Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Pilih Jalur Independen, Kenapa Parpol Ribut?

11 Maret 2016   07:36 Diperbarui: 11 Maret 2016   09:24 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Basuki Tjahaja Purnama  dengan nama panggilan Ahok adalah  Gubernur DKI Jakarta tanpa partai sejak ia menyatakan keluar dari Partai Gerinda pada tahun lalu. Jadi sebenarnya Ahok berstatus “Gubernur Independen”. Dengan status tanpa partai itu, maka Ahok memiliki kebebasan untuk mencalonkan diri dalam Pilgub DKI Jakarta 2017. Ia tidak memerlukan izin siapa-siapa untuk maju sebagai calon independen atau maju melalui jalur parpol.

Antara kedua pilihan tersebut secara teknis sulit dipadukan. Menjadi calon gubernur dari jalur independen harus diputuskan Ahok secepatnya, karena sesuai persyaratan dalam UU Pilkada. Ahok harus menetapkan siapa yang akan mendampinginya menjadi cawagub, mengumpulkan dukungan rakyat Jakarta berikut foto copy KTP mereka. Untuk itu Ahok harus mendapatkan pernyataan dukungan sekitar 530.000 warga Jakarta.

Sedangkan jika menjadi calon dari jalur parpol,  berarti Ahok harus bersedia menunggu mekanisme partai dalam melakukan penjaringan untuk menetapkan calon yang akan diusung.  Biasanya ada  proses penjaringan bacagub  dari bawah sampai ke tingkat provinsi.  Setelah itu, barulah keputusan diserahkan kepada Ketua Umum partai untuk memutuskan  satu cawagub yang akan diusung menjadi gubernur. Penetapan cagub yang akan diusung  bisa jadi hanya beberapa hari menjelang batas akhir.

Selain mekanisme partai yang bersifat formal itu, ada pula mekanisme yang bersifat informal yang harus dipenuhi. Biasanya, hal terpenting dalam mekanisme partai yang informal itu adalah “uang mahar”  yang harus disediakan sang calon yang akan diusung. Tanpa uang mahar maka partai urung mengusung, dan memindahkan dukungan kepada calon lain yang lebih kaya, lebih banyak duitnya. Ahok yang anti korupsi dan politik uang tentunya akan menolak untuk membayar uang mahar tersebut.

Masalahnya, satu-satunya parpol yang memiliki kursi lebih dari 20% di DPRD hanya PDIP. Memang Ahok cukup dekat dengan Megawati, Ketua Umum PDIP. Namun kedekatan itu tidak lantas menjadikan PDIP mau menciptakan jalur pintas bagi Ahok. Misalnya PDIP mau memberikan dispensasi, bisa langsung diusung tanpa melalui mekanisme parta yang biasa berlaku. Mungkin sang “ibu” melihat masih ada potensi kader partai yang hebat. Mungkin pula sang “ibu” tidak ingin menyakiti hati para kadernya yang juga berminat diusung. Ahok tetap harus bersedia menunggu mekanisme partai yang baru akan dimulai pada April 2017.

Maka Ahok memutuskan untuk menjadi cagub DKI melalui jalur independen. Itulah pilihan logis yang harus diambil Ahok. Tentu saja jalur parpol tidak menjadi pilihan bagi Ahok, karena  ia hanya berstatus sebagai calon dari eksternal partai. Biasanya setiap partai harus memprioritaskan  calon dari internal partai, para kader partai yang juga sudah antri ingin diusung oleh partainya.  Partai baru akan memilih calon dari kalangan eksternal jika benar-benar  tidak mempunyai kader yang mumpuni, yang lebih baik dan mampu mengalahkan Ahok sebagai bacagub petahana.

Oleh sebab itu sebenarnya tidak ada alasan bagi parpol untuk marah dan kebakaran jenggot dengan keputusan Ahok memilih jalur independen. Tidak ada alasan bagi parpol termasuk PDIP untuk marah-marah. Sebaliknya dengan keputusan Ahok memilih jalur independen,  parpol seharusnya berbesar hati, karena mereka dapat memilih calon gubernur yang akan mereka usung secara leluasa tanpa mempertimbangkan keberadaan Ahok yang juga ikut menunggu. Para kader partai tidak perlu merasa tersaingi oleh Ahok karena ia telah memilih jalur independen.

Dengan logika itu sebenarnya terlalu jauh untuk membuat interpretasi bahwa Ahok sedang melakukan deparpolisasi.  Bahwa parpol tidak memiliki kader yang mumpuni, yang lebih baik dan mampu mengalahkan Ahok sebagai calon gubernur petahana, bukanlah kesalahan Ahok. Parpol seharusnya sudah sejak lama memperbaiki sistem dan metode kaderisasi bagi para anggotanya. Hasilnya parpol memiliki stok kader yang hebat-hebat, bukan kader-kader partai abal-abal yang masuk partai dengan motivasi cepat berkuasa dan cepat kaya dengan cara korupsi.

Sekian, salam dari saya

M. Jaya Nasti

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun