Ternyata langkah Ahok untuk menjadi Calon Gubernur dari Jalur Independen masih belum aman. Menurut Yusril Ihza Mahendra, sebagaimana ditulis dalam kolom Pepih Nugraha “Pak Ahok Dengarlah Apa Kata Yusril ini” di Kompas. Com kemarin, 760 ribu formulir dukungan plus copy KPT yang sudah dikumpulkan Teman Ahok tidak bisa digunakan.
Masalahnya, Formulir dukungan dan copy KTP tersebut hanya untuk Ahok sebagai calon gubernur. Padahal menurut Peraturan KPU, formulir dan copy KTP itu haruslah untuk pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Artinya Teman Ahok harus mengulangi pengumpulan formulir dan copy KTP dari awal lagi. Kali ini untuk pasangan cagub dan wacagub.
Masalah lainnya, Ahok belum menetapkan siapa yang akan mendampinginya sebagai calon wakil gubernur. Ia sudah menawarkan posisi ini kepada wakil gubernur saat ini, Jarot Saiful Hidayat, yang juga menjabat salah seorang Ketua DPP PDIP. Akan tetapi Jarot belum juga mendapatkan izin dari PDIP. Karenanya Ahok memberi waktu satu minggu kepada PDIP untuk memberikan jawaban. Jika belum juga ada repons positif, maka Ahok akan menggandeng PNS DKI Jakarta menjadi calon wakil gubernur.
Akan tetapi dengan posisi baru yaitu masih zero formulir dan copy KTP, maka Ahok akan berhadapan dengan sejumlah kesulitan. PDIP dan parpol melihat posisi tawar Ahok menjadi berkurang. PDIP dan partai-partai lain bisa mempermainkan Ahok dengan cara tidak memberikan kepastian dalam mendukungnya. Bisa jadi Ahok akan ditempatkan pada posisi salah satu dari bacagub yang akan ditetapkan pada hari-hari terakhir pendaftaran di KPUD. Ahok juga tidak bisa menetapkan cawagubnya, karena partai pastilah akan mengharuskannya bergandengan dengan kader dari internal parpol itu sendiri.
Oleh sebab itu, dengan masih tetap mengandalkan Kawan Ahok, maka Ahok harus menyadari bahwa waktu yang tersedia untuk memperbaiki formulir dukungan sudah sempit. Berdasarkan jadwal KPUD DKI Jakarta, penyampaian dukungan calon gubernur independen akan dilaksanakan pada 8 Agustus 2016. Itu berarti hanya tersisa waktu 5 bulan lagi.
Jadi Ahok harus secepatnya memutuskan siapa yang akan digandeng menjadi cawagub. Setelah itu, para relawan Kawan Ahok harus bekerja ekstra keras untuk menghubungi kembali para pengisi formulir dukungan untuk Ahok, mencari dan mendatangi satu per satu pemilik KTP untuk mengganti formulirnya dengan yang memenuhi ketentuan KPU. Mungkin dengan sisa waktu 5 bulan masih bisa terkumpul minimal 600 ribu formulir dan KTP. Tinggal menyiapkan formulir baru dan menghubungi mereka sesuai wilayahnya.
Dari sekarang Ahok haruslah memutuskan akan tetap menggunakan jalur independen dengan tetap menghargai adanya parpol yang memberikan dukungan. Masalahnya, sesuai peraturan KPU, cagub independen tidak boleh menggunakan atribut parpol pendukung. Jadi sekali melalui jalur independen, Ahok harus konsisten menggunakan jalur itu.
Sementara itu suasana yang terbentuk kurang menguntungkan. Hampir seluruh parpol mengeroyok Ahok, menginginkan ia kalah atau gagal dalam Pilgub 2017. Sedangkan PDIP yang semula diharapkan akan memberikan dukungan kepada Ahok, terlihat gelagatnya akan mengajukan calon sendiri dari internal partai. Yang sudah pasti mendukung Ahok barulah Partai Nasdem. Mungkin Partai Hanura juga mau mendukung Ahok sesuai pernyataan salah satu ketuanya. Tapi kedua partai itu hanya memiliki 15 kursi di DPRD, masih kurang 7 kursi untuk memenuhi persyaratan minimal melalui jalur parpol.
Jadi Ahok harus berhati-hati dan ternyata langkah menjadi cagub DKI Jakarta tidak mudah. Ahok dan Kawan Ahok harus mempelajari lagi formulir dukungan yang sudah dikantongi. Sesuai nasehat hukum gratis dari Yusril Ihza Mahendra, jika kalimat dalam formulir itu memang hanya untuk mendukung Ahok menjadi calon gubernur, maka kerja keras harus secepatnya dimulai.
Sekian, Salam dari saya
M. Jaya Nasti