Konon menurut sebuah kisah Islami diceritakan tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada suatu malam, Khalifah masih bekerja di istana kekhalifahan saat anak laki-lakinya datang menemuinya. Khalifah bertanya kepada anaknya, apakah yang hendak dibicarakannya urusan pribadi atau urusan Negara. Anaknya menjawab ia hendak meminta pendapat dan saran ayahnya untuk urusan pribadinya.
Mendengarkan jawaban anaknya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu di ruangan itu, sehingga gelap gulita. Setelah itu barulah Khalifah menyuruh anaknya menyam-paikan hal-hal yang perlu dikonsultasikan kepada ayahnya. Anaknya bertanya kenapa lampu dimatikan dan harus berbicara di ruang gelap gulita.
Khalifah Umar menjelaskan bahwa lampu di ruang ini menggunakan minyak yang dibeli dengan uang Negara. Kalau kita memakainya selain untuk urusan Negara, berarti kita melakukan korupsi, meskipun nilainya hanya sedikit. Di akhirat kelak, saya akan diazab Tuhan karena telah melakukan korupsi.
Di Negara kita yang kaya raya dengan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, hampir tidak ada pejabat tinggi Negara yang berperilaku seperti teladan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Yang berkembang adalah perilaku “mumpungisme”. Mumpung orang tua menjadi bupati atau pejabat tinggi di suatu instansi. Mumpung saudara menjadi menteri. Orang-orang memanfaatkan orang tua atau saudaranya yang menjadi pejabat untuk mendapatkan upeti dari para pengusaha yang bernafsu mendapatkan dan memenangkan proyek.
Jadi banyak keluarga pejabat yang berjualan proyek-proyek APBD dan APBN dengan meminjam kekuasaan yang dimiliki orang tua atau saudaranya. Banyak pula yang menjadi makelar pembelian pesawat terbang, kereta api, kapal laut dan sebagainya.
Untuk melegalkan perbuatan jahat itu, biasanya mereka mendirikan perusahaan konsultan, kontraktor supplier dan sebagainya. Kadang-kadang mereka meminjam nama orang lain sebagai pemilik agar nama mereka tidak terendus aparat hukum. Meskipun menjadi pemilik perusahaan abal-abal, mereka dengan cepat menjadi kaya raya. Punya mobil mewah dan menjadi manusia jet set.
Tetapi ternyata Indonesia masih beruntung, diberi Tuhan seorang pemimpin yang layak disetarakan dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, yaitu Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Presiden Jokowi kelihatannya berhasil mendidik anak-anaknya untuk menjauhkan diri dari semangat mumpungisme. Mereka dididik memiliki sikap mandiri dan tidak boleh memanfaatkan nama dan jabatan ayah mereka.
Demikianlah, Presiden Jokowi yang waktu itu masih menjadi walikota Solo mengizinkan anak tertuanya, Gibran Rakabuming Raka dengan nama panggilan Gibran, memilih profesi sebagai pengusaha catering. Usaha catering itu diberi nama Chilli Pari. Setelah berjuang agar bisa eksis, perusahaan catering Chilipari mulai membesar. Sekarang usaha catering itu melayani berbagai kota di Jawa Tengah sampai Jawa Timur.
Gibran ternyata sangat tegas dalam menjaga bisnis catering yang dimilikinya tidak memanfaatkan jabatan ayahnya. Karenanya, sewaktu ayahnya masih menjadi walikota Solo, Gibran membuat kebijakan menolak pesanan dari Pemda Solo, agar bisnis kateringnya tidak berbau nepotisme.
Selain menjalankan bisnis catering, Gibran melakukan diversifikasi usaha dengan membuka kafe martabak di Solo, yang diberi nama Markobar. Kafe ini menawarkan martabak delapan rasa sebagai menu unggulan. Sekarang kafe martabak milik Gibran sudah membuka outlet di Semarang, dan setiap dua bulan akan dibuka di kota-kota besar lainnya.
Hebatnya lagi, Gibran ternyata memiliki kepedulian yang tinggi kepada pendidikan anak-anak usia muda. Gibran Ra-kabuming Raka sejak 2010 mendirikan kursus gratis Bahasa Inggris bagi mereka. Lembaga kursus bahasa Inggeris itu diberi nama House of Knowledge yang lokasinya tersebar di kota-kota eks Karesidenan Surakarta. Lembaga itu sudah mengajar 1.000 anak. Belakangan, tempat belajar itu menarik para mahasiswa sebagai pengajar bagi para siswa yang mayoritas duduk di SD dan SMP.
Lalu bagaimana dengan dua anaknya yang lain, yakni Kahiyang Ayu dan Kaesang Pangarep?. Kahiyang Ayu merupakan tamatan mahasiswa Universitas Sebelas Maret yang wisuda dengan IPK 3,12 pada tanggal 17 Desember 2013. Kahiyang pernah diberitakan ikut melamar dan mengikuti test masuk pegawai negeri, seperti peserta test pada umumnya. Ternyata Kahiyang gagal dalam testing tersebut. Presiden Jokowi ternyata sama sekali tidak menggunakan pengaruhnya agar puterinya lulus testing.
Sedangkan anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, umur 21 tahun mengikuti jejak kakak tertuanya Gibran untuk melanjutkan pendidikannya di Singapura. Kaesang Pangarep telah lulus dari Anglo-Chinese School (International) pada November 2014. Kelihatannya Kaesang masih merancang masa depannya yang terbebas dari nama dan jabatan ayahnya.®
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H