calon gubernur sendiri. Akan tetapi kursi yang dimiliki setiap  parpol tidak cukup untuk memenuhi ketentuan jumlah kursi menimal, yaitu 22 kursi. Oleh sebab itu. mereka harus bergabung. Soalnya PPP hanya memiliki 10 kursi di DPRD Jakarta, Gerindra, 15 kursi dan PKS 11 kursi.
Jadi kursi itu hanya cukup untuk satu cagub lagi. Mungkin juga Partai Demokrat bergabung, yang juga memilik 10 kursi. Tetapi ada kesulitan 4 parpol tersebut dalam membagi kursi untuk mendukung dua calon gubernur lagi. Jika Gerindra dan PKS bergabung maka perolehan kursi PPP dan PD tidak cukup untuk mengusung satu cagub lagi karena gabungan kursi mereka hanya 20 atau 21 kursi.
Oleh sebab itu, pada akhirnya Pilgub DKI 2017 kemungkinan besar hanya diikuti oleh 2 pasang Calon Gubernur.  Yang sudah pasti adalah pasangan Ahok dengan Heru. Sedangkan pasang cagub kedua berkemungkinan besar yang diusung oleh 4 partai (Gerindra, PKS, PPP dan PD). Kemungkinan Sandiaga Uno yang diusung, berrpasangan dengan wacagub dari PKS atau PPP atau Demokrat. Sedangkan Yusril harus menerima  nasib  sebagai bacagub gagal, Karena tidak dilirik parpol dan diyakini tidak akan mampu memenuhi persyaratan dukungan dan KTP rakyat Jakarta.
Memang situasi yang dihadapi seluruh parpol serba sulit. Mereka menyadari tidak mempunyai kader yang memiliki kepribadian dan kapabilitas seperti Ahok. Mereka juga melihat bahwa Ahok pada dasarnya adalah tandem Presiden Jokowi dalam menciptakan kemajuan  serta kesejahteraan bagi rakyat, melalui pemerintahan yang efektif dan  bersih dari KKN. Ahok akan selalu dibela dan didukung oleh Presiden Jokowi. Hal itu dapat dilihat dari penolakan Pemerintah terhadap rencana parpol di DPR untuk memperberat persyaratan calon kepada daerah di jalur perseorangan (independen). Oleh sebab itu, partai-partai pendukung Pemerintahan Jokowi sudah sepatutnya memberikan dukungan kepada Ahok.
Kesulitan terbesar yang dihadapi kader-kader parpol untuk mengalahkan Ahok adalah kinerjanya  yang tidak tertandingi. Selama masa 3,5 tahun menjadi wakil gubernur dan kemudian menjadi gubernur.  Ahok telah menyelesaikan sebagian besar masalah Jakarta. Tidak hanya masalah fisik tetapi  juga sikap mental secara simultan. Ahok dengan gagah berani telah melakukan perubahan besar di Jakarta.
Pertama ia membereskan masalah birokrasi yang bekerja tidak becus dan memeras rakyat. Ia melakukan lelang jabatan, mutasi, rotasi, menurunkan pangkat,  dicabutnya tunjangan-tunjangan,  dan bahkan pemecatan secara terus menerus. Siapapun pejabat yang tidak becus akan terkena sanksi. Hasilnya sudah dirasakan rakyat dalam bentuk pelayanan yang lebih baik, lebih cepat dan gratis  d kantor-kantor kelurahan, sudin dan dinas di lingkungan Pemprov. DKI Jakarta
Kedua Ahok telah membereskan masalah mafia di hampir segala aspek kehidupan masyarakar, seperti mafia rumah susun, mafia pasar, mafia pedagang K5, mafia parkir, mafia tanah dan  sebagainya. Jakarta menjadi lebih aman dari preman dan lebih bersih.
Ketiga, Ahok telah berhasil meningkatkan PAD DKI Jakarta, sehingga APBD meningkat tajam dari dari Rp 40 triliun menjadi lebih dari Rp 70 triliun. Ahok mengefektifkan penarikan pajak daerah dan menyumbat kebocoran semua kebocoran. Ahok menggunakan teknologi informasi agar pajak daerah dibayar secara online. Dengan APBD yang terbesar di antara propinsi se Indonesia, Â maka Ahok memiliki keleluasaan anggaran. Maka ia menaikkan gaji PNS, honor pegawai non PNS, termasuk guru honorer sampai ke petugas kebersihan.
Keempat, Ahok telah memenangkan perang melawan para anggota DPRD bajingan koruptor yang berniat menguras dana APBD. Ia tidak mau kompromi sedikitkan terhadap akal-akalan anggota DPRD Jakarta yang berniat menyelipkan proyek siluman dalam APBD DKI Jakarta. Ia bahkan menghitung ulang APBD dengan menggunakan e-budgeting, sehingga lebih dari Rp 11 Triliun berhasil diselamatkan. Ia bahkan siap menghadapi ancaman terkena pelengseran dari DPRD.
Kelima, masalah abadi di Jakarta yaitu banjir sudah mulai teratasi. Musim hujan pada awal tahun ini tidak menjadikan Jakarta terendam air berhari-hari. Hanya beberapa jam, beberapa titik yang masih terendam air  surut kembali. Berbagai proyek untuk mengatasi banjr sudah dilakukan seperti pelebaran sungai-sungai, membuat sedotan antar sungai,  pompa air yang harus siap terus menerus.
Keenam, penataan perumahan rakyat yang tinggal di bantaran kali dan perkampungan kumuh dengan memindahkan  mereka ke rusunawa sekelas apartmen, dengan sewa yang sangat murah. Ahok masih terus membangun puluhan tower rusunawa untuk menampung rakyat yang tinggal di perkampungan kumuh.
Ketujuh, masalah besar yang masih tersisa adalah kemacetan lalu lintas di Jakarta. Tapi Ahok sedang membangun MRT, kereta api di bawah tanah, yang hanya menjadi rencana pada masa  gubernur-gubernur sebelum Jokowi.  Ia juga sedang membangun LRT sebagai pengganti proye monerel  yang dibatalkan.  Selainn itu Ahok juga terus menambah bus-bus Transjakarta.Â
Pada akhirnya, partai-partai politik menyadari bahwa Ahok  memang dicintai rakyat Jakarta. Rakyat dapat datang langsung menemui Ahok setiap pagi untuk mengadu. Rakyat tidak takut kepada Ahok, meski ia terkenal keras dan sering membentak siapa saja yang dinilai Ahok telah melakukan hal yang tidak benar. Isu SARA  terhadap Ahok juga mulai meredup.  Rakyat Jakarta menginginkan Ahok terus menjadi Gubernur satu periode lagi.
Maka partai-partai politik menyaksikan rakyat yang berduyun-duyun mengisi formulir dukungan dan copy KPT di mal-mal yang dikelola Teman Ahok, para relawan, anak-anak muda yang bekerja tanpa dibayar. Didukung oleh parpol atau murni sebagai cagub independen, Ahok akan tetap menang. Maka secara akal sehat, pilihan bagi parpol hanya menjadi pendukung Ahok pada Pilgub 2017.
Sekian dulu, salam dari saya
M. Jaya Nasti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H