Mohon tunggu...
M. Jaya Nasti
M. Jaya Nasti Mohon Tunggu... mantan profesional -

Hanya seorang kakek yang hobi menulis agar tidak cepat pikun

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tidak Mudah Mewujudkan Swasembada Daging Sapi

27 Januari 2016   06:01 Diperbarui: 27 Januari 2016   08:33 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu Dahlan Iskan menjadi Menteri BUMN, segala cara telah dilakukannya agar Indonesia bisa swasembada daging sapi. Pada mulanya  urusan swasembada daging sapi  kelihatannya mudah. Apa sulitnya memelihara sapi jutaan ekor, toh Indonesia mempunyai lahan yang sangat luas untuk dijadikan padang penggembalaan. Lalu, Indonesia punya perkebunan sawit yang luasnya nomor satu di dunia. Tandan sawit yang dipangkas dapat diolah dan dijadikan pakan sapi secara murah meriah.

Maka Dahlan Iskan memerintahkan BUMN perkebunan sawit untuk melakukan diversifikasi usaha dengan membuat usaha peternakan sapi. Kandang sapi sudah disiapkan, mesin-mesin untuk menggiling tandan sawit sudah didatangkan. Lalu muncul masalah, ternyata tidak mudah mendapatkan anak sapi bakalan yang akan dibesarkan dan digemukkan. Berkeliling di seluruh Indonesia tidak bisa didapatkan anak sapi bakalan dalam jumlah banyak, karena peternak sapi rumahan juga memerlukannya untuk dibesarkan dan digemukkan.

Lalu Dahlan Iskan berkunjung ke padang penggembalaan sapi di NTT dan Sulawesi. Yang dijumpainya sebagian besar padang penggembalaan sapi kosong melompong dan dibiarkan terlantar. Sapinya  tidak ada  bukan karena tidak tersedia rumput untuk pakan sapi.  Rupanya para peternak kapok beternak sapi karena sapinya selalu raib dibawa kabur oleh para pencuri. Para pencuri sapi beroperasi tanpa takut-takut, karena mereka bekerjasama dengan oknum polisi setempat.

Itulah sebabnya,  hanya sekali saja dalam pelayarannya ke NTT, kapal khusus sapi yang dibuat galangan kapal  Indonesia bisa mendapatkan sapi untuk dibawa ke Jawa. Itupun kapal tidak penuh, hanya 300 ekor sapi saja. Pada hal kapasitas kapal adaah untuk 500 ekor sapi.  Pada pelayaran kedua, tidak ada lagi sapi yang bisa diangkut sehingga kapal pulang ke Jawa dalam keadaan kosong. Tentu saja, usaha mendatangkan sapi dari Indonesia Bagian Timur itu mengalami kerugian yang cukup besar.

Pernah pula Dahlan Iskan merencanakan jalan pintas, yaitu beli saja peternakan sapi yang sudah jadi di Australia. Sapi-sapi yang sudah mencapai berat ideal dipotong dan dikirim ke Indonesia. Tidak perlu menunggu lama, daging sapi Australia  milik BUMN  itu bisa segera menurunkan harga daging sapi, karena di Australia harga daging sapi sangat murah, kurang dari Rp 50.000 per kg. Dua BUMN sudah di-SK-kan untuk  tugas tersebut. Sayangnya proyek pembelian peternakan sapi di Australia tidak terlaksana, karena pemerintahan SBY sudah digantikan oleh Jokowi.

Presiden Jokowi sebenarnya sudah menemukan solusinya, tetapi untuk jangka  waktu 3-5 tahun ke depan, bukan untuk sekarang juga.. Dalam kunjungannya ke Sumatera Barat dua bulan yang lalu, Jokowi mampir ke peternakan sapi Padang Mangateh. Jokowi melihat, peternakan sapi Padang Mangateh dapat dijadikan model peternakan sapi. Maka Jokowi punya ide untuk mendirikan peternakan sapi model Padang Mangateh di setiap kabupaten di Indonesia.  Sapi-sapi yang dihasilkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di masing-masing kabupaten.

Jadi memang tidak mudah untuk mewujudkan swasembada daging sapi. Apa boleh buat, untuk jangka pendek, tidak ada jalan lain, impor daging sapi atau impor sapinya sekalian  harus dilakukan. Maka harga daging sapi dalam 3-5 tahun ke depan akan tetap bertengger di atas Rp 120 ribu per kg. Maka para penikmat daging sapi harus sabar dan ikhlas membayar mahal daging sapi atau menghentikan mengkonsumsi makanan yang terbuat dari daging sapi seperti kalio dan rendang daging, kikil dan sop buntut.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun