Diamnya Jokowi Menjadi Kunci Kemenangan
Ada dua gaya yang ditampilkan Presiden Jokowi dalam mengurus negara. Dalam mengurus pembangunan di bidang ekonomi, ia bergerak serba cepat seperti kijang berlari. Ia memang bekerja sambil berlari. Akan tetapi dalam menangani masalah-masalah yang bersifat politis, Jokowi memperlihatkan sikap sebaliknya. Ia berdiam diri. Sepertinya ia melakukan pembiaran dengan harapan masalah itu selesai dengan sendirinya.
Selaku rakyat, kita seringkali bingung dengan diamnya Jokowi pada saat rakyat menanti tindakan nyata sang presiden dalam memecahkan berbagai permasalahan besar yang terjadi. Kita seringkali tidak sabaran. Kita menginginkan Jokowi bertindak cepat . Tetapi terlihat Jokowi tidak mau buru-buru. Ia menunggu dan mengamati situasi. Ia ingin melihat siapa saja yang sebenarnya menjadi biang kerok, menjadi ular-ular dan tikus. Setelah itu, barulah Presiden Jokowi bertindak. Ternyata diamnya Jokowi merupakan taktik untuk memenangkan pertempuran.
Tetapi diamnya Jokowi bukan berarti ia betul-betul diam dan tidak mau tahu dengan permasalahan yang terjadi. Ada kalanya Jokowi menugaskan seorang menteri untuk bertindak sesuai kewenangannya. Ada kalanya, seorang menteri diminta untuk menjalankan misi rahasia, memainkan segala cara untuk memenangkan pertempuran.
Hal itulah yang terlihat dalam kasus pengangkatan Kapolri pada awal masa jabatannya. KPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka, pada hal ia baru saja dimintai persetujuan DPR oleh Presiden Jokowi menjadi Kapolri. Pencalonan BG menjadi Kapolri rupanya mendapat perlawanan dari publik, termasuk LMS anti korupsi dan tokoh-tokoh masyarakat karena ia diduga salah seorang perwira Polri yang mempunyai rekening gendut.
Seluruh parpol mendukung dan mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengangkat BG menjadi Kapolri. Lalu Wapres JK ikutan mendukung BG. Surya Paloh, Ketum Partai Nasdem berkali-kali terlihat menemui Presiden Jokowi, ikutan mendesaknya untuk segera mengangkat BG. Lalu Menko Polhukam,Tejo Edhi ikutan mendesak Presiden Jokowi.
Masalah berat yang dihadapi Jokowi adalah karena BG sebenarnya diback-up penuh oleh Megawati, yang memandang rendah Jokowi sebagai anak buahnya dan hanya “petugas partai” yang harus manut kepada kemauannya. Ia terjepit antara desakan politisi dengan tuntutan rakyat yang bertolak belakang.
Setelah semua aktor memperlihatkan wajah dan sikap masing-masing, maka Jokowi dengan gagah berani menolak desakan para politisi Senayan, pimpinan parpol, wapres dan menkonya sendiri. Jokowi memutuskan tidak jadi mengangkat BG dengan alasan untuk menghindarkan kekacauan di tengah masyarakat. Ia lalu mengganti BG dengan Komjen Badrodin Haiti untuk disetujui DPR. Akhinya DPR dengan terpaksa memberikan persetujuan dan Presiden melantik Badrodin Haiti menjadi Kapolri.
Presiden Jokowi kembali bersikap diam, menunggu ular dan tikus-tikus keluar dari sarangnya dalam kasus “papa minta saham”. Jokowi mendiamkan kasus itu beberapa lama. Kali ini ia membiarkan pembantunya, Menteri ESDM bertarung melawan si “Papa Minta Saham” di Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Terlihat MKD lebih berpihak kepada SN. Hampir saja MKD memutuskan SN alias si “Papa Minta Saham” tidak terbukti bersalah.
Melihat situasi itu, barulah Jokowi mengambil bersikap. Ia marah dan menyatakan ia tidak rela jika simbol-simbol negara dipermainkan. Melihat kemarahan Presiden Jokowi, SN memutuskan mengundurkan diri dan menyampaikan surat pengunduran diri ke MKD. Sedangkan MKD yang semula membela SN surut nyalinya. Mereka bersigegas rapat untuk membacakan surat pengunduran diri SN dari jabatannya selaku Ketua DPR. Kembali Jokowi meraih kemenangan gilang gemilang.