Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok Masih Bisa Menang

3 Februari 2016   12:05 Diperbarui: 3 Februari 2016   12:31 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada 2012, Jokowi berpasangan dengan Ahok berkompetisi untuk merebut kursi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Mereka melawan Cagub petahana Fauzi Bowo yang berpasangan dengan Nachrowi Ramli. Jokowi diusung oleh PDIP dan Ahok oleh Partai Gerindra. Sedangkan Fauzi Bowo dan pasangannya diusung oleh 8 parpol lainnya.

Selain petahana, Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli berdarah Betawi. Fauzi Bowo dari pihak ibu, sedangkan Nachrowi  Betawi asli. Selain itu, Fauzi Bowo juga tercatat sebagai Ketua PWNU. Sedangkan Nachrowi adalah tokoh kebanggaan orang Betawi, karena ia satu-satunya purnawirawan Jenderal.

Jadi seluruh modal politik, uang dan sosial dimiliki oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi. Kalau saja Pilgub menggunakan sistem pemilihan tidak langsung, melalui DPRD, sudah pasti mereka akan memenangkan Pilgub tersebut. Jokowi dan Ahok pastilah tidak berani melawan mereka. Tetapi Pilgub DKI menggunakan pemilihan langsung oleh rakyat.

Masalahnya mereka berdua bukan orang Betawi, bahkan Jokowi bukan penduduk Jakarta. Waktu itu ia masih berstatus orang luar Jakarta,  masih mengantongi KPT Solo. Yang lebih parah lagi, Ahok berasal dari etnis minoritas Cina dan beragama Kristen. Yang mereka punyai hanya sedikit reputasi sebagai walikota dan bupati yang sukses dan anti korupsi di daerah masing-masing.

Modal politik yang dimiliki Jokowi dan Ahok  negatif karena hanya didukung oleh 2 parpol menghadapi lawan yang didukung 8 parpol, yang jumlah kursinya di DPRD jauh lebih banyak.  Jokowi dan Ahok juga tidak mempunyai modal uang yang banyak. Mereka bukan berlatar belakang konglomet yang uangnya tidak terbatas untuk membeli suara rakyat.

Sedangkan Fauzi Bowo didukung oleh pengusaha-pengusaha  besar yang selama ini menikmati keuntungan dari berbagai proyek pemda DKI. Mereka ingin mempertahankan kenikmatan itu  lebih lama lagi. Tentunya jika Fauzi Bowo memenangkan Pilgub. Selain itu, sebagai calon petahana, banyak sumberdana dari APBD Jakarta  yang bisa dimanfaatkan Fauzi Bowo untuk keuntungan dirinya sebagai calon gubernur.

Oleh sebab itu harapan Jokowi dan Ahok untuk memenangkan Pilgub hanya bertumpu pada satu hal, yaitu rakyat yang tidak puas dengan Fauzi Bowo selaku Gubernur DKI Jakarta. Selama lima tahun menjadi gubernur, Fauzi Bowo tidak membawa perbaikan apapun. Kemacetan lalu lintas, banjir setiap tahun, perumahan kumuh, rakyat miskin yang terus bertambah,  menjadi masalah yang tidak pernah disentuh oleh Gubernur dan aparatnya.  Yang banyak dilakukan justru adalah melakukan penggusuran tanpa disediakan solusi bagi rakyat tergusur.  

Oleh sebab itu, Jokowi bersama Ahok melakukan kampanye Pilgub dengan cara lebih banyak melakukan blusukan ke seluruh pelosok Jakarta. Ia berbicara dan mendengarkan suara dan jeritan rakyat kecil yang menderita, karena tidak tersentuh tangan-tangan pemerintah. Yang bisa mereka lakukan tentu hanya bisa berjanji akan memperbaiki kehidupan rakyat miskin. Ia menjanjikan akan memberikan biaya bersekolah bagi anak-anak miskin. Ia menjanjikan akan menyediakan pelayanan kesehatan gratis di rumah sakit bagi seluruh keluarga tidak mampu. Ia menjanjikan akan membereskan masalah banjir dan kemacetan lalu lintas. Ia juga menjanjikan penampungan berupa rumah susun bagi rakyat yang terkena penertiban.

Rupanya rakyat Jakarta lebih mempercayai janji-janji kampanye Jokowi dan Ahok ketimbang janji Fauzi Bowo dan Nachrowi. Soalnya rakyat sudah merasakan bahwa selama 5 tahun Fauzi Bowo tidak melakukan apa-apa, meskipun  ia mengaku ahli tata kota yang ijazahnya diperoleh dari  kuliah di Jerman. Rakyat Jakarta tidak peduli  ia mempunyai darah betawi dan Nachrowi asli Betawi dan tokoh NU.

Pada hari pemungutan suara, ternyata Jokowi dan Ahok yang  memenangkan suara rakyat Jakarta.  Maka mereka dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur. Pada 6 bulan pertama pemerintahannya, Jokowi dan Ahok memenuhi sebagian janjinya kepada rakyat.  Mereka membagikan KJP dan KJS kepada penduduk miskin.

Sekarang Ahok telah naik pangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta, karena Jokowi terpilih sebagai Presiden RI ketujuh. Ahok meneruskan program kerja yang telah ia susun sebelumnya bersama Jokowi. Ia sedang membangun  MRT dalam bentuk sebagian kereta api bawah tanah, dan sebagian akan melalui jalan layang,  untuk memecahkan masalah transportasi Jakarta.

Ahok melanjutkan pembangunan 1000 tower rusun yang disiapkan bagi rakyat yang rumah mereka tergusur karena terkena proyek pelebaran kembali sungai-sungai agar terhindar dari banjir. Ia melakukan segala cara agar Jakarta tidak banjir lagi. Seluruh wilayah dijadikan bersih dengan petugas kebersihan yang digaji sesuai UMP. 

Ia juga melakukan pelayanan kepada rakyat di kantor-kantor kelurahan secara cepat dan gratis. Ia menambah ratusan bus Transjakarta setiap tahun agar tersedia sarana transportasi murah bagi seluruh rakyat. Ia melayani rakyat Jakarta sepenuh hati, dengan menjadikan dirinya tersambung dengan rakyat melalui telpon selular dan twiter,  dan menyelesaikan masalah secepatnya.

Tapi untuk kondisi Jakarta yang keras, Ahok juga adalah seorang petarung yang gagah berani. Ia berani bertarung sendirian melawan seluruh anggota DPRD Jakarta agar ABPD tidak diselewengkan peruntukannya. Ia melakukan lelang jabatan dan melakukan mutasi pegawai DKI yang bekerja tidak becus secara terus menerus. Lurah dan Camat dipaksa bekerja dengan baik dan lurus, kalau tidak mau diberhentikan atau dimutasi.  Ahok juga tidak pandang bulu kepada siapapun yang mencoba-coba melanggar aturan atau bermalas-malasan.

Pada 2017 Pilgub DKI Jakarta akan kembali digelar. Ahok akan maju menjadi calon petahana Gubernur DKI Jakarta. Dengan gaya kepemimpinannya yang keras dan bahkan terkesan kasar, Ahok mempunyai banyak musuh. Ia dimusuhi oleh sejumlah parpol. Gerindra punya dendam kesumat karena Ahok menyatakan keluar dari partai itu disebabkan Gerindra mendukung Pilkada tidak langsung. PKS dan PPP tidak menyukai Ahok karena faktor ras dan agama. PDIP, PAN dan PKB akan mengusung calonnya sendiri. Hanya Nasdem yang menyatakan siap mengusung Ahok menjadi Cagub.

Meskipun demikian, tidak mudah bagi seluruh partai mencari kader yang diyakini bisa mengalahkan Ahok. Partai Gerindra misalnya, terpaksa mendekati Ridwan Kamil, walikota Bandung, yang bukan anggota,  pada hal ada puluhan kader Gerindra lainnya yang siap diusung. PAN mengelus artis Desi Ratnasari dan Eko Patrio,  yang jelas bukan lawan tanding yang seimbang dengan Ahok. PKS mungkin masih mengusung calon lama yang kalah pada Pilgub 2012, mantan Presiden PKS, Hidayat Nurwahid.

Tapi Teman Ahok yaitu relawan pendukung Ahok sudah berhasil mendapatkan hampir 700 ribu KTP untuk menjadikan Ahok sebagai calon independen. Masih ada waktu untuk mendapatkan tambahan dukungan sampai sejuta KTP. Keberhasilan para relawan pendukung Ahok dalam mengumpulkan KTP dapat menjadi indikasi  bahwa rakyat Jakarta tidak keberatan dipimpin kembali oleh Ahok selaku Gubernur.

Oleh sebab itu, sepertinya Ahok masih bisa menang dalam Pilgub 2017. Bukti lain, rakyat Jakarta tidak memperlihat kemarahan kepada Ahok yang bermulut kasar. Bahkan rakyat Jakarta sepertinya menyukai dan menikmati suasana itu, karena Ahok sebenarnya memperjuangkan kepentingan mereka. Ahok bertarung melawan DPRD yang bermental korup. Ahok memarahi PNS Jakarta yang tidak punyai ketrampilan kerja apa-apa, malas bekerja tetapi digaji oleh pemerintah.

Rakyat Jakarta sepertinya sudah merasa puas mempunyai Gubernur yang tegas dan sangat peduli dengan masalah yang mereka hadapi. Rakyat Jakarta puas karena satu per satu masalah Jakarta bisa diselesaikan oleh Ahok.  Ahok memang masih melakukan penggusuran, tetapi ia menyiapkan rusunawa sebagai pengganti. Hal-hal yang bersifat primordialisme, kesukuan dan agama, sudah tidak menjadi pertimbangan bagi sebagian besar rakyat Jakarta. Oleh sebab itu, selama Ahok masih lurus, tidak korupsi, dan terus bekerja memecahkan masalah Jakarta,  maka sebagian besar rakyat Jakarta akan memilihnya menjadi Gubernur periode 2017-2022.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun